Akmal Ibrahim: Ubah Perencanaan untuk Tumbuhkan Sektor Riil

upati Aceh Barat Daya (Abdya), Akmal Ibrahim SH mengeritik keras perencanaan pembangunan Pemerintah Aceh

Editor: bakri
SERAMBINEWS.COM/RAHMAT SAPUTRA
Bupati Abdya Akmal Ibrahim menanam jagung bersama anggota kelompok Muda Mita Jeulamee di BBU Kecamatan Babahrot, Abdya, Senin (6/11/2017). 

BANDA ACEH - Bupati Aceh Barat Daya (Abdya), Akmal Ibrahim SH mengeritik keras perencanaan pembangunan Pemerintah Aceh yang tidak berorientasi kepada kepentingan publik secara luas. Pemerintah harus mengubah fokus perencanaan dari yang biasa saja untuk menumbuhkan sektor riil.

“Saya kira berita di Harian Serambi Indonesia soal Aceh jadi provinsi termiskin di Sumatera beberapa waktu lalu, itu menunjukkan sektor riil yang seharusnya menampung tenaga kerja banyak tidak berjalan. Ada yang salah dalam perencanaan pemerintah,” kata Akmal saat menjadi narasumber tamu via telepon dalam program cakrawala membahas editorial (Salam) Serambi Indonesia di Radio Serambi FM, Kamis (4/1).

Talkshow itu mengangkat topik berjudul ‘Rasionalisasi Honorer, Kebijakan Serba Salah’. Sebagai narasumber internal adalah Sekretaris Redaksi Harian Serambi Indonesia, Bukhari M Ali, sedangkan host-nya, Vheya Artega.

“Ubah fokus perencanaan dari biasa-biasa saja untuk menumbuhkan sektor riil. Sebenarnya itu peringatan keras, bahwa yang dilakukan itu harus ada cara baru,” tambah Akmal.

Terkait dengan rasionalisasi atau bahasa lugasnya pengurangan tenaga honorer yang dilakukan hampir di seluruh kabupaten/kota di Aceh, ia menyampaikan kepala daerah sudah diberi pengarahan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) bahwa tidak ada tenaga honorer maupun kontrak, kecuali ada hal penting yang dianggap oleh kepala daerah. Tapi untuk pelaksanaannya diserahkan ke kepala daerah masing-masing.

“Dan sudah tidak ada harapan tenaga kontrak itu menjadi pegawai, karena pemerintah akan melakukan seleksi terbuka terhadap calon pegawai, enggak ada lagi kontrak. Sementara itu selama ini gaji honorer sekitar Rp 500 ribu- Rp 600 ribu/bulan, kan salah juga kita menggaji mereka dengan jumlah itu dari sisi kemanusiaanan dan kelayakan sangat tidak masuk akal,” ujarnya.

Olah karena itulah, jumlah honorer dikurangi dan dilakukan seleksi ulang untuk meningkatkan kualitas honorer, serta gaji dinaikkan. “Kita sudah melakukan seleksi ulang dari sekitar 3.800-an sekian, yang kita terima 1.500-an sekian, dan tidak ada perbedaan yang baru maupun lama,” katanya.

Akmal menambahkan, banyak kewenangan yang ditarik ke provinsi sebagai perwakilan pemerintah pusat. Akibatnya, dana alokasi umum kabupaten banyak yang beralih ke provinsi. “Dana alokasi umum kita terus turun sesuai dengan kewenangan yang dialihkan. Pada 2017 anggaran honorer kita itu Rp 36 miliar sudah cukup menggerus membebani anggaran. Maka diperlukan tahapan-tahapan, yang pertama pengurangan anggaran dari Rp 36 miliar, kita sediakan Rp 26 miliar,” sebutnya.

Menurutnya, Abdya mempunyai problematik khusus karena jumlah tenaga honorer yang sudah menyamai pegawai. “Enggak cukup kursi untuk duduk, satu meja bisa lima orang. Ada tenaga yang terbuang dan kita harus bayar sehingga memunculkan problema lainnya,” demikian Akmal.(una)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved