Opini

Banda Aceh 813 Tahun

TEKS dalam bahasa Aceh yang tertulis pada prasasti di Gampong Pande, Kecamatan Kutaraja, Banda Aceh

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Banda Aceh 813 Tahun
SERAMBI/ANSARI HASYIM
Kawasan depan masjid Raya Baiturrahman yang masih berkubah satu tampak lempang, biasa disebut kawasan Sinbun Sibreh (atas). Kini kawasan itu menjadi pusat kota paling ramai dilintasi kendaraan (bawah).

Oleh Wirzaini Usman

Di sinoe asai muasai mula jadi kuta Banda Aceh teumpat geupeudong keurajeuen Aceh Darussalam le Soleuthan Djohansyah bak uroe phon puasa Ramadhan thon 601 Hijriah. (Prasasti Gampong Pande)

TEKS dalam bahasa Aceh yang tertulis pada prasasti di Gampong Pande, Kecamatan Kutaraja, Banda Aceh, yang kita kutip di atas, terjemahannya adalah “Di sini cikal bakal Kota Banda Aceh, tempat awal mula kerajaan Aceh Darussalam didirikan oleh Sultan Johansyah pada 1 Ramadhan 601 H”. Perlu diketahui bahwa saat itu 1 Ramadhan 601 Hijriah bertepatan dengan 22 April 1205 Masehi.

Dengan demikian, Minggu, 22 April 2018 M atau bertepatan dengan 6 Syakban 1439 H, Kota Banda Aceh sudah berusia 813 tahun. Kota yang didirikan oleh Sultan Alaidin Johansyah di Gampong Pande ini, telah mengalami berbagai periode sejarah yang panjang. Periode kejayaan hingga periode bencana besar.

Periode kejayaan, Banda Aceh dengan kerajaan Aceh Darussalamnya pernah menjadi salah satu dari lima kerajaan Islam terbesar di dunia pada abad ke-16, yaitu: Kerajaan Usmaniyyah di Istanbul, Kerajaan Islam Maroko di Afrika Utara, Kerajaan Islam Isfahan di Timur Tengah, Kerajaan Islam Mughal di Akra India dan Kerajaan Aceh Darussalam (A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam di Indonesia, 1990).

Periode bencana, hampir 14 tahun lalu, tepatnya 26 Desember 2004 sebagian kota ini hancur diterjang dahsyatnya gelombang tsunami. Namun, pascamusibah besar dan setelah 13 tahun MoU Helsinki, ibu kota Serambi Mekkah ini mengalami transformasi menjadi kondisi yang lebih baik, kota yang modern dengan ciri khas syariat Islam.

‘Kota Gemilang’
Sejarah telah mengajarkan kita untuk berjaya. Dengan semua kerja keras dan kerja cerdas, insya Allah, kita juga akan bekerja sama mewujudkan Kota Banda Aceh sebagai “Kota Gemilang”; sebuah kota yang penduduknya beriman dan berakhlak mulia, kota di mana masyarakat berpartisipasi dalam penyelenggaraan pembangunan dan mampu bekerja sama dengan semua pihak untuk sebuah tatanan kehidupan yang lebih Islami dan sejahtera.

Allah Swt berfirman, “Kalaulah sekiranya penduduk negeri itu beriman dan bertakwa, sungguh Kami akan bukakan atas mereka keberkahan dari langit dan bumi. Akan tetapi mereka mendustakannya, maka Kami siksa mereka dengan kedustaan itu.” (QS. Al-A’raf: 96).

Satu komitmen Aminullah Usman dan Zainal Arifin dalam menggerakkan syiar Islam yaitu dengan menggelar zikir rutin di pendopo Walikota Banda Aceh pada setiap jumat malam. Selain zikir rutin tersebut Walikota juga mendukung penuh setiap zikir yang dilaksanakan oleh berbagai komunitas, bahkan mendorong agar setiap gampong melaksanakan zikir. Semangat zikir ini sebagai upaya untuk mewujudkan Banda Aceh sebagai kota zikir internasional (Serambi, 28/1/2018).

Gerakan zikir ini sendiri selain menjadi ibadah juga dapat menstimulus wisatawan untuk berkunjung ke Banda Aceh. Wisatawan mancanegara harus difokuskan pada wisatawan muslim, terutama dari negara tetangga Malaysia. Kita dapat menyaksikan sendiri bahwa wisatawan dari Malaysia lebih tertarik kepada wisata religi atau spiritual, wisata yang sesuai dengan syariat Islam dan menjunjung tinggi kearifan lokal. Mereka mengunjungi masjid-masjid, makam-makam ulama, dayah atau pesantren, terkadang mereka juga ikut pengajian tasawuf, tauhid dan fikih (Tastafi) dan larut dalam kegiatan zikir yang digelar oleh masyarakat Banda Aceh dan sekitarnya.

Terobosan lainnya yang patut kita dukung adalah upaya memberikan pelayanan terbaik kepada warga. Mal pelayanan publik adalah solusinya. Ini akan menjadi satu kado istimewa pada usia Banda Aceh yang ke 813. Mal Pelayanan publik itu sendiri adalah tempat berlangsungnya kegiatan atau aktivitas penyelenggaraan pelayanan publik atas barang, jasa dan/atau pelayanan administrasi yang merupakan perluasan fungsi pelayanan terpadu baik pusat maupun daerah, serta pelayanan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah dan Swasta dalam rangka menyediakan pelayanan yang cepat, mudah, terjangkau, aman dan nyaman (https://www.menpan.go.id).

Mal pelayanan publik ini akan bergabung semua lembaga atau instansi lintas sektoral yang berhubungan dengan pelayanan publik, di antaranya PTSP, Disdukcapil, BPJS, PLN, PDAM, Perbankan, Ditjen Imigrasi, dan Polri. Bahkan di beberapa daerah lain di Indonesia pelayanan nikah juga dilaksanakan di mal pelayanan publik ini.

Tentunya kita berharap, kehadiran mal pelayanan publik nantinya semakin memberikan kemudahan, proses cepat, dan kenyamanan kepada masyarakat dan lebih jauh lagi dapat meningkatkan daya saing global dalam kemudahan pelayanan publik.

Pemberdayaan ekonomi masyarakat
Dalam waktu dekat Pemerintah Kota Banda Aceh akan me-launching sebuah Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) yang diberi nama PT Mahirah Muamalah Syariah. Tujuan pendirian perseroan LKMS tersebut mencakup pemberian dukungan pembiayaan, pemberian jasa konsultasi usaha mikro, usaha kecil dan usaha rumah tangga, peningkatan akses, memperluas jaringan kesempatan kerja dan dapat mengurangi angka kemiskinan.

Selain itu, kehadiran lembaga yang dipimpin oleh T Hanansyah ini juga diharapkan dapat memberdayakan ekonomi masyarakat berpenghasilan rendah, memberikan pendidikan kewirausahaan kepada masyarakat dan menjadi mitra bank dan lembaga keuangan lainnya dalam menyalurkan pembiayaan mikro dengan sistem syariah.

Karena itu, peluncuran sesegera mungkin LKMS Kota Banda Aceh ini dirasakan sangat penting, sehingga dapat memecahkan persoalan fundamental pemberdayaan ekonomi masyarakat, usaha kecil menengah terkait dengan permodalan.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved