Breaking News

Warga Ranto Peureulak Butuh Solusi Cepat

Anggota DPR Aceh asal Kabupaten Aceh Timur, Iskandar Usman Al-Farlaky, mengatakan bahwa ribuan warga Ranto Peureulak

Editor: bakri
ist
Iskandar Usman Alfarlaky. 

* Permen ESDM tak Bisa Jadi Acuan

BANDA ACEH - Anggota DPR Aceh asal Kabupaten Aceh Timur, Iskandar Usman Al-Farlaky, mengatakan bahwa ribuan warga Ranto Peureulak yang selama ini menggantungkan ekonomi dari tambang minyak rakyat di kawasan itu, membutuhkan solusi cepat dari pemerintah terkait nasib mereka sejak dihentikannya aktivitas pengeboran pascainsiden terbakarnya sumur minyak tersebut seminggu lalu.

“Masyarakat minta pemerintah segera mencari solusi agar ribuan warga yang menggantungkan hidupnya dari usaha tambang minyak tradisional ini, bisa mendapat kepastian. Semakin lama pemerintah membiarkan persoalan ini, akan membuat warga semakin tidak sabar dan bisa memunculkan tindakan-tindakan yang tidak diinginkan,” katanya, Minggu (6/5).

Mewakili warga Aceh Timur, Iskandar mengaku terus mendorong lahirnya solusi cepat sambil menunggu lahirnya regulasi khusus terkait tambang minyak tradisional. Warga juga meminta pihak Pertamina yang saat ini membersihkan sisa minyak dari pengeboran yang berada di kolam tampung, menjelaskan status minyak yang diambil itu. Apakah minyak itu diamankan sementara, atau tidak akan dikembalikan kepada masyarakat.

“Pertamina juga diminta mengungkapkan sudah berapa banyak minyak yang diambil sejak pertama dilakukan pembersihan sisa minyak di kawasan itu. Karena banyak warga yang mempertanyakan hal ini,” kata Iskandar.

Iskandar Usman Al-Farlaky juga mengungkapkan, banyak diskusi yang bergulir di level pengamat dan praktisi perminyakan pascaterbakarnya sumur minyak di Ranto Peureulak. Akan tetapi, sejumlah regulasi yang disebutkan itu hanya mengatur tentang pengelolaan sumur tua, dan bukan sumur baru.

Sementara yang ditambang secara tradisional oleh warga di kawasan ini adalah sumur baru yang jumlahnya mencapai ribuan di sejumlah kecamatan, seperti Ranto Peureulak, Peureulak Kota, Peudawa, dan beberapa kecamatan lain di kabupaten itu.

Hal ini disampaikan Iskandar, menanggapi pendapat Ketua Umum Alumni Akademi Migas Indonesia (AMI), Dr Ibrahim Hasyim SE MM, yang mengatakan bahwa Pemerintah Pusat melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) menyebutkan sumur-sumur minyak bekas pengelolaan PT Pertamina dan Asamera tahun 1970-an seperti di Kecamatan Ranto Peureulak, Aceh Timur, dibolehkan untuk dikelola oleh rakyat melalui kelompok koperasi bekerjasama dengan badan usaha milik daerah (BUMD).

Menurut Iskandar, jika yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen) ESDM Nomor 01 Tahun 2018, Tentang Pedoman Pengusahaan Pertambangan Minyak Bumi pada Sumur Tua, maka aturan ini tak bisa dijadikan acuan. “Karena Permen ESDM ini mengatur tentang sumur lama yang pernah dikelola Asamera atau Pertamina, bukan sumur baru yang dibor oleh warga. Sehingga perlu regulasi baru yang khusus mengatur soal pengelolaan sumur baru oleh warga,” ujarnya.

Politisi muda Partai Aceh ini mengatakan, ada beberapa langkah yang bisa ditempuh oleh pemerintah. Pertama, Pemerintah melalui BPMA dan Dinas ESDM Aceh memetakan semua aktivitas tambang rakyat. Kemudian para kelompok penambang ini dilatih dan diberikan edukasi standar operasional prosedur, dan semua kegiatan tetap diawasi dan dipantau.

“Bila ada yang tidak mengindahkan anjuran pemerintah, jangan diberikan hak untuk melakukan pengeboran. Sementara hasil produksi bisa ditampung oleh badan usaha yang dibentuk oleh pemerintah dengan harga pasar yang berlaku,” katanya.

Kemudian pemerintah menyalurkan ke perusahaan atau pihak lain yang membutuhkan. Seperti ke perusahaan AMP (Asphal Mixing Plant) yang selama ini membeli minyak yang ditambang warga itu dengan harga sekitar Rp 800.000/drum.

Sedangkan evaluasi dan pengawasan menjadi tugasnya pemerintah melalui dinas terkait dan kepolisian untuk memantau dan memastikan SOP berjalan di lapangan. “Larangan-larangan saat pengeboran harus diterapkan secara tegas. Seperti larangan merokok atau menghidupi kendaraan bermotor dekat sumur minyak. Atau, pengeboran hanya boleh dilakukan dalam radius tertentu, untuk mengantisipasi terulangnya musibah serupa,” kata Iskandar.

Kepala BPBD Aceh Timur, Syahrizal Fauzi, kemarin melaporkan bahwa jumlah korban jiwa akibat ledakan dan kebakaran sumur minyak di Gampong Pasir Putih, Kecamatan Ranto Peureulak, Aceh Timur, bertambah dari sebelumnya 22 orang, kini telah menjadi 23 orang.

Korban terakhir meninggal dunia yaitu Halimah (63), warga Gampong Bhom Lama, Kecamatan Ranto Peureulak, Aceh Timur. “Halimah meninggal dunia di RSUD dr Zubir Mahmud, Aceh Timur, pukul 15.00 Jumat sore, setelah Dirjen Linjamsos Mensos RI meninggalkan Aceh Timur,” ungkap Syahrizal, Minggu (6/5).

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved