Ini Alasan Yudi Latif Mundur dari Jabatan Kepala BPIP, Surat Terakhirnya Bikin Netizen Salut
Melalui akun Facebooknya, Yudi Latif membeberkan alasan keputusannya mundur dari lembaga yang dikomandani oleh Presiden Ketiga RI Megawati.
SERAMBINEWS.COM, BANDUNG - Keputusan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudi Latif mundur dari jabatannya menjadi sorotan di tengah riuhnya orang-orang membicarakan gaji pejabat BPIP yang sampai seratusan juta.
Melalui akun Facebooknya, Yudi Latif membeberkan alasan keputusannya mundur dari lembaga yang dikomandani oleh Presiden Ketiga RI Megawati.
Dalam akun Facebooknya pada Jumat (8/6/2018), Yudi Latif meberikan alasan mundur dari BPIP karena ingin ada anak-anak muda baru memimpin lembaga-lembaga yang dibutuhkan negara.
"Saya merasa, perlu ada pemimpin-pemimpin baru yang lebih sesuai dengan kebutuhan. Harus ada daun-daun yang gugur demi memberi kesempatan bagi tunas-tunas baru untuk bangkit. Sekarang, manakala proses transisi kelembagaan menuju BPIP hampir tuntas, adalah momen yang tepat untuk penyegaran kepemimpinan," begitu penggalan alasan mundurnya Yudi Latif dari BPIP.
Alasan kedua, dikutip dari surat pamitan yang dia tulis di akun facebooknya, Yudi Latif menyebut proses transisi kelembagaan menuju BPIP yang hampir tuntas, adalah momen yang tepat untuk penyegaran kepemimpinan.
Hal ini Yudi Latif sampaikan ke publik melalui akun Facebooknya.
Baca: Ahok Dituduh Selingkuh dan Diisukan Pindah Agama, Sang Adik Fifi Lety Ungkap Fakta Mengejutkan
Baca: Siapa Saja yang Berhak Dapat Santunan Jasa Raharja Rp 50 Juta? Ini Penjelasannya
Berikut ini surat yang dituliskan Yudi Latif.
"TERIMA KASIH, MOHON PAMIT
Salam Pancasila!
Saudara-saudaraku yang budiman,
Hari kemarin (Kamis, 07 Juni 2018), tepat satu tahun saya, Yudi Latif, memangku jabatan sebagai Kepala (Pelaksana) Unit Kerja Presiden-Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP)--yang sejak Februari 2018 bertransformasi menjadi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
Selama setahun itu, terlalu sedikit yang telah kami kerjakan untuk persoalan yang teramat besar.
Lembaga penyemai Pancasila ini baru menggunakan anggaran negara untuk program sekitar 7 milyar rupiah. Mengapa? Kami (Pengarah dan Kepala Pelaksana) dilantik pada 7 Juni 2017. Tak lama kemudian memasuki masa libur lebaran, dan baru memiliki 3 orang Deputi pada bulan Juli. Tahun anggaran telah berjalan, dan sumber pembiayaan harus diajukan lewat APBNP, dengan menginduk pada Sekretaris Kabinet. Anggaran baru turun pada awal November, dan pada 15 Desember penggunaan anggaran Kementerian/Lembaga harus berakhir. Praktis, kami hanya punya waktu satu bulan untuk menggunakan anggaran negara. Adapun anggaran untuk tahun 2018, sampai saat ini belum turun.
Selain itu, kewenangan UKP-PIP berdasarkan Perpres juga hampir tidak memiliki kewenangan eksekusi secara langsung. Apalagi dengan anggaran yang menginduk pada salah satu kedeputian di Seskab, kinerja UKP-PIP dinilai dari rekomendasi yang diberikan kepada Presiden.
Kemampuan mengoptimalkan kreasi tenaga pun terbatas. Setelah setahun bekerja, seluruh personil di jajaran Dewan Pengarah dan Pelaksana belum mendapatkan hak keuangan. Mengapa? Karena menunggu Perpres tentang hak keuangan ditandatangani Presiden. Perpres tentang hal ini tak kunjung keluar, barangkali karena adanya pikiran yang berkembang di rapat-rapat Dewan Pengarah, untuk mengubah bentuk kelembagaan dari Unit Kerja Presiden menjadi Badan tersendiri. Mengingat keterbatasan kewenangan lembaga yang telah disebutkan. Dan ternyata, perubahan dari UKP-PIP menjadi BPIP memakan waktu yang lama, karena berbagai prosedur yang harus dilalui.
Dengan mengatakan kendala-kendala tersebut tidaklah berarti tidak ada yang kami kerjakan. Terima kasih besar pada keswadayaan inisiatif masyarakat dan lembaga pemerintahan. Setiap hari ada saja kegiatan kami di seluruh pelosok tanan air; bahkan seringkali kami tak mengenal waktu libur. Kepadatan kegiatan ini dikerjakan dengan menjalin kerjasama dengan inisiatif komunitas masyarakat dan Kementerian/Lembaga. Suasana seperti itulah yang meyakinkan kami bahwa rasa tanggung jawab untuk secara gotong-royong menghidupkan Pancasila merupakan kekuatan positif yang membangkitkan optimisme.
Eksistensi UKP-PIP/BPIP berhasil bukan karena banyaknya klaim kegiatan yang dilakukan dengan bendera UKP-PIP/BPIP. Melainkan, ketika inisiatif program pembudayaan Pancasila oleh lembaga kenegaraan dan masyarakat bermekaran, meski tanpa keterlibatan dan bantuan UKP-PIP/BPIP.