Lipsus

Kenali Sumber Masalah dan Dampak Perceraian

Perceraian merupakan sebuah keputusan buruk yang seharusnya dapat dicegah jika kedua pihak (suami-istri)

Editor: bakri
Google/net
Ilustrasi 

BANDA ACEH - Perceraian merupakan sebuah keputusan buruk yang seharusnya dapat dicegah jika kedua pihak (suami-istri) saling introspeksi, saling menghormati, dan tak membesar-besarkan masalah yang terjadi dalam membina rumah tangga. Pasangan suami istri juga harus mengetahui dampak buruk yang akan ditimbulkan oleh perceraian.

Demikian disampaikan Dosen Psikologi Unmuha, Dra Endang Setianingsih MPd Psi kepada Serambi Selasa (16/2), menanggapi laporan eksklusif “Banyak Istri Minta Cerai” yang diturunkan harian ini, Minggu (14/2) lalu.

Terkait fakta tingginya gugat cerai yang diajukan istri di Aceh, Endang berpendapat, kondisi ini disebabkan beragam alasan. Seperti kekerasan dalam rumah tangga, faktor perempuan memiliki ekonomi yang mapan sehingga tak takut bercerai, serta adanya dukungan dari orangtua dan lingkungan.

“Kondisi-kondisi seperti ini membuat istri siap untuk bercerai. Apalagi sebagian mungkin sudah dicerai oleh suami, tapi belum sampai ke pengadilan. Sehingga istri yang berinisiatif mendaftarkannya,” ujarnya.

Namun, kata Endang, pada umumnya perceraian disebabkan oleh alasan tidak harmonisnya kehidupan dalam rumah tangga. Ini juga disebabkan hal yang saling terkait seperti krisis keuangan, krisis akhlak, dan adanya orang ketiga. Sebab lain adalah gagalnya komunikasi, perselingkuhan, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), pernikahan tanpa cinta karena nikah terpaksa, dan pernikahan dini.

“Perubahan budaya zaman semakin moderen juga bisa mempengaruhi. Jika dahulu perceraian dianggap hal yang tabu, sekarang ini telah menjadi tren dan gaya hidup banyak pasangan. Muncullah masalah-masalah baru yang berujung seteru panjang. Ada juga sebab karena tanpa keturunan namun ada juga sebab sepele seperti cemburu yang berlebihan,” ujarnya.

Dampak perceraian
Untuk meminimalisir perceraian, Endang berpesan kepada pasutri agar mengetahui dan meresapi dampak buruk dari perceraian. Ada beberapa dampak perceraian secara umum, antara lain dampak untuk istri dan anak-anak.

Jika sebelum bercerai, suami sebagai pencari nafkah sehingga tak ada masalah dalam mengasuh anak, sesudah berpisah maka anak akan jadi korban. Bercerai juga berdampak gangguan emosi karena kandasnya harapan hidup bersama. Selain itu juga bisa menjadi sebuah ketakutan bahwa tak ada lagi orang yang mencintai dan takut berpisah lagi.

Perasaan lain yang mungkin dialami adalah perasaan terhina, mudah marah, dan kesal akibat sikap buruk pasangan. Muncul rasa kesepian karena sudah tidak ada lagi tempat kita berbagi cerita, tempat mencurahkan dan mendapatkan kasih sayang. Bahkan bisa berdampak kepada kesehatan seperti depresi dan hal lain setelah depresi.

Lain adalah munculnya masa puber kedua setelah cerai karena mencicipi kemerdekaan baru. Ini sangat bahaya karena bisa dilalui dengan memburu serangkaian hubungan asmara dengan tujuan mengusir kesepian.

Solusi pencegahan
Untuk menghindari perselisihan yang berlarut, Endang menawarkan beberapa solusi antara lain, kenali sumber masalah dan diselesaikan sebelum meluas. Sumber masalah yang tak diketahui secara persis dapat berpotensi dibesar-besarkan.

Seharusnya mereduksi dengan saling introspeksi dan menghormati. Intropeksi memang sulit dilakukan karena masing-masing pasangan pasti merasa dirinya yang benar. Sebaiknya mulai dengan mengakui kesalahan dengan jujur dan saling meminta maaf. Jika setuju boleh mencoba berpisah rumah sementara dengan tujuan akan bersatu kembali.

Komunikasi juga merupakan pondasi sebuah hubungan. Jadi, seberat apapun situasi yang tengah dihadapi, sebaiknya tetap lakukan komunikasi dengan pasangan. Bahkan setelah pasutri mencoba berpisah. Diskusikan bersama, langkah terbaik apa yang bisa dilakukan untuk menghindari perceraian. Boleh melibatkan keluarga jika pasangan sudah tak dapat diajak berkomunikasi.

Ditambahkan, solusi lain adalah mengingat anak-anak. Keturunan biasanya jadi senjata ampuh untuk meredam konflik pasutri. “Apakah anak harus menjadi korban perceraian karena keegoisan orang tuanya? Lalu setelah cerai kemana dan kepada siapa mereka harus mengadu. Jika menyayangi anak, kesampingkan ego pribadi,” ujar Dra Endang Setianingsih.

“Banyak berdoa dan mendekatkan diri kepada Allah dapat membantu permasalahan. Kemudian, buka lembaran baru bersama pasangan. Jangan pernah mengungkit-ungkit persoalan lama,” imbuhnya.(gun)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved