Mahasiswa Tolak PT EMM

Mahasiswa yang tergabung dalam organisasi Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Aceh Tengah

Editor: bakri
Mahasiswa yang tergabung di GMNI Aceh Tengah, menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung DPRK setempat, Kamis (27/9). Para mahasiswa ini, menyoroti sejumlah persoalan, termasuk menolak hadirnya perusahaan tambang PT EMM ke daerah itu. SERAMBI/MAHYADI 

* Gelar Demo ke Polres dan DPRK Aceh Tengah

TAKENGON - Mahasiswa yang tergabung dalam organisasi Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Aceh Tengah menggelar demonstrasi untuk menolak PT Emas Mineral Murni (PT EEM). Aksi yang dilakukan ke Mapolres dan DPRK Aceh Tengah juga menyorot persoalan lainnya, terutama ancaman senjata api terhadap petani Desa Wih Konyel, Kecamatan Bintang.

Aksi yang digelar pada Kamis (27/9) pagi itu dimulai dari Gedung Olah Seni (GOS), Kota Takengon yang selanjutnya berjalan kaki menuju Mapolres Aceh Tengah. Di lokasi ini, para mahasiswa sempat melakukan orasi, sembari mengusung sejumlah poster bertuliskan penolakan terhadap kehadiran PT EMM.

Mereka menilai, aktivitas pertambangan itu akan berdampak luas pada kerusakan lingkungan. Setelah berorasi di depan Mapolres, sejumlah mahasiswa bergerak menuju gedung DPRK Aceh Tengah dengan mengusung duplikat keranda yang kemudian dibakar serta aksi teatrikal tentang dampak buruk kerusakan lingkungan dari aktivitas pertambangan.

Orasipun dilakukan secara bergantian untuk meminta Ketua DPRK Aceh Tengah bisa menerima aspirasi mereka. Koordinator aksi, Lamsyah Budin, mengatakan, aksi unjuk rasa yang digelar ini, bagian dari peringatan Hari Tani Nasional ke-53.

Dia mengatakan kondisi petani di Aceh Tengah masih jauh dari sejahtera. “Kami mengusung banyak persoalan, mulai dari nasib petani, masalah agraria, tambang illegal, dan adanya intimidasi kepada masyarakat,” kata Lamsyah Budin.

Berkaitan dengan penolakan PT EMM, dia menilai akan akan berdampak luas terhadap kerusakan lingkungan, seperti hilangnya situs bersejarah, bencana ekologi, rusaknya sumber air masyarakat, hingga potensi terjadinya konflik sosial di masyarakat. “Belum lagi, soal alih fungsi hutan yang berada di Kawasan Ekosistem Leuser yang menjadi paru-paru dunia,” tuturnya.

Dalam tuntutan yang disampaikan, DPRK Aceh Tengah diminta untuk ikut menolak beroperasinya PT EMM, dengan menyurati Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup agar mengevaluasi AMDAL kembali perusahaan PT EMM. Bahkan para mahasiswa ini menduga ada sejumlah aktivitas pertambangan illegal dan masih beroperasi di kawasan Kabupaten Aceh Tengah.

Dikatakan, daerah yang diduga menjadi lokasi pertambangan illegal tersebut, berada di perbatasan dengan Kabupaten Nagan Raya dan perbatasan Aceh Tengah dengan Kabupaten Gayo Lues. Mereka bukan hanya menolak kehadiran PT EMM, tetapi menyoroti sederet persoalan yang sedang terjadi di daerah penghasil kopi itu.

Mereka juga mengusung sejumlah tuntutan lainnya yakni Pemkab Aceh Tengah harus segera membuat Qanun tentang tata niaga kopi, getah pinus, palawija, serta komoditas lainya sebagai Prolegda. Selanjutnya, mendesak pemerintah daerah menolak beroperasinya pertambangan di daerah itu.

Para mahasiswa ikut menyoroti tentang adanya intimidasi oleh oknum tertentu terhadap masyarakat yang melakukan aktivitas menderes getah damar. Prihal ancaman tembak itu, mereka meminta DPRK dan pihak kepolisian untuk menindak lanjuti adanya oknum yang mengintimidasi masyarakat mengunakan senjata api di Desa Wih Konyel, Kecamatan Bintang.(my)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved