Pusat tak Ada Niat Ambil Alih Baitul Asyi

Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla menyatakan tak ada niat pemerintah pusat untuk mengambil alih wakaf Aceh

Editor: bakri
SERAMBI/M NASIR YUSUF
WALI Nanggroe Malik Mahmud Al Haitar memberikan testimoni tentang perundingan damai Aceh-RI dan peranan Jusuf Kalla menuju Aceh Damai. SERAMBI/M NASIR YUSUF 

* Pernyataan Wapres kepada Wali Nanggroe

JAKARTA – Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla menyatakan tak ada niat pemerintah pusat untuk mengambil alih wakaf Aceh di Mekkah, yakni Baitul Asyi.

“Ide investasi di tanah wakaf Baitul Asyi masih berupa wacana, karena pemerintah punya 100 triliun rupiah dana haji yang hanya bisa diinvestasikan pemerintah pusat di Saudi Arabia,” kata Wapres RI kepada Wali Nanggroe Malik Mahmud Al-Haythar dan rombongan yang melakukan kunjungan silaturahmi ke Kantor Wapres, Jakarta, Selasa (20/3).

Dalam pertemuan yang berlangsung 1,5 jam itu, Wali Nanggroe Malik Mahmud didampingi Ketua DPA Partai Aceh yang juga Ketua KONI Aceh, H Muzakir Manaf, Sekretaris Jenderal Partai Aceh, Kamaruddin Abubakar (Abu Razak), Senator Aceh Fachrul Razi MIP, dan Staf Khusus Wali Nanggroe, Dr Mohammad Rafiq.

Saat itu Jusuf Kalla juga menambahkan bahwa tidaklah mudah bagi pemerintah pusat untuk dapat mengelola Baitul Asyi tersebut karena statusnya merupakan tanah wakaf dari Habib Abdurrahman Al-Habsyi atau Habib Bugak Asyi. Tanah dan bangunan itu kini berada di bawah pengelolaan nazir Aceh di Mekkah yang dikelola secara turun-temurun di bawah pengawasan Kerajaan Saudi Arabia.

Dalam pertemuan tersebut, sebagaimana diceritakan Senator Fachrul Razi kepada Serambi di Jakarta kemarin, Wali Nanggroe mengharapkan Wapres Jusuf Kalla serius membantu penyelesaian realisasi butir-butir MoU Helsinki dan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) sebelum berakhirnya masa jabatan Wapres pada tahun 2019.

Poin-poin turunan UUPA yang belum tuntas itu, menurut Malik Mahmud, antara lain bendera dan lambang Aceh, efektivitas kelembagaan Wali Nanggroe, implementasi Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Bersama Bagi Hasil Minyak dan Gas di Aceh dan Peraturan Pemerintah tentang Kewenangan Pemerintah Pusat yang Bersifat Nasional di Aceh, termasuk Peraturan Presiden tentang Pertanahan di Aceh.

“Semangat perdamain harus dijaga dan Pak JK (panggilan Jusuf Kalla -red ) merupakan bagian penting dari perdamaian Aceh,” ujar Malik Mahmud Al-Haythar.

Mengutip hasil pertemuan itu, senator Aceh Fachrul Razi menjelaskan, Tgk Malik Mahmud mengharapkan soal bendera dan lambang bisa segera mendapat kepastian. “Sebab qanunnya sudah selesai, tapi ternyata belum bisa dijalankan. Tentu tidak bisa terus menggantung seperti itu,” ujar senator yang pernah menjadi Juru Bicara Partai Aceh itu.

Kepada Wapres juga disampaikan permasalahan wakaf Baitul Asyi, persiapan Aceh sebagai tuan rumah PON 2024, pelaksanaan PP kewenangan Aceh dan PP Migas, serta Keppres tentang Pertanahan, serta Daerah Otonomi Khusus Aceh.

Fachrul Razi meminta Wapres mengintervensi kebijakan pusat melalui Mendagri yang masih melemahkan kewenangan Wali Nanggroe, baik secara wewenang maupun anggaran Lembaga Wali Nanggroe. “Ini sangat berpengaruh terhadap kinerja dan keberadaan Lembaga Wali Nanggroe di Aceh,” ujar Fachrul Razi.

Sementara itu, Muzakir Manaf menyampaikan persiapan Aceh menjadi tuan rumah PON 2024 serta meminta dukungan dari Wapres Jusuf Kalla. Mualem yang juga Ketua Umum KONI Aceh itu memastikan bahwa Aceh sudah sangat siap sebagai tuan rumah PON 2024 bersama Sumatera Utara.

Sedangkan Sekjen Partai Aceh Pusat, Abu Razak menyampaikan perkembangan Partai Aceh yang baru saja melaksanakan Musyawarah Besar dan menetapkan Muzakir Manaf sebagai Ketua Umum Partai Aceh. “Saat ini kami sedang mempersiapkan pelantikan,” kata Abu Razak. (fik)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved