Gerhana Bulan Total 2018
Niat dan Tata Cara Shalat Gerhana Bulan, Nanti Malam Mulai Pukul 01.25 WIB Hingga Subuh
Saat terjadi fenomena gerhana bulan kita dianjurkan untuk mengerjakan shalat sunah dua rakaat atau shalat sunah khusuf.
Penulis: Zainal Arifin M Nur | Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Sesuai pengkajian ilmu falak, gerhana bulan total terlama abad ini akan terjadi pada Sabtu (28/7/2018) mendatang, mulai pukul 01.25-05.19 WIB.
Bila saat itu cuaca langit cerah, masyarakat Aceh akan bisa melihat gerhana bulan terakhir pada tahun ini dari awal hingga selesai dengan lama waktu tiga jam 54 menit atau hampir 4 jam.
Dengan demikian, dipastikan Aceh akan menjadi lokasi terbaik untuk pengamatan gerhana tersebut dibanding wilayah lain di Indonesia.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kakanwil Kemenag) Provinsi Aceh, Drs. H. M. Daud Pakeh melalui siaran pers kepada Serambinews.com, Selasa (24/7/2018) mengatakan, Gerhana Bulan Total yang terjadi pada Sabtu (28/7/2018) dini hari, merupakan gerhana bulan dengan durasi terlama pada abad ini.
(Baca: 28 Juli Akan Terjadi Gerhana Bulan Total, Ini 9 Amalan yang Dianjurkan untuk Dilakukan saat Gerhana)
Dalam rangka menyambut peristiwa tanda kekuasaan Allah tersebut, Tim Falakiyah Kemenag Aceh menyiapkan 8 teleskop untuk pengamatan gerhana tersebut di halaman Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh di Jalan Abu Lam U, No. 9 Banda Aceh.
2 teleskop dipasang di lantai dua kantor dan 6 lainnya akan ditempatkan di halaman kantor.
Pemantauan dimulai dari pukul 01:24 Wib.
Pakar Falakiyah Kanwil Kemenag Aceh Alfirdaus Putra SHI MH, menjelaskan waktu terjadinya gerhana bulan tersebut untuk wilayah Provinsi Aceh terjadi pada pukul:
* Awal penumbral: 00:14:49 wib
* Awal kontak gerhana: 01:24:27 wib
* Mulai gerhana total: 02:30:15 wib
* Puncak gerhana total: 03:21:44 wib
* Akhir gerhana total: 04:13:12 wib
* Akhir kontak gerhana: 05:19:00 wib
* Akhir penumbral: 06:28:37 wib

Imbauan Shalat Khusuf
Selain pengamatan gerhana bulan, Kemenag Aceh juga mengajak masyarakat untuk melaksanakan shalat Khusuf.
"Sehubungan dengan peristiwa gerhana bulan, selain pemantauan, juga melaksanakan shalat Khusuf di Kanwil, kami juga mengimbau kepada masyarakat Aceh untuk melaksanakan ibadah shalat sunnah khusuf di masjid, mushalla, dayah atau tempat keramaian lainnya pada waktu tersebut di atas, masyarakat dapat melaksanakan shalat khusuf hingga waktu menjelang subuh," ujar Kakanwil Kemenag Aceh, HM Daud Pakeh.
"Pemberitahuan tentang gerhana dan imbauan shalat khusuf juga sudah kami kirim ke semua Kankemenag Kabupaten/Kota Se Aceh untuk diteruskan kepada instansi terkait, ormas, dan masyarakat," lanjut Kakanwil.
Tata Cara Shalat Khusuf
Dikutip dari website nu.or.id, gerhana bulan dalam bahasa Arab disebut “khusuf”.
Saat terjadi fenomena gerhana bulan kita dianjurkan untuk mengerjakan shalat sunah dua rakaat atau shalat sunah khusuf. Shalat sunah ini terbilang sunah muakkad.
Secara umum pelaksanaan shalat gerhana matahari dan shalat gerhana bulan diawali dengan shalat sunah dua rakaat dan setelah itu disusul dengan dua khutbah seperti shalat Idul Fitri atau shalat Idul Adha.
Hanya saja bedanya, setiap rakaat shalat gerhana bulan dilakukan dua kali rukuk.
Sedangkan dua khutbah setelah shalat gerhana matahari atau bulan tidak dianjurkan takbir sebagaimana khutbah dua shalat Id.
Jamaah shalat gerhana bulan adalah semua umat Islam secara umum sebagai jamaah shalat Id.
Sedangkan imamnya dianjurkan adalah pemerintah atau naib dari pemerintah setempat.
Sebelum shalat ada baiknya imam atau jamaah melafalkan niat terlebih dahulu sebagai berikut:
Ushalli sunnatal khusuf rak‘ataini imaaman/makmuuman lillaahi ta‘aala
Artinya: “Saya shalat sunah gerhana bulan dua rakaat sebagai imam/makmum karena Allah SWT.”
(Baca: Gerhana Bulan Total, Kemenag Imbau Shalat Khusuf)
(Baca: Ratusan Warga Shalat Khusuf, Sebagian Amati Gerhana Melalui Teleskop)
Adapun secara teknis, shalat sunah gerhana bulan adalah sebagai berikut:
1. Niat di dalam hati ketika takbiratul ihram.
2. Mengucap takbir ketika takbiratul ihram sambil niat di dalam hati.
3. Baca taawudz dan Surat Al-Fatihah. Setelah itu baca Surat Al-Baqarah atau yang durasinya sama dengan surat Al-Baqarah. Dibaca dengan jahar (lantang).
4. Rukuk dengan membaca tasbih dengan durasi seperti membaca 100 ayat Surat Al-Baqarah.
5. Itidal, bukan baca doa i’tidal, tetapi baca Surat Al-Fatihah. Setelah itu baca Surat Ali Imran atau surat lain yang durasinya sama dengan Surat Ali Imran.
6. Rukuk dengan membaca tasbih selama membaca 80 ayat Surat Al-Baqarah.
7. Itidal. Baca doa i’tidal.
8. Sujud dengan membaca tasbih dengan durasi sama dengan rukuk pertama.
9. Duduk di antara dua sujud
10. Sujud kedua dengan membaca tasbih dengan durasi sama dengan rukuk kedua.
11. Duduk istirahat atau duduk sejenak sebelum bangkit untuk mengerjakan rakaat kedua.
12. Bangkit dari duduk, lalu mengerjakan rakaat kedua dengan gerakan yang sama dengan rakaat pertama. Hanya saja bedanya, pada rakaat kedua pada diri pertama dianjurkan membaca surat An-Nisa. Sedangkan pada diri kedua dianjurkan membaca Surat Al-Maidah.
13. Salam.
(Baca: Shalat Gerhana, Ini Asal Usul Perintahnya)
14. Imam atau orang yang diberi wewenang menyampaikan dua khutbah shalat gerhana dengan taushiyah agar jamaah beristighfar, semakin takwa kepada Allah, tobat, sedekah, memerdedakan budak (pembelaan terhadap kelompok masyarakat marjinal), dan lain sebagainya.
Apakah boleh dibuat dalam versi ringkas? Dalam artian seseorang membaca Surat Al-Fatihah saja sebanyak empat kali pada dua rakaat tersebut tanpa surat panjang seperti yang dianjurkan?
Atau bolehkah mengganti surat panjang itu dengan surat pendek setiap kali selesai membaca Surat Al-Fatihah?
Boleh saja. Ini lebih ringkas seperti keterangan Syekh Ibnu Sayyid Muhammad Syatha Ad-Dimyathi dalam I’anatut Thalibin berikut ini.
Artinya, “Kalau seseorang membatasi diri pada bacaan Surat Al-Fatihah saja, maka itu sudah memadai. Tetapi kalau seseorang membatasi diri pada bacaan surat-surat pendek setelah baca Surat Al-Fatihah, maka itu tidak masalah. Tujuan mencari bacaan panjang adalah mempertahankan shalat dalam kondisi gerhana hingga durasi gerhana bulan selesai,” (Lihat Syekh Ibnu Sayyid Muhammad Syatha Ad-Dimyathi, I’anatut Thalibin, Beirut, Darul Fikr, 2005 M/1425-1426 H, juz I, halaman 303).
Selagi gerhana bulan berlangsung, maka kesunahan shalat dua rakaat gerhana tetap berlaku. Sedangkan dua khutbah shalat gerhana bulan boleh tetap berlangsung atau boleh dimulai meski gerhana bulan sudah usai.(*)