Qanun STOK Majelis Adat Aceh Diusul Revisi

Qanun Nomor 3 tahun 2004 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja (STOK) Majelis Adat Aceh (MAA)

Editor: bakri

BANDA ACEH - Qanun Nomor 3 tahun 2004 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja (STOK) Majelis Adat Aceh (MAA), diusul revisi karena isinya dinilai belum memberikan semangat terhadap UUPA dalam rangka penguatan lembaga adat di Gampong maupun Kecamatan.

“Rencana itu sudah kita sampaikan kepada Komisi VII DPRA,” kata Ketua Majelis Adat Aceh (MAA), Badruzzaman Ismail didampingi Kepala Sekretariat MAA, Syaiba Ibrahim, usai pertemuan dengan Komisi VII DPRA, di ruang rapat Komisi VII DPRA, Rabu (18/3).

Badruzzaman mengatakan, qanun itu lahir didasari oleh UU Nomor 44 tahun 1999 tentang Keistimewaan Aceh. Setelah qanun itu lahir, masih ada dua qanun lainnya yang dilahirkan, yaitu Qanun Nomor 9 tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat, berikutnya qanun Nomor 10 tahun 2008 tentang Lembaga-Lembaga Adat.

“Ketiga qanun sudah lahir, tapi penguatannya di desa dan kecamatan belum berjalan maksimal, makanya untuk memaksimalkan pelaksanaan penguatan adat di gampong dan kecamatan, Qanun Nomor 3 Tahun 2004 perlu direvisi supaya peran penting terhadap penguatan lembaga adat di desa/gampong dan kecamatan semakin kuat,” jelas Badruzzaman.

Dijelaskan, salah satu kelemahan dari isi qanun Nomor 3 itu, salah satunya menyangkut dengan pelantikan lembaga adat di kecamatan dilakukan oleh camat. Sementara camat tidak mempunya kekuatan dalam penyediaan anggaran dalam APBK maupun APBA. “Untuk itu dalam revisi qanun nanti, pelantikan lembaga adat di kabupaten/kota maupun kecamatan dilakukan oleh bupati/wali kota,” imbuhnya.

Ketua Komisi VII DPRA, Ghufran Zainal Abidin MA, mengatakan kalau komisi pada dasarnya setuju atas usul revisi qanun tersebut. Tetapi ia meminta sebelum draft revisi diserahkan, terlebih dahulu harus dikaji kembali secara mendalam agar nanti jangan ada permintaan untuk revisi kembali.

Dikatakannya, fungsi MAA itu antara lain untuk membina dan mengembangkan lembaga-lembaga adat Aceh, membina dan mengembangkan tokoh-tokoh adat Aceh, membina dan mengembangkan kehidupan adat dan istiadat Aceh, dan melestarikan nilai-nilai adat yang berlandaskan syariat Islam.

“Keempat hal ini harus masuk dalam draft revisi qanun. Banyak sudah qanun yang dihasilkan DPRA, tapi karena pada saat membuat draftnya tidak berfikir ke depan, maka qanun yang baru disahkan diminta direvisi,” ujarnya.(her)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved