Opini

Wali Nanggroe ‘Unfinished Story’

PADUKA Yang Mulia Wali Nanggroe Aceh, Tengku Malik Mahmud Al-Haytar telah dikukuhkan dalam Sidang Paripurna Istimewa DPRA,

Editor: bakri

Oleh Mukhlisuddin Ilyas

PADUKA Yang Mulia Wali Nanggroe Aceh, Tengku Malik Mahmud Al-Haytar telah dikukuhkan dalam Sidang Paripurna Istimewa DPRA, Senin, 16 Desember 2013 lalu. Muncul pertanyaan, apakah cerita tentang mantan pejuang Gerakan Aceh merdeka (GAM) akan berakhir setelah mereka mendapat kekuasaan sebagai Wali Nanggroe, Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati/Wali Kota dan Anggota Dewan? Tentu jawaban sementara, cerita mereka belum selesai. Persis seperti judul buku Dr Hasan Tiro “Diari yang Belum Selesai” (the unfinished diary).

Awalnya, berbicara tentang Wali Nanggroe benar-benar melelahkan. Bukan saja menghabiskan anggaran nasional dan daerah dalam jumlah besar untuk berbagai kepentingan studi banding dulu, kajian akademis, sosialisasi, dan pengukuhannya. Melainkan begitu banyak jiwa terkubur dalam masa konflik dan pascakonflik, dalam upaya melegalkan keberadaan lembaga Wali Nanggroe di Aceh.

Karena itulah, prosesi pengukuhan Wali Nanggroe pada Senin kemarin itu menjadi hari bersejarah bagi sebagian kelompok masyarakat Aceh. Sebagian lagi menjadi ‘peluru’ untuk menembusi sendi-sendi sosial politik masyarakat untuk ‘bercerai’. Berita pengukuhan Wali Nanggroe itu, tentunya, bukanlah akhir dari drama sukacita yang haru-biru untuk satu golongan, dan menjadi penderitaan bagi golongan lain di Aceh. Pengukuhan Wali Nanggroe ini adalah awal dari cerita baru yang belum selesai (unfinished story).

 Belum selesai
Cerita yang belum selesai itu adalah wujud dari rapuhnya ideologi politik dan sosial budaya anak didikan Hasan Tiro. Makanya, masyarakat Aceh akan terus hidup dalam kebimbangan di bawah kepemimpinan mantan pejuang nasionalisme keacehan. Saat ini, nasionalisme keacehan sedang tergadaikan dengan kemitraan politik praktis dengan para mantan jenderal militer yang dulu mereka musuhi. Ini tentu, akan muncul cerita baru yang belum terungkap dibalik kemitraan yang harmonis antar lawan dan kawan.

Masyarakat Aceh percaya, bahwa pengukuhan Wali Nanggroe itu bukan akhir dari segala cerita tentang pemberontakan dan perdamaian. Kita akan dihadirkan cerita-cerita baru dalam spektrum sosial politik pasca-pengukuhan Wali Nanggroe. Cerita baru itu, tentu bukan soal sikap dan kebijakan Jakarta terhadap Aceh (vertikal), melainkan cerita tentang pengkhianatan sesama masyarakat Aceh (horizontal).

Secara filosofis, muasal cerita Wali Nanggroe memang tentang spirit pemersatu dan adat. Namun kemudian, pada tataran praktis akan berfungsi menjadi lembaga politik baru dalam struktur pemerintahan. Politik berbasis anggaran akan mendominasi tentang eksistensinya. Cerita Wali Nanggroe adalah cerita politik kebangsaan Aceh, bukan cerita adat Aceh yang sudah diwakilkan pada Majelis Adat Aceh (MAA) pada masa sebelumnya.

Masyarakat Aceh harus sadar bahwa Jakarta memiliki peran yang signifikan dalam membangun skenario cerita Wali Nanggroe. Kita berharap pasca-pengukuhan Wali Nanggroe ini tidak terjadi ‘perang sosial’. Masyarakat tetap pada posisinya, untuk menikmati cerita-cerita lain yang belum selesai.

Setidaknya, akan muncul lima cerita yang belum selesai, kepada publik setelah pengukuhan Malik Mahmud sebagai Wali Nanggroe: Pertama, cerita kemiskinan. Memasuki dua tahun kepemimpinan Zaini-Muzakir (Zikir), masyarakat Aceh berharap bisa maju dan sejahtera. Apalagi Wali Nanggroe sudah dikukuhkan, maka tidak ada alasan untuk tidak membawa Aceh sejahtera. Cerita di balik pengukuhan Wali Nanggroe tentu akan menjadi pujian dan hujatan, apabila kemiskinan masyarakat terus berlanjut.

Akan muncul pertanyaan, apakah setelah pengukuhan Wali Nanggroe Aceh akan sejahtera? Ataukah Wali Nanggroe dan 11 perangkatnya hanya untuk mengahabiskan uang rakyat untuk gaji dan peralatan kantornya? Tentu itu akan menjadi cerita yang tak pernah usai di balik urgensi keberadaan Wali Nanggroe.

Kedua, cerita ALA dan ABAS. Tidak ada yang bisa membendung gerakan ALA dan ABAS paska pengukuhan Wali Nanggroe. Ini cerita eksistensi dan kekuasaan. Bagi Wali Nanggroe, Provinsi Aceh harus sesuai dengan MoU Helsinki dan UU No.11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA). Tapi bagi pentolan ALA dan ABAS, ini peluang (opportunity) untuk percepatan terbentuknya Provinsi Aceh Leuser Antara (ALA) dan Provinsi Aceh Barat Selatan (ABAS) guna membangun resistensi baru dengan gerakan yang meluas dan membumi.

Ketiga, cerita dokter Husaini. Ini cerita masa lalu dan masa kini. Cerita kontribusi masa-masa perjuangan dan kekuasaan pasca-perdamaian. Masyarakat harus siap menikmati cerita ini lebih vulgar setelah pengukuhan Wali Nanggroe. Cerita ini akan menjadi heroik, lucu dan saling menguliti. Karena ini cerita persahabatan yang belum usai antara mereka.

Keempat adalah cerita perseturuan PNA vs PA. Ini cerita politik sesama mantan kombatan, kombatan yang memiliki Wali Nanggroe masa konflik, dan Wali Nanggroe masa perdamaian. Bagi Partai Aceh (PA) mereka memiliki dua Wali Nanggroe; Hasan Tiro dan Malik Mahmud. Sedangkan bagi mantan kombatan di Partai Nasional Aceh (PNA) mereka hanya mengenal satu Wali Nanggroe; Hasan Tiro. Masyarakat tentu harus menikmati cerita-cerita ini dengan bijak dan santun. Kalau tidak, maka bukan tidak mungkin masyarakat tentu akan menjadi korban seperti masa lalu.

Kelima, cerita politik 2014. Skenario politik 2014 tidak bisa lepas dari ‘fatwa’ Wali Nanggroe. Karena Wali Nanggroe masih menjadi milik politik salah satu partai lokal. Setelah pengukuhan Wali Nanggroe kemarin, tentu akan lahir cerita-cerita baru dari Wali Nanggroe untuk partainya atas nama keseluruhan rakyat Aceh.

Seharusnya, cerita tersebut sudah bisa diakhiri. Bila PA merelakan Malik Mahmud menjadi simbol Aceh, bukan lagi simbol politik partai. Jika PA tetap menjadikan Malik Mahmud sebagai simbol mereka, ini akan terjadi resistensi sosial dan mereduksi kepercayaan pada pemilu 2004. Tapi sebaliknya, jika PA merelakan Malik Mahmud menanggalkan atribut PA, tentu akan menjadi kredit pada Pemilu 2014 nanti.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Adu Sakti

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved