Mantan Kadisperindag Aceh Jadi Tersangka Korupsi

Mantan kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Aceh berinisial S, ditetapkan sebagai tersangka

Editor: bakri
MANTAN Kadisperindag Aceh berinisial S, ke luar dari ruangan Subdit III Tipikor Ditreskrimsus Polda Aceh, guna dihadirkan dalam konferensi pers, Rabu (29/11). 

BANDA ACEH - Mantan kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Aceh berinisial S, ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi penyelewengan kas sebesar Rp 900 juta di instansi tersebut pada 2015 silam. S ditetapkan tersangka oleh Penyidik Subdit III Tindak Pidana Korupsi Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Aceh pada November 2016 silam.

Penetapan S sebagai tersangka tindak pidana korupsi disampaikan Dir Reskrimsus Polda Aceh, Kombes Pol Erwin Zadma melalui Kasubdit III Tipikor, AKBP Andrianto Argamuda dalam siaran pers di Mapolda Aceh, Rabu (29/11). “Ini tindak pidana korupsi pada 2015 lalu di Disperindag Aceh. Kami sidik sejak Maret 2016. Pada tanggal 17 September 2017 penyidikan kasus ini sudah P21. Hari ini akan kita lakukan tahap dua, yaitu pelimpahan tersangka dan barang bukti kepada kejaksaan,” kata AKBP Andrianto.

Selain S yang merupakan warga Kota Lhokseumawe, dalam kasus itu juga ditetapkan satu tersangka lainnya berinisial R yang merupakan bekas bendahara Disperindag Aceh saat S menjabat Kadisperindag Aceh.

Menurut Andrianto, tindak korupsi yang dilakukan kedua mantan pejabat itu adalah penyelewengan pengelolaan dan pengeluaran anggaran kas Disperindag Aceh pada tahun 2015.

Dalam proses penyidikan akhirnya diketahui bahwa S dan R melakukan penyelewengan dana kas Disperindag Aceh sebesar Rp 900 juta.

Menurut Andrianto, uang yang seharusnya dialokasikan untuk kepentingan instansi, tapi justru digunakan oleh kedua tersangka untuk kepentingan pribadi mereka. “Dari hasil penyidikan dan audit BPKP Aceh, ditemukan kerugian uang negara dalam kasus ini sebesar 900 juta rupiah. Dana kas dinas diserap untuk kepentingan pribadi,” ungkapnya.

Dari kedua tersangka, polisi berhasil menyita sejumlah barang bukti, yakni tiga sertifikat tanah beserta bangunan di atasnya serta uang Rp 60 juta. Atas perbuatannya itu, kedua tersangka diancam dengan hukuman di atas lima tahun penjara karena dibidik dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. “Soal hukuman itu nanti putusan hakim, tapi ancamannya di atas lima tahun,” ujar Andrianto.

Dalam konferensi pers itu juga disebutkan bahwa penyelewengan dana kas Disperindag Aceh itu memang dilakukan kedua tersangka pada tahun 2015, namun polisi baru bisa melakukan penyelidikan dan penyidikan saat mata anggarannya selesai.

“Jadi, inilah yang perlu disampaikan kepada masyarakat bahwa penanganan kasus tindak pidana korupsi tidak sama dengan penanganan kasus tindak pidana lainnya. Korupsi baru bisa kita sidik jika mata anggarannya sudah selesai. Kasus ini mata anggarannya 2015, otomatis baru bisa kita sidik pada tahun 2016,” sebutnya.

Seusai melakukan penyelidikan, baru kemudian pihaknya menerbitkan laporan polisi pada Maret 2016 dan setelah itu segera dilakukan penyidikan. “Perjalanan penyidikan ini tentulah melibatkan beberapa pihak, termasuk BPKP yang bertugas mengaudit keuangan dan menghitung kerugian negara. Ini yang menyebabkan kasus ini butuh waktu yang tidak singkat,” pungkasnya. (dan)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved