Akmal: Pergubkan Saja RAPBA 2018

Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf mestinya sudah harus mengakhiri ketidakpastian anggaran Aceh dengan mem-pergubkan

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Akmal: Pergubkan Saja RAPBA 2018
AKMAL IBRAHIM, Bupati Abdya

BANDA ACEH - Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf mestinya sudah harus mengakhiri ketidakpastian anggaran Aceh dengan mem-pergubkan APBA 2018. Penundaan bukan hanya membuat spekulasi anggaran makin liar dan bahkan melebarkan konflik kepentingan, tapi juga akan melalaikan tanggung jawab pemerintah, terutama bidang pelayanan dan pembangunan.

Pendapat tersebut disuarakan Bupati Abdya yang ditemui Serambi, Rabu (24/1) sore di Banda Aceh. Selain Akmal, pendapat yang minta RAPBA 2018 di-pergubkan juga disampaikan oleh Bupati Aceh Besar Mawardi Ali dan Bupati Simeulue Erly Hasyim.

Akmal Ibrahim mengatakan, mulai 2018 pengelolaan dana Otsus sepenuhnya ditarik ke provinsi. Pada tahun ini juga, sudah sekitar sembilan kewenangan beralih dari kabupaten/kota ke provinsi. Pengalihan kewenangan ini, kata Akmal diikuti pengurangan alokasi anggaran. Akibatnya, jumlah anggaran kabupaten/kota saat ini terus menurun.

“Gubernur memang pernah mendiskusikan keinginannya untuk membangun sinergi dan harmonisasi politik, utamanya dengan DPRA. Bahkan beliau bersedia memperbesar alokasi dana aspirasi dan berharap bisa melakukan pembahasan bersama. Sayangnya sekarang, sisa waktu sudah tak ada. Dengan segala kebesaran jiwa, harus ada keputusan untuk memastikan hak-hak rakyat tidak terabaikan, sesegera mungkin,” kata Akmal.

Akmal menandaskan, Pergub adalah solusi konstitusional yang diberikan oleh undang-undang ketika mekanisme normal tidak mampu mencapai kesepakatan hingga 60 hari. “Jadi jangan apriori dengan Pergub. Itu hak konstitusional, hak legal yg diberikan oleh UU. Hak konstitusional gubernur ini juga tidak menghapus hak-hak konstitusuional DPRA, seperti hak kontrol dan hak legislasi. Biasa sajalah itu. Dalam soal anggaran nggak sepakat, dalam soal lain kan bisa sepakat,” kata Akmal.

Seharusnya, lanjut Bupati Abdya tersebut, pengesahan RAPBA 2018 sudah selesai di akhir November atau sebulan sebelum anggaran baru berjalan. “Ini sudah molor sampai berbulan-bulan. Sementara mulai 1 Januari 2018, kecuali gaji, seluruh operasional pemerintah sudah tidak boleh dikeluarkan sebelum pengesahan anggaran,” ujar dia.

Dia menjelaskan, Pergub merupakan keputusan legal dan solusi konstitusional yang diberikan kepada kepala daerah. Keputusan itu baru bisa dilakukan apabila setelah 60 hari pembahasan anggaran tidak dicapai kesepakatan, maka kepala daerah bisa mengeluarkan Pergub sesuai Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

“Untuk menyelamatkan pemerintahan dan pelayanan, saran saya ada dua. Pertama Pergub-kan RAPBA dan kedua, Plt-kan atau lantik pejabat baru. Kalau belum memenuhi syarat menurut ASN, Plt-kan. Kepala daerah yang dilarang melantik pejabat baru, mem-Plt-kan tidak apa-apa agar mereka tidak ragu-ragu lagi. Menurut saya dua itulah obat Aceh untuk saat ini,” sarannya.

Dengan dua saran ini, sambungnya, Gubernur Aceh bisa memiliki aparatur pemerintah yang loyal. Sehingga, pejabat yang menduduki jabatan kepala dinas tidak lagi terikat dengan persoalan masa lalu atau sponsor. “Menurut saya tidak ada solusi lain, Pergub-kan dan Pltk-kan seluruh SKPA,” tegas Akmal.

Kalau Gubernur tidak mem-Pergub-kan sekarang, menurut Akmal Gubernur telah melanggar undang-undang tentang perencanaan keuangan daerah.

Ekonomi ketok palu
Pihak yang paling dirugikan dengan macetnya pengesahan RAPBA adalah rakyat dan pemerintah bawahan. Bukan hanya karena dana otonomi khusus (otsus) kabupaten/kota sudah dikelola provinsi, tapi sekitar sembilan kewenangan kabupaten/kota mulai tahun ini juga sudah dikelola oleh provinsi. Peralihan kewenangan ini juga mengakibatkan peralihan keuangan dari kabupaten/kota ke provinsi. Akibatnya, keuangan kabupaten/kota berkurang drastis, sementara anggaran provinsi naik drastis.

“Kalau anggaran provinsi macet, maka otomatis kabupaten/kota ikut macet. Hampir semua kabupaten/kota sekarang mengalami krisis keuangan alias defisit. Jangankan untuk dana pembangunan, belanja pegawai dan operasional saja harus diirit seirit mungkin,” jelas Akmal.

“Secara ekonomi juga akan terjadi stagnasi. Uang pemerintah selama ini menjadi stimulan untuk mendorong aktivitas ekonomi. Ketergantungan orang kepada anggaran pemerintah sangat tinggi. Jadi bukan hanya pemerintah yang stagnan, tapi juga dunia usaha dan masyarakat, karena ekonomi kita ekonomi ketok palu,” pungkasnya.

Kompromi
Bupati Aceh Besar, Mawardi Ali juga pesimis pengesahan RAPBA 2018 bisa tercapai secara mekanisme normal. Sebab, hingga kini KUA PPAS perubahan yang diajukan eksekutif belum dibahas oleh legislatif. Kendati demikian, Mawardi tetap mendorong kedua belah pihak untuk kompromi lagi agar tercapainya satu kesepakatan yang berpihak kepada rakyat.

Menurutnya, keterlambatan pengesahan RAPBA sangat berdampak pada macetnya pembangunan di daerah. Sebab, masing-masing daerah memiliki porsi dana otsus yang dikelola oleh provinsi. Seharusnya, provinsi sudah bisa melakukan tender program pembangunan dari dana otsus yang diusulkan oleh kabupaten/kota.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved