Darah Makhluk Luar Bumi atau Fenomena Meteor?
HINGGA Minggu siang, 10 Juni 2012, belum ada penelitian untuk memberikan jawaban secara ilmiah mengenai fenomena air hujan berwarna
Dari berbagai referensi yang dikumpulkan Serambi, fenomena hujan merah bukan berita baru. Di Aceh sendiri, peristiwa tersebut pernah terjadi pada 11 Februari 2010 di Desa Seuneubok, Kecamatan Teupah Selatan, Kabupaten Simeulue.
Namun, warga kepulauan tersebut tak terlalu lama larut dalam misteri karena pihak dinas kesehatan langsung melakukan penelitian dengan membawa sampel air ke laboratorium. Ternyata, air hujan berwarna merah yang kebetulan ditampung warga Seuneubok akibat pengikisan lapisan seng genteng rumah bantuan untuk korban gempa/tsunami yang dibangun UN Habitat.
Fenomena hujan merah yang sempat mengejutkan ilmuwan dunia terjadi di Kerala, India, pada 2001. Pada awalnya para ilmuwan tidak terlalu peduli karena mengira fenomena di India disebabkan pasir gurun. Namun, setelah dilakukan penelitian mendalam, ternyata unsur merah yang ada dalam air hujan tersebut adalah sel hidup yang diyakini bukan sel dari Bumi.
Pemerintah India menjawab keingintahuan masyarakat dengan melakukan penelitian secara mendalam. Ilmuwan yang terlibat antara lain Godfrey Louis dan Santosh Kumara dari Universitas Mahatma Gandhi. Peneliti mengumpulkan lebih 120 laporan dari penduduk dan mengambil sampel air hujan merah dari wilayah sepanjang 100 kilometer.
Pernyataan bahwa sel merah dari sampel hujan di India adalah sel hidup juga diumumkan peneliti dari Universitas Sheffield, Inggris. Seorang ahli mikrobiologis bernama Milton Wainwright juga mengkonfirmasi bahwa sel merah tersebut adalah sel hidup. Ia menyatakan ini karena ia berhasil menemukan adanya DNA dari unsur sel tersebut walaupun saat itu ia belum berhasil mengekstraknya.
Karena partikel merah tersebut adalah sel hidup, maka para ilmuwan mengajukan teori bahwa sel merah tersebut adalah darah. Mereka beranggapan bahwa ledakan batu meteor tersebut membantai sekelompok kelelawar di udara, namun teori ini ditolak karena tidak adanya bukti-bukti yang mendukung seperti adanya potongan sayap kelelawar dan sebagainya yang jatuh ke bumi.
Dengan menghubungkan antara suara ledakan dan cahaya yang mendahului hujan tersebut, Louis mengemukakan teori bahwa sel-sel merah tersebut adalah makhluk ekstra-terestrial. Ia menyimpulkan bahwa materi merah tersebut datang dari sebuah komet yang memasuki atmosfer bumi dan meledak di atas langit India.
Sebuah studi yang dilakukan oleh mahasiswa doktoral dari Universitas Queen, Irlandia yang bernama Pattrick McCafferty menemukan catatan sejarah yang menghubungkan hujan berwarna dan ledakan meteor.
Kesimpulannya sekarang adalah apakah hujan merah tersebut berasal dari luar bumi? Sebagian ilmuwan yang skeptis serta merta menolak teori ini. Namun sebagian ilmuwan yang lain yang belum menemukan jawabannya, mereka menengok kembali kepada sebuah teori usang yang diajukan oleh seorang ahli fisika Sir Fred Hoyle dan Dr Chandra Wickramasinghe, teori yang disebut panspermia, yaitu sebuah teori yang mengatakan bahwa kehidupan di bumi ini berasal dari luar angkasa.
Menurut kedua ilmuwan tersebut, pada mulanya di luar angkasa terdapat awan gas antar-bintang yang mengandung bakteri. Ketika awan tersebut mengerut karena gravitasi untuk membentuk sistem bintang, bakteri yang ada di dalamnya tetap bertahan hidup di dalam komet. Ketika komet itu terkena sinar matahari, panas matahari mencairkan permukaan es pada komet, lalu bakteri-bakteri tersebut lolos dan tersapu ke planet-planet terdekat.
Nah, apakah hujan merah yang di Sawang sejalan dengan kajian para ilmuwan dengan mengambil sampel di India? Atau misteri di Sawang itu akan segera terjawab, seperti halnya fenomena di Simeulue. Kita tunggu saja.(tz/nasir nurdin)