Pembangunan Panggung Taman Sari Diminta Stop Sementara, Sampai Diadakan Uji Publik
Forum yang diikuti para akademisi dan pemerhati lingkungan serta budaya itu juga menyoroti pembangunan panggung permanen di lokasi tersebut.
Penulis: Eddy Fitriadi | Editor: Yusmadi
Laporan Eddy Fitriady | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Jurusan Arsitektur dan Perencanaan FT Unsyiah (JAPFT) menggelar diskusi terkait fungsi ekologis dan ekstrinsik Taman Sari (Bustanus Salatin) Banda Aceh sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH), Jumat (27/7/2018) di Kafe Libri Gedung Perpustakaan Unsyiah.
Forum yang diikuti para akademisi dan pemerhati lingkungan serta budaya itu juga menyoroti pembangunan panggung permanen di lokasi tersebut.
Diskusi itu melahirkan sejumlah rekomendasi, di antaranya meminta Pemko Banda Aceh untuk menyetop pembangunan panggung seharga Rp 1.850.120.000 tersebut.
Baca: Panggung Taman Sari Seharga Hampir Rp 2 Miliar Menuai Kritik, Dinilai Menyalahi Aturan
Forum juga menilai perlu adanya upaya advokasi kepada Pemko Banda Aceh, agar menguji kembali urgensi pembangunan panggung permanen di Taman Sari.
Uji publik dibutuhkan untuk mengkaji persepsi dan menampung aspirasi masyarakat terhadap apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan mereka.
Hadir sebagai narasumber, Ketua Jurusan Arsitektur dan Perencanaan FT Unsyiah, Dr Ir Izziah MSc, Kepala Bidang (Kabid) Penataan Ruang Dinas PUPR Kota Banda Aceh, Rahmatsyah Alam ST MSi, dan Ahli Hukum Administrasi Perencanaan FH Unsyiah, Dr Yanis Rinaldi SH MHum.
Diskusi tersebut berlangsung alot, dimana sebagian besar peserta diskusi menginginkan Taman Sari dikembalikan fungsinya sebagai RTH.
Baca: Panggung Taman Sari Seharga Hampir 1,9 Miliar Dikritik, Ini Penjelasan Dinas PUPR Kota Banda Aceh
Ketua Jurusan Arsitektur dan Perencanaan FT Unsyiah, Dr Ir Izziah MSc mengatakan, Taman Sari memiliki fungsi utama ekologis yaitu sebagai paru-paru kota, lahan resapan air, dan bagian dari sistem jaringan RTH kota Banda Aceh.
“Pembangunan panggung permanen akan semakin mengurangi kualitas Taman Sari dalam menjalankan fungsi ekologisnya,” ujar dia.
Menurut Izziah, keberadaan panggung permanen juga kurang sejalan dengan upaya memperkuat citra kawasan ‘kota pusaka Banda Aceh’.
Dikatakan, jika ingin merestorasi kenangan masa lampau sekaligus merevitalisasi kawasan, kondisi Taman Sari harus dikembalikan menjadi taman yang luas, asri, dan sejuk. “Bila perlu, kembalikan permainan tradisional kita di sana,” katanya lagi. (*)