Puluhan Gajah Kuasai Dusun Geuni di Tangse
Sebanyak 27 ekor Gajah liar hingga Selasa (16/1), dilaporkan belum keluar dari perbukitan yang masuk wilayah Dusun
SIGLI - Sebanyak 27 ekor Gajah liar hingga Selasa (16/1), dilaporkan belum keluar dari perbukitan yang masuk wilayah Dusun/jurong Geuni, Gampong Lhok Keutapang, Kecamatan Tangse, Pidie. Kawanan gajah dalam kelompok besar ini diketahui warga sudah dua minggu melahap tanaman kebun warga yang berada di jalur hutan Tangse.
Keuchik setampat, Mustafa Nurdin, mengatakan bahwa tanaman yang menjadi sasaran adalah makanan utama gajah mulai dari tumbuhan muda seperti padi, tomat, cabai, jagung, hingga pucuk pohon pinang dan cokelat (kakao), tak ada yang tersisa.
Padahal, jenis tanaman ini merupakan sumber pendapatan utama warga di kawasan itu, yang juga ditetapkan pemerintah sebagai kawasan percontohan khususnya untuk tanaman kakao.
Menurutnya, jenis tanaman di daerah ini harus diganti agar tak sia-sia, karena sepanjang tahun gerombolan gajah pasti melintasi lagi kawasan ini, bahkan mungkin dengan jumlah yang lebih banyak. Sehingga, kehancuran ekonomi masyarakat miskin di dusun terpencil ini, akan semakin membuat masyarakat depresi.
Ia mengatakan, pemerintah sering bersikap membiarkan masyarakatnya dihadapkan dengan dilema, dan malah akan menghukum tanpa ampun bagi warga yang membunuh binatang ini. Padahal bagi warga, hal ini menjadi urusan hidup dan mati yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara, karena ancaman amukan gajah sudah pada tingkat mengkhawatirkan.
Ditambah lagi derita kemiskinan akibat tak ada lagi yang bisa dijual dari hasil kebun, membuat warga semakin melarat, bahkan terganggu jiwa. “Ketidakmampuan pemerintah mengatasi gangguan gajah adalah kegagalan negara melindungi warganya. Nyawa masyarakat terancam. Karena itu, jangan menghukum warga jika kemudian meracun hewan ini, karena pemerintah sendiri tidak mampu membagi ruang hidup secara adil, mana yang untuk manusia dan mana kawasan untuk habitat hewan liar,” tukas Keuchik Lhok Keutapang itu.
Keuchik Lhok Keutapang, Tangse, Mustafa, mengatakan masyarakat sangat berterima kasih jika petugas Conservasi Respon Unit (CRU) bisa langsung ke lokasi saat ada laporan warga terkait gangguan gajah. Karena masyarakat perlu koordinasi dan edukasi cara menggiring hewan itu tanpa menyakitinya, guna menghindarkan amukan hewan berbadan sepuluh kali badan manusia itu.
Seperti informasi terbaru dari warga, gerombolan gajah itu terus berpindah tempat antara perbukitan Dusun Geuni, ke Gampong Alue Calong, hingga Pulo Ie dan sekitarnya yang masih dalam kawasan hutan Tangse. Saat siang mereka bersembunyi di hutan. Namun saat malam, gajah berukuran dewasa dan anak-anak yang jemlahnya terus bertambah, menggerayangi kebun warga yang memang menanam banyak tumbuhan favorit hewan tersebut.
Upaya menggiring secara tradisional sudah pernah dilakukan warga, namun sia-sia karena keterbatasan pengetahuan warga dan minimnya sarana. Sementara, pihak dinas terkait malah saling lempar tanggung jawab atau beralasan tidak ada anggaran. Padahal warga hanya berharap ada petugas dengan keahlian khusus pengendalian gajah, yang ditempatkan di CRU, untuk mengoordinasikan tindakan darurat.
Anggota DPRK Pidie, Muhammad, Selasa (16/1) menginformasikan, dalam beberapa hari ini akan diturun dua ekor gajah jinak dari CRU Saree dan CRU Mane, guna menghalau kawanan gajah yang berkeliaran di perbukitan Dusun Geuni dan sekitarnya di Kecamatan Tangse.
Ia pun meminta dinas/instansi terkait juga salign koordinasi yang menghilangkan ego lembaga dalam tolak-tarik penanganan hewan yang dilindungi undang-undang ini.
Menurutnya, konflik gajah dengan manusia cenderung meningkat, dengan korban nyawa di kedua pihak. Jika memang hewan ini dianggap penting oleh negara, maka negara mulai dari pemerintah pusat hingga pemerintah gampong harus bekerja melindungi keduanya. Tanpa harus ada yang dikorbankan.
“Apalagi hutan Aceh masih sangat luas. Karena itu, pengelolaan tata ruang juga menjadi amanat undang-undang yang harus disusun dan dijalankan dengan baik. Bukan dijadikan ajang tawar-menawar politik terkait penguasaan lahan/hutan,” tegasnya.(aya)