Citizen Reporter
Bu Kulah dan Gulee Pliek pada Acara Maulid di Eropa
PERINGATAN maulid Nabi Muhammad saw sudah menjadi amalan rutin setiap umat Islam di berbagai penjuru dunia
OLEH TGK ABDUL RAZAQ RIDHWAN, alumnus Mudi Mesra Samalanga dan Pembina Majelis Zikir Kota Langsa (Mazka), melaporkan dari Denmark
PERINGATAN maulid Nabi Muhammad saw sudah menjadi amalan rutin setiap umat Islam di berbagai penjuru dunia. Agenda maulid yang dirayakan setiap tahun itu memberikan arti yang begitu besar dan mengajarkan kita banyak hal tentang perjuangan risalah Nabi Muhammad, nabi akhir zaman.
Dalam praktiknya, maulidur rasul bukan hanya dirayakan oleh warga Aceh di Aceh, tapi juga oleh warga Aceh yang berdomisili di Eropa, khususnya di Denmark, seperti yang saya hadiri Sabtu (6/1/2018) lalu.
Setiap tahunnya mereka mengundang dai dari Aceh, seperti Teungku Mulyadi, Teungku Yusri Puteh, Teungku Hermansyah, dan ada juga dai dari negara Denmark. Tahun ini, tepatnya tanggal 20 Rabiul Akhir 1439 H, bertepatan dengan tanggal 6 Januari 2018 saya diundang dan dipercaya oleh warga Aceh di Denmark untuk memimpin selawat bersama dan mengisi ceramah maulidur rasul.
Ini kehadiran saya untuk kedua kalinya di bumi Eropa atas undangan warga Aceh dan kerja sama dengan Majelis Zikir Kota Langsa (Mazka). Selain mengisi acara maulidur rasul di Denmark, saya juga menegadakan pengajian dan selawat ke rumah-rumah warga Aceh yang ada di Denmark, Norwegia, dan Swedia.
Bagi mereka yang tak bisa merayakan maulid di kampung halaman sedikit terobati dengan diadakannya acara seperti ini, mengingat nilai-nilai kekeluargaan sangat terasa pada saat masyarakat Aceh di Eropa berkumpul pada acara maulid nabi.
Dalam keadaan cuaca yang sangat dingin, karena perayaan maulid kali ini bertepatan dengan musim salju, acara maulidur rasul di Denmark ini diawali dengan shalat Zuhur berjamaah, kemudian dilanjutkan dengan acara kenduri bersama.
Makanan yang disajikan tak jauh beda seperti di Aceh juga. Ada bu kulah, gulee pliek u (fatarana), bu leukat, mi aceh, dan lain-lain. Hampir semua kuliner khas Aceh disediakan pada acara tersebut, sehingga perayaan maulid di Eropa hampir tak jauh beda dengan di Aceh.
Setelah jamuan makan, kami lanjutkan dengan shalat Asar. Setiap musim dingin di negara-negara Semenanjung Skandinavia ini waktu malamnya lebih panjang daripada siang, sehingga jarak waktu antara zuhur dan asar hanya selisih satu jam.
Acara dilanjutkan dengan zikir dan selawat bersama. Saya memimpin acara selawat. Melihat betapa semangat dan semaraknya warga Aceh di Eropa dalam melantunkan selawat, syair-syair pujian kepada Rasulullah saw, ini membuktikan betapa besarnya kecintaan dan kerinduan kepada Nabi Muhammad saw. Hampir satu jam lebih kami melantunkan selawat dan zikir.
Sebelum shalat Magrib panitia memulai acara dengan menampilkan anak-anak Aceh berpidato dan melantunkan syair-syair Aceh. Saya sangat senang melihat anak-anak Aceh di Eropa. Ketakjuban saya pada anak-anak Aceh yang lahir di negeri tersebut tidak membuat mereka lupa pada bahasa nenek moyang (indatu)-nya, padahal mereka sama sekali belum pernah menginjakkan kakinya di Aceh. Mereka mampu berbahasa Aceh dengan fasih melebihi anak Aceh di kota-kota di Aceh. Selain bahasa Aceh yang “meu-Aceh” juga belajar bahasa Denmark dan bahasa Inggris bahkan mereka ada yang bisa bahasa Jerman dan Spanyol.
Yang membuat saya bangga adalah adanya beberapa anak Aceh yang melanjutkan pendidikan mereka ke pondok pesantren di Aceh, seperti pondok Pasantren Mudi Mesra Samalanga, Paloh Gadeng, dan lain-lain.
Setelah shalat Magrib saya memberikan tausiah maulid kepada masyarkat Aceh. Saya ajak seluruh warga Aceh di Eropa untuk terus meningkatkan ketakwaan kepada Allah dan merayakan acara hari-hari besar Islam di Eropa ini. Jika acara hari-hari besar Islam diadakan di Aceh itu sudah biasa, tapi apabila kegiatan hari besar Islam dimeriahkan di Eropa, nah itu yang luar biasa.
Di samping itu saya juga mengimbau para orang tua di Eropa untuk mendidik anak mereka dalam tiga hal, sepeti sabda Rasullulah saw: Ajarilah anakmu tiga perkara, cinta kepada nabi, cinta kepada sahabat, dan keluarganya, ajari mereka Alquran serta ilmu-ilmu agama, dan teruslah menghidupkan pengajian-pengajian.
Dalam kesempatan ini saya juga menghidupkan program guru yang mulia Abu MUDI Samalanga yaitu pengajian Tastafi (Tasawuf, Tauhid, dan Fikih) di Denmark, Norwegia, dan Swedia.