Gubernur Perintahkan DSI Kaji Qanun Korupsi

Gubernur Aceh, dr H Zaini Abdullah memerintahkan Dinas Syariat Islam (DSI) Aceh untuk mengkaji secara intensiv

Editor: hasyim

BANDA ACEH - Gubernur Aceh, dr H Zaini Abdullah memerintahkan Dinas Syariat Islam (DSI) Aceh untuk mengkaji secara intensiv tentang kemungkinan pemberlakuan Qanun Syariat Islam terhadap pidana korupsi di Aceh. “Bapak Gubernur telah memerintahkan kami untuk menelaah dan mengkaji secara intens terkait rencana penerapan sanksi secara Qanun Syariat Islam terhadap kejahatan korupsi di Aceh,” ujar Kadis Syariat Islam Aceh, Prof DR Syahrizal Abbas kepada wartawan Serambi FM, kemarin.

Menurut Syahrizal, instruksi itu menyahuti aspirasi sebagian masyarakat Aceh untuk diberlakukannya qanun Syariat Islam terhadap kejahatan korupsi di Aceh. Dengan kata lain, rakyat meminta agar koruptor di Aceh dicambuk saja, agar memunculkan efek jera.

Awal pekan ini, Komisi VII DPR Aceh juga menyuarakan perlunya hukuman cambuk terhadap tervonis korupsi di Aceh. Melalui Jubir Komisi VII DPRA, Nurzahri, komisi yang membidangi keagamaan dan budaya itu secara lugas mewacanakan ukubat cambuk sebanyak 100 kali bagi koruptor di Aceh. “Hal ini perlu kita lakukan untuk menimbulkan efek jera bagi yang bersangkutan juga menjadi contoh untuk pejabat lainnya. Sehingga para pejabat publik di Aceh tidak melakukan korupsi,” ujar Nurzahri.

Prof Syahrizal menambahkan, tindakan korupsi masuk koridor jarimah atau pidana, karena merugikan ekonomi Islam. Namun tetap saja dibutuhkan kajian mendalam untuk memastikan apakah perbuatan korupsi itu masuk koridor jarimah.

Jikapun masuk dalam koridor jarimah harus ada pengelompokan yang jelas, apakah masuk segmen takzir (tak disebutkan dalam Alquran dan sunnah) namun melanggar syariah. Atau dalam koridor hudud (tersebut secara jelas dalam Alquran atau sunnah) berikut jenis hukumannya secara jelas. Seperti berzina dengan 100 kali jilid (cambuk) atau juga mencuri dengan hukuman potong tangan.

Lebih lanjut, Kadis SI Aceh itu merincikan, walaupun korupsi itu tak masuk hudud, namun tetap bisa dicambuk hingga 100 kali seperti yang diwacanakan oleh Komisi VII DPRA. Sesuai dengan Qanun nomor 06 tahun 2014 misalnya, perzinahan dicambuk 100 kali, sedangkan kejahatan pemerkosaan bisa dicambuk hingga 110 kali.

Saat ini pihak DSI Aceh sedang melakukan pengkajian soal rencana penyusunan Qanun Kejahatan Korupsi itu. “Jika nantinya sudah memenuhi segala ketentuan dan prosedur, tentu Qanun Korupsi itu segera dirampungkan serta dikaji dengan pihak legislatif,” kata Syahrizal Abbas seraya menambahkan, kajian Qanun Korupsi itu sudah dilakukan Pemerintah Aceh sejak beberapa bulan terakhir.

 Hukuman ganda
Menyangkut wacana hukuman ganda terhadap koruptor, yakni hukuman cambuk serta hukuman mengacu KUHP, seperti yang diwacanakan oleh aktivis antikorupsi yang juga Koordinator Masyarakat Tranparansi Aceh (MaTA), Alfian, Kadis SI Aceh menyatakan hal itu bisa saja dilakukan.

Namun kata final untuk itu tentu ada di tangan hakim selaku pengadil di pengadilan nantinya. “Bisa saja, hakim dengan segala urgensitas dan kapasitasnya memutuskan jika sorang koruptor juga harus menjalani hukuman sesuai KUHP, selain menjalani hukuman cambuk,” tutur Syahrizal.
Dalam konteks ini memang bisa saja tidak berlaku kaidah lex spesialis bagi pelaksanaan hukum di Aceh. Artinya potensi seorang koruptor di Aceh dicambuk serta dibui tetap saja ada.(nur)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved