Prokontra Pergub Cambuk

DPRA: Pergub Pemindahan Hukuman Cambuk Ilegal

SECARA terpisah, kemarin Serambi juga mengonfirmasi kepada Ketua DPRA, Tgk Muharuddin apakah

Editor: bakri
DOK SERAMBINEWS.COM
Ketua DPRA, Tgk Muharuddin 

SECARA terpisah, kemarin Serambi juga mengonfirmasi kepada Ketua DPRA, Tgk Muharuddin apakah pengeluaran Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Hukuman Acara Jinayat itu pernah dikoordinasikan dengan DPRA atau tidak. Ternyata menurut Muharuddin, Gubernur Irwandi Yusuf sama sekali tiddak berkonsultasi dengan DPRA saat mengeluarkan pergub tersebut.

Oleh sebab itu, DPRA menganggap, Pergub tersebut ilegal dan tidak sah karena tidak mendapat persetujuan dan pertimbangan dari DPRA yang notabene memiliki tanggun jawab legislasi atas semua regulasi dan qanun yang berjalan di Aceh.

“Upaya pengeluaran pergub yang tidak mendapat konsultasi dari DPRA kami naggap itu ilegal, itu tidak sah. Dan, atas nama pribadi dan lembaga DPRA kita juga tidak setuju hukuman cambuk dipindah ke LP,” kata Muharuddin saat diwawancarai di DPRA, kemarin.

Muhar mengatakan, ini yang ke sekian kalinya gubernur melakukan maneuver yang tidak pernah berkoordinasi dengan pihak DPRA. Dia menilai, apa yang dilakukan oleh gubernur telah menunjukkan sifat arogannya. “Gubernur itu adalah perpanjangan tangan dari pemerintah pusat, kewenangan eksekutif itu kewenangan untuk menjalankan undang-undang, sementara dalam konteks pembuatan undang-undang atau revisi itu tanggung jawab DPRA,” katanya.

Muhar menilai, apa yang dilakukan Gubernur Aceh dengan menerbitkan pergub tersebut adalah hal yang keliru. Jika memang pergub itu untuk merivisi qanun yang telah berjalan selama ini tentang pelaksanaan uqubat cambuk, tentu harus dikoordinasikan dengan DPRA terlebih dulu. “UUPA saja jika diubah harus dapat persetujuan DPRA, apalagi qanun yang dibuat oleh eksekutif dan legislatif. Dalam pasal 269 jelas disebutkan, bahwa setiap perubahan harus mendapat pertimbangan DPRA,” kata Muhar.

Terkait pelaksanaan uqubat cambuk selama ini, jika dinilai telah melanggar hak asasi manusia (HAM), maka itu salah besar. Menurut Muharuddin, uqubat cambuk memang sengaja dilakukan di tempat terbuka untuk menimbulkan efek jera kepada pelanggar syariat. “Hukumannya memang tidak seberapa, tapi tujuan dari penerapan hukuman cambuk ini adalah untuk memberi efek jera, agar para pelanggar tidak mengulangi lagi perbuatannya,” kata Muharuddin.

Ia menambahkan, yang menyangkut syariat Islam, agar Gubernur Aceh benar-benar berkonsultasi dengan para ulama dan tidak memutuskan secara sendiri. Oleh karena itu dia berharap, ulama di Aceh seharusnya dilibatkan dalam perubahan pelaksanaan hukuman cambuk tersebut. “Syariat, agama jangan dibuat menurut logika, harus bersumber dari Alquran, hadis, ijmak, dan qiyas,” kata Muhar.

Ditanya apakah DPRA akan memanggil Gubernur Aceh tekait penerbitan pergub tersebut? dia mengatakan dalam waktu dekat akan segera duduk dengan para alat kelengkapan dewan di DPRA untuk membahas hal itu. “Kita akan serius membahas ini, karena menurut kita ini benar-benar ilegal, gubernur tidak melibatkan DPRA,” pungkasnya. (dan)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved