Bahraini, antara ISIS dan Tabib

SIAPA sesungguhnya Bahraini Agam (37), masih mengundang tanda tanya warga Aceh Utara

Editor: bakri
KOMPAS.com/Yatimul Ainun

SIAPA sesungguhnya Bahraini Agam (37), masih mengundang tanda tanya. Sebagian warga Aceh Utara hanya tahu bahwa dia adalah warga Desa Gunci, Kecamatan Sawang yang ditangkap Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Mabes Polri bersama Polda Aceh dibantu Polres Lhokseumawe pada Sabtu (26/11) pagi.

Melihat kapasitas tim yang meringkusnya, boleh jadi Bahraini seorang teroris yang terkait jaringan Majalengka, Jawa Barat yang barusan terungkap. Tapi, di mata pamannya, Abdul Wahab asal Sawang yang menetap di Jakarta, Bahraini itu hanyalah seorang tabib.

Menurut Abdul Wahab kepada Serambi, Minggu (27/11), setelah ayah Bahraini meninggal di Jakarta saat ia masih kecil, bocah itu dibawa keluarga ayahnya ke Sumatera, sehingga ia menamatkan SD–SMP di Lampung.

Selama merantau ia tinggal bersama keluarganya. Lalu, SMA diselesaikan anak kedua dari lima bersaudara ini di Palembang. Ia akhirnya menikah di ibu kota Provinsi Sumatera Selatan itu. Pada saat itulah Bahraini membuka usaha pengobatan tradisional untuk menafkahi keluarganya. “Jadi, setahu saya, dia hanya seorang tabib,” tegas Abdul Wahab.

Malah, menurut sang paman, empat bulan lalu Bahraini pergi ke tempat pengobatan praktiknya di Jakarta bersama sang istri. Tak lama di Jakarta, ia minta izin pergi ke Bandung dengan alasan ingin menemui temannya. “Setelah dua pekan berada di kawasan Majalengka, dia pulang lagi ke Jakarta. Namun, dia tak pernah cerita soal keterlibatannya di organisasi apa pun,” ujar Abdul Wahab.

Lalu, sebelum pulang ke Aceh, Bahraini membantunya membagi-bagikan brosur pengobatan tradisional sebagai biaya pulangnya ke Medan, sebelum pulang ke Aceh.

“Saya lebih terkejut lagi ketika ada yang bilang, dia sebagai donatur bom. Bagaimana bisa dia jadi donatur bom, sedangkan untuk biaya pulang saja, dia harus membantu saya membagi-bagikan brosur untuk ongkos pulangnya ke Aceh,” sergah Abdul Wahab yang merantau ke Jakarta sejak awal ‘70-an.

Lagi-lagi ia pertegas bahwa setahunya, Bahraini hanyalah seorang tabib. “Pendidikannya cuma tamat SMA dan tidak memiliki pengalaman lain, selain pengobatan herbal,” tegas Abdul Wahab.

Anggota ISIS?
Namun, lain lagi pandangan Al Chaidar MA terhadap Bahraini. Menurut pengamat terorisme ini, Bahraini termasuk salah satu anggota Majuhidin Indonesia Barat (MIB), jaringan Islamic State in Iraq and Syiria (ISIS) di Indonesia yang bermukim di Aceh.

Versi Al Chaidar, Bahraini mulai bergabung dengan Kelompok Cikijing, bagian kelompoknya MIB yang berbasis di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, bersama sejumlah pemuda asal Aceh.

Dosen Antropologi Universitas Malikussaleh (Unimal) ini mengisahkan bahwa pada 2010 ada beberapa pemuda Aceh yang berasal dari wilayah barat Aceh Utara yang bergabung dengan Kelompok Cikijing (nama kecamatan di Majalengka). “Nah, saya duga kuat termasuk Bahraini. Namun, polisi tidak menyebutkan Kelompok Cikijing, melainkan Banjaran,” kata Al Chaidar kepada Serambi di Lhokseumawe kemarin.

Menurut Al Chaidar, Bahraini bergabung dengan Kelompok Cikijing bukan karena persoalan uang, tapi karena ideologi. “Setahu saya, yang menjadi sasaran mereka bukan hanya Gedung DPR RI dan Mabes Polri, tapi juga vihara yang ada di kawasan Lhokseumawe dan Bireuen, termasuk kantor polisi,” ungkap salah satu penulis buku Aceh Bersimbah Darah ini.

Bahraini, lanjut Al Chaidar, termasuk orang yang memesan dan juga donatur dalam teror bom tersebut. Keompok ini memang memiliki keahlian merakit bom yang berdaya ledak tinggi, bahkan tiga kali lipat dari bom Bali II. “Jadi, ini kemajuan bagi mereka, karena sudah mampu merakit bom yang berdaya ledak sangat tinggi dibandingkan sebelumnya,” kata jebolan UGM Yogyakarta ini.

Menurut Al Chaidar, anggota Kelompok Cikijing berasal dari berbagai provinsi. Mulai dari Aceh, Sumatera Utara, Banten, dan sejumlah provinsi yang lainnya. Sebagian mereka sempat mengikuti latihan di Jalin, Jantho, Aceh Besar tahun 2010. “Kelompok tersebut dipimpin Salik Firdaus yang sebelumnya anggota Kelompok Abu Saibah. Sebagian besar mereka berada di Pulau Jawa dan Kalimantan Timur, sebagian lagi tersebar,” katanya.

Abdul Wahab, paman Bahraini yang ditanyai Serambi tentang dugaan Al Chaidar bahwa ponakannya itu terlibat jaringan ISIS, mengaku terkejut dengan sangkaan itu.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved