Dunia Khawatirkan Kerusakan KEL
Forum Global Green yang berlangsung di Liverpol, Inggris, pada April 2017, ternyata turut membicarakan kerusakan
BANDA ACEH - Forum Global Green yang berlangsung di Liverpol, Inggris, pada April 2017, ternyata turut membicarakan kerusakan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) yang turut menjadi perhatian masyarakat dunia.
Hal itu i diungkap Presiden Partai Atjeh Hijau (PAH), Zahrul SH, menanggapi liputan eksklusif yang dimuat Serambi, Senin (11/2), dengan judul “KEL Dijarah, Siapa Rugi?”
Ia mengungkapkan, kerusakan KEL seperti yang terjabarkan dalam pemberitaan Serambi kemarin, tidak hanya merugikan masyarakat Aceh, tapi juga merugikan masyarakat dunia.
Meski pembahasan tentang kerusakan KEL dilakukan di luar forum resmi, namun perhatian para peserta forum cukup tinggi. Sehingga ia harus melayani banyak pertanyaan dari puluhan anggota delegasi, khususnya dari beberapa negara Eropa, Amerika, dan Asia Pasifik.
“Delegasi dari 90 negara yang hadir di Forum Global Green itu khawatir terhadap kerusakan hutan Leuser, termasuk hutan Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Apalagi hutan tropis Amazon dianggap tak mampu lagi menyerap karbon dalam jumlah besar,” katanya.
Kekhawatiran ini juga disebabkan beberapa negara seperti Amerika Serikat dan sebagian besar Eropa, telah mengalokasikan dana secara khusus untuk membantu Indonesia, termasuk Aceh, guna membantu mengatasi persoalan serius di negara mereka akibat pemanasan global.
Karena negara-negara di belahan utara bumi ini memang menjadi wilayah yang paling merasakan dampak ekstrem atas pemanasan global. Seperti naiknya air laut yang disebabkan mencairnya es di kutub bumi sehingga membuat sebagian daratan menyusut dengan cepat, berkurangnya persediaan air tanah, musim kering yang semakin panjang, badai yang semakin sering melanda, dan ancaman wabah yang mengerikan akibat perubahan iklim secara ekstrem.
“Dana yang dihibahkan untuk pelestarian hutan di Indonesia termasuk untuk melestarikan KEL di Aceh ini merupakan dana publik (pajak) yang dikutip dari warga mereka, untuk mengatasi sejumlah ancaman bencana ekologi di negara tersebut. Jadi, wajar mereka complain atas kerusakan KEL. Padahal, mereka sangat berharap pelestarian hutan di Indonesia dapat meminimalisir ancaman bencana tersebut,” ungkap Zahrul.
Ia menjelaskan bahwa kehadirannya di forum negara-negara yang memiliki partai hijau (green party) itu bersama pengurus Partai Hijau Indonesia (PHI), atas undangan panitia Global Green dan rekomendasi pimpinan Asia Pacifik Green Federation (APGF) yang telah mengakui keberadaan PAH dan PHI yang kini juga resmi menjadi anggota APGF dan Global Green.
Misi dari APGF dan Global Green ini adalah mendorong kebijakan politik hijau khususnya di negara-negara yang telah meratifikasi Persetujuan Paris. Karena Indonesia juga telah meratifikasinya, maka Indonesia juga terikat secara hukum untuk melaksanakan isi Persetujuan Paris tersebut.
“Karena itu, kerusakan KEL kini tidak lagi menjadi persoalan Aceh semata, tapi juga menjadi persoalan dunia. Karena faktanya, masyarakat dunia juga dirugikan atas kerusakan situs alam warisan dunia yang telah ditetapkan oleh Unesco itu,” pungkasnya.(yat)