4 Perempuan Aceh Ini Meraih Penghargaan Internasional, Begini Kisah dan Perjuangan Mereka
Kerajaan Aceh pernah dipimpin oleh empat ratu. Di era modern, Aceh juga banyak melahirkan para perempuan gigih.
Penulis: AnsariHasyim | Editor: Safriadi Syahbuddin
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Sejak dulu perempuan Aceh dikenal gigih berjuang mempertahankan harkat dan martabat bangsanya dari tangan penjajah.
Sebut saja ada Pahwalan Nasional, Cut Nyak Dhien, Cut Mutia, Laksamana Malahayati dan sederet tokoh pejuang lainnya.
Hal yang mengagumkan Kerajaan Aceh pada masa kejayaannya juga pernah dipimpin oleh empat ratu.
Di era modern dan pascakemerdekaan, Aceh juga banyak melahirkan para perempuan gigih.
(Baca: BBC 100 Women 2017 Hadirkan Perempuan Hebat yang Dapat Mengubah Dunia, Siapa Saja?)
Beberapa di antaranya bahkan mendapat penghargaan internasional atas kerja, karya, dan perjuangan mereka.
Berikut ini Serambinews.com menukilkan kisah empat perempuan Aceh yang selama lima tahun terakhir dikategorikan sebagai perempuan perkasa yang layak menerima penghargaan tingkat internasional.
Inilah mereka.
1. Shadia Marhaban
Perempuan ini lahir di Banda Aceh 20 Maret 1969.
Shadia merupakan satu-satunya perempuan yang aktif berpartisipasi dalam tim negosiasi Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di perundingan damai antara Pemerintah RI-GAM pada 2005 di Helsinki, Finlandia, yang menandai berakhirnya konflik bersenjata di Aceh.

Sebelumnya, Shadia bekerja sebagai penerjemah serta menjabat sebagai koordinator Sentral Informasi Referendum Aceh (SIRA).
Pada 1999, bersama SIRA ia mengorganisir jutaan massa tumpah ruah ke Banda Aceh menuntut referendum.
Shadia mengenyam pendidikan tinggi jurusan Hubungan Internasional di Universitas Nasional dan Arabic di American University di Cairo, Mesir.
Bersama sejumlah tokoh perempuan Aceh, Shadia kemudian mendeklarasi lahirnya Liga Inong Aceh (LINA) pada 2006.