Mantan Ketua PKPI Aceh Selatan Ajukan Banding
Mantan ketua DPK Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI) Aceh Selatan, Khaidir Amin SE
BANDA ACEH - Mantan ketua DPK Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI) Aceh Selatan, Khaidir Amin SE, tidak menerima putusan sela Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh yang memenangkan Ketua PKPI Aceh, Hendri Yono mengenai perkara wanprestasi terkait pembagian jatah kursi DPRA.
Khaidir Amin bersama kuasa hukumnya, Syahminan Zakaria SHI MH akan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Banda Aceh. “Majelis hakim tidak konsisten dan tidak mengacu pada prosedur hukum dalam menyidangkan dan memutuskan perkara ini,” kata Syahminan kepada Serambi, Selasa (8/5).
Sebelumnya, majelis hakim PN Banda Aceh memenangkan Ketua PKPI Aceh, Hendri Yono selaku tergugat atas gugatan mantan kader partai itu, Khaidir Amin SE selaku penggugat karena dinilai telah mengingkari janji (wanprestasi) terkait pembagian jatah kursi DPRA.
Keputusan terkait perkara wanprestasi tersebut disampaikan majelis hakim yang diketuai Supriadi SH MH didampingi Eti Astuti SH MH dan Faisal Mahdi SH MH dalam putusan sela di pengadilan setempat, Senin (7/5). “Menyatakan, mengabulkan eksepsi tergugat. Menyatakan Pengadilan Negeri Banda Aceh tidak berwenang mengadili. Membebankan kepada penggugat untuk membayar biaya perkara,” kata Supriadi yang hanya membaca pokok-pokok putusan.
Syahminan menjelaskan, dalam putusan sela majelis hakim menyatakan perkara a quo bukan wewenang PN Banda Aceh tetapi wewenang mahkamah partai berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik (parpol). Sementara dalam proses persidangan, katanya, majelis hakim tidak mengacu pada undang-undang tersebut.
Dia menyebutkan, dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 tahun 2011 perubahan atas UU Nomor 2 tahun 2008 tentang Partai Politik disebutkan batas waktu penyelesaian perkara partai politik oleh pengadilan negeri paling lama 60 hari sejak gugatan perkara terdaftar di kepaniteraan pengadilan negeri.
“Gugatan ini diajukan oleh Khaidir Amin tanggal 24 Januari 2018 dan putusan sela dibacakan oleh majelis hakim pada tanggal 7 Mei 2018, artinya perkara ini sudah melewati batas waktu sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat (3) UU Partai Politik yaitu 60 hari,” katanya.
Selain hal tersebut di atas, lanjutnya, perkara yang terdaftar dengan nomor 6/Pdt.G/2018/PN.Bna tanggal 24 Januari 2018 juga di mediasi oleh hakim mediator Juandra SH. Jika perkara itu dikategorikan sebagai gugatan parpol maka tidak dilakukan mediasi karena mengingat batas waktu yang diberikan oleh undang-undang hanya 60 hari harus selesai ditingkat pengadilan negeri.
“Hal inilah yang menurut kami sangat aneh sekali, hakim dalam putusannya memutuskan tidak berwenang (mengacu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik), namun dalam proses sidang dan tatacaranya tidak mengacu pada undang-undang tersebut,” ulasnya.
Atas putusan itu, Syahminan menyampaikan bahwa pihaknya akan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Banda Aceh dan akan mempertimbangkan untuk melapor majelis hakim ke Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung. “Saat ini kami sedang menunggu salinan putusan. Biasanya 14 hari setelah pembacaan putusan diserahkan,” tutupnya.(mas)