Opini

Membangun Semangat Literasi

AYAT di atas memberi inspirasi dan motivasi dalam membaca dan menulis menjadi empat hal

Editor: bakri
SERAMBINEWS.COM/YARMEN DINAMIKA
Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI, Dr Nadjamuddin Ramly MSi, saat menutup Bimbingan Teknis (Bimtek) Diplomasi Budaya Damai pada Generasi Muda di Hotel Hermes, Banda Aceh, Kamis (14/4/2016). 

(Untuk Memajukan Generasi Muda Aceh)

Oleh Murni

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan pelantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. al-`Alaq: 1-5)

AYAT di atas memberi inspirasi dan motivasi dalam membaca dan menulis menjadi empat hal: Pertama, perintah membaca dan menulis; Kedua, perintah mencari ilmu pengetahuan; Ketiga, inspirasi tradisi manajemen dan administrasi, dan; Keempat, bahasa-bahasa Alquran yang identik dengan tradisi literasi. Lalu, mengapa dalam Alquran diserukan agar umat Islam memperkuat tradisi membaca dan menulis?

Ternyata membaca menimbulkan pengaruh yang sangat luar biasa kepada orang yang memiliki hobi yang kuat dalam dirinya. Karena dengan membaca akal pikiran semakin berpengaruh untuk belajar menjadi bijaksana, sedangkan menulis adalah sebuah cacatan sejarah waktu tidak mungkin terulang kembali. Suatu peradaban zaman akan dapat dinilai dan juga dijadikan rujukan setelahnya, tidak lain karena peninggalan karya-karya dalam tulisan. Ada satu pepatah, “Yang terucap akan terbawa angin dan yang tertulis akan tetap abadi.”

Seorang ulama besar, Ismail Raji al-Faruqi yang telah menerbitkan sebuah buku berjudul The Cultural Atlas of Islam (New York: Macmillan Publishing Compani, 1986) menjelaskan bahwa pada awal abad ke-7 Masehi, tradisi penulisan telah ada di kawasan Jazirah Arab. Namun tradisi baca-tulis belum banyak dipraktikkan oleh orang-orang sezaman dengan Nabi Muhammad saw. Karya sastra berbentuk syair dan prosa yang biasa diciptakan sebagian besar masyarakat ini pun tidak ditulis, melainkan hanya dihafal dan dibaca dalam bentuk sebenarnya. Nabi saw sendiri juga tidak pernah mempelajari ilmu baca-tulis, meskipun beberapa di antara keluarga dan sahabatnya dapat menulis. Sampai akhirnya wahyu pertama turun dan Nabi memerintahkan kepada beberapa sahabat untuk menulis ayat demi ayat yang turun secara kontinyu.

Sementara menurut Quraish Shihab, membaca adalah syarat utama guna membangun peradaban. Semakin luas wilayah bacaan, maka semakin tinggi pula peradaban. Begitu pula sebaliknya.

Literasi Aceh zaman old
Berbicara tentang literasi pada zaman dulu Aceh merupakan budaya literasi yang sangat luar biasa. Bagaimana tidak, pada masa Kerajaan Aceh Darussalam perkembangan literasi di Aceh dalam hal ini manuskrip dapat diklasifikasi sebagai: Pertama, manuskrip karya ulama Aceh, dan; Kedua, manuskrip yang berbahasa Aceh. Tipologi pertama berada pada periode lebih awal abad ke-17 M, bertahan hingga periode kolonial Belanda di akhir abad ke-19 M.

Mayoritas para ulama Aceh ternyata merupakan tokoh penting di masyarakat dan bahkan sebagian dari mereka adalah pemimpin dayah, aktif membaca serta menulis karya-karya intelektual sebagai pegangan hidup masyarakat Aceh pada saat itu. Contohnya, Syeikh Hamzah Fansuri. Karya beliau menjadi pondasi kuat dalam eksistensi keilmuan dan keagamaan di Aceh, dari karya ulama dayah ini terbitlah kitab tafsir Tarjuman al-Mustafid, kitab tafsir pertama dan satu-satunya berbahasa Jawi di Nusantara.

Selain itu, ada ulama lain yang sudah tidak asing lagi di telinga kita dan dikagumi di Nusantara yaitu pemimpin zawiyah Menara Kuala Aceh, Syekh Abdurrauf yang hidup sezaman dengan Sultanah Safiyatuddin Tajul Alam berdaulat (1641-1675 M) termasuk tiga Sultanah setelahnya. Syekh Abdurrauf merupakan ulama yang paling produktif menulis dalam berbagai perspektif ilmu.

Periode berikutnya adalah “Kitab Lapan” di sini Syekh Abdullah al-Asyi menyusun Kitab yang diberi nama asli Jam’u Jawami’ al-Mushannafat dari karya-karya delapan ulama Aceh sebelumnya, termasuk Tgk Muhammad Khatib Langgin yang merupakan satu bacaan wajib di jenjang dayah Salafiyah di Aceh. Kemudian dalam bidang karya sastra berbahasa Aceh, awalnya muncul pada abad ke-17 M, lalu berkembang di abad ke-18 M, dan semakin pesat pada abad ke-19 M.

Dari tangan-tangan ulama dayah Aceh yang terampil inilah lahir beberapa karya sastra berbahasa Aceh. Dalam bidang perang, Tgk Chik Muhammad Pante Kulu berhasil menulis naskah Hikayat Prang Sabi (Perang Sabil), menjadi semangat dan sumber rasa solidaritas dan identitas personal sebagai masyarakat Islam Aceh melawan musuh yang digolongkan sebagai orang kafir. Lalu ada Tgk Uri ibn Mahmud ibn Jalaluddin ibn Abdussalam dikenal Nya’ Ahmad sukses menulis naskah Nasihat Ureueng Muprang (Nasehat Pejuang Perang) pada 1894 M.

Termasuk penulisan prosa dalam bahasa Aceh, di antaranya Sipheuet Dua Ploh (Sifat Dua Puluh) dan Beukeumeunan (Kalau Demikian).

Pada periode yang sama dari Kabupaten Aceh Besar ada Teungku Abdul Wahab ibn Muhammad Saleh (Teungku Chik Tanoh Abee) (w. 1314 H/1896 M), sukses menulis naskah Nazam Prang Sabi, Kitab Tadzkirat al-Rakidin juga menjadi inspirator dan membangkitkan api semangat rakyat Aceh melawan Belanda dan penindasan. Seorang ulama dayah juga dari Aceh Besar yaitu Tgk Chik Kuta Karang (1307 H/1889 M) telah berkarya dalam mengarang Kitab Tadzkirat al-Rakidin.

Dalam bidang transliterasi ulama-ulama dayah berperan dalam proses transliterasi bahasa Arab ke bahasa Aceh berbagai bidang, seperti Ulama besar asal Meureudu Syeikh Ismail bin Ya’kub (terkenal Teungku Chik Pantee Geulima) yang syahid berperang melawan belanda di Benteng Kuta Bate Iliek Jumát 3 Februari 1901 M juga berhasil menulis karyanya yang berjudul Hikayat Maleem Dagang. Tgk. Faqih Jalaluddin (Teungku di Lam Gut) dengan kitab Tanbihoy Rapilin (Tanbih al-Ghafilin: Peringatan bagi Orang Lalai).

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Adu Sakti

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved