Mendagri: APBA 2013 Langgar Tiga UU

Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) 2013 senilai Rp 11,785 triliun telah disahkan DPRA Jumat (1/2) lalu. Tapi, setelah

Editor: bakri

BANDA ACEH - Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) 2013 senilai Rp 11,785 triliun telah disahkan DPRA Jumat (1/2) lalu. Tapi, setelah dievaluasi Mendagri selama 15 hari kerja ternyata usulan anggaran kesehatan dan pendidikan di dalam APBA itu belum sesuai dengan perintah tiga UU, yaitu UU Pendidikan, UU Kesehatan, dan UU Pemerintahan Aceh (UUPA).     
Hal itu tercantum dalam Surat Keputusan Mendagri Nomor 903-194 Tahun 2013 tanggal 18 Februari 2013 yang fotokopinya diperoleh Serambi dari beberapa sumber di Jakarta dan Banda Aceh pada Jumat dan Sabtu (23/2) lalu.

Dalam evaluasi tersebut, Mendagri Gamawan Gauzi, antara lain, menyinggung soal alokasi dana pendidikan yang dalam APBA 2013 ternyata baru dialokasikan 18,3 persen atau senilai Rp 2,164 triliun dari belanja total pagu APBA 2013 Rp 11,785 triliun. Seharusnya, menurut UU Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendidikan, anggaran pendidikan minimal dialokasikan 20 persen atau Rp 2,357 triliun.

Anggaran pendidikan itu malah makin besar kekurangannya jika Pasal 182 dan 183 UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh yang dijadikan tolok ukurnya. Sebab, dalam pasal tersebut dinyatakan Pemerintah Aceh wajib mengalokasikan dana pendidikan sebesar 30 persen dari total penerimaan dana bagi hasil migas dan otsusnya. Yang tercantum di dalam APBA 2013 justru masih “jauh panggang dari api”.

Begitu juga dengan alokasi dana kesehatan. Baru 9,42 persen atau Rp 1,065 triliun yang diplot dari total pagu belanja APBA 2013 senilai Rp 11,785 triliun.

Seharusnya, berdasarkan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, minimal dialokasikan 10 persen atau Rp 1,178 triliun dari total pagu belanja APBD/APBA.

Selain soal dana pendidikan dan kesehatan, masih ada beberapa pos anggaran lain yang alokasinya, menurut hasil evaluasi Mendagri, belum terpenuhi sesuai ketentuan. Misalnya, belanja modal. Alokasinya baru 18,92 persen atau senilai Rp 2,229 triliun dari total pagu belanja APBA Rp 11,785 triliun.

Menurut Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, seharusnya alokasi belanja modal itu minimal 29 persen atau senilai Rp 3,417 triliun.

Alokasi anggaran pendidikan, kesehatan, dan belanja modal tersebut belum terpenuhi kuota minimalnya, disebabkan pagu belanja yang besar itu terkuras untuk pemenuhan kebutuhan belanja pegawai, honorer, dana bantuan hibah, dan sosial.

Contohnya, tulis Mendagri dalam SK-nya tanggal 18 Februari 2013 itu, penyediaan anggaran untuk tambahan penghasilan pegawai negeri sipil daerah (PNSD) dan untuk tunjangan prestasi kerja (TPK) mencapai Rp 428,108 miliar.

Selain itu, tambahan penghasilan PNSD berdasarkan pertimbangan objektif lainnya Rp 77,9 miliar, uang lembur PNSD Rp 8,387 miliar, uang makam minum harian pegawai Rp 1,442 miliar, untuk kepala daerah dan wakil kepala daerah Rp 720 juta.

Kecuali itu, anggaran untuk pembayaran honorarium non-PNS mencapai Rp 275,865 miliar, belanja perjalanan dinas PNSD, dan DPRA mencapai Rp 249,260 miliar. Untuk perjalanan dinas dalam daerah Rp 147,113 miliar, luar daerah Rp 89,206 miliar, dan luar negeri Rp 12,9 miliar. Pagu terbesar perjalanan dinas ada pada Sekretariat Daerah Aceh, yakni Rp 26,589 miliar dan DPRA Rp 44,669 miliar.    

Bahkan bantuan dana hibah yang akan diserahkan kepada pihak ketiga nilainya mencapai Rp 3,264 triliun, atau 27,70 persen dari total pagu APBA 2013 senilai Rp 11,785 triliun. Antara lain, untuk dihibahkan kepada Komite Peralihan Aceh (KPA) Pusat Rp 120 miliar yang akan digunakan untuk pemberdayaan masyarakat di bidang perkebunan.

Anggaran untuk Badan Penguatan Perdamaian Aceh (lembaga pengganti BRA) Rp 70 miliar, beasiswa luar negeri Rp 71,068 miliar, dan bantuan lainnya untuk perguruan tinggi negeri dan swasta.

Dalam evaluasinya, Mendagri meminta agar bantuan dan dana hibah yang akan diberikan kepada pihak ketiga itu, dirasionalkan kembali. Kemudian, disesuaikan dengan asas kepatutan dan kepantasan, serta apa dampaknya terhadap daya ungkit ekonomi masyarakat, kualitas, dan mutu pendidikan, derajat kesehatan masyarakat, keagamaan, budaya, olahraga, budaya, dan sosial lainnya.

Berikutnya, ada beberapa mata anggaran yang diusul, akhirnya dilarang untuk dianggarkan, supaya dalam penyesuaian nantinya, disesuaikan dengan ketentuan UU dan peraturan yang berlaku dan tidak dilanggar.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved