Gempa Palu Sulawesi Tengah
Derita Pengungsi Hidup di Tenda Terpal Plastik Setelah 14 Hari Gempa dan Tsunami Palu
“Saya sudah melihat air laut itu seperti dirasuki setan yang mengejar-ngejar saya dan keluarga saya kala itu,” ucap Nurjanah
SERAMBINEWS.COM - Sudah hari ke-14 pascagempa dan tsunami, pengungsi Palu merasakan panasnya matahari dalam tenda pengungsian.
Kamis (11/10/2018), matahari masih serasa menusuk kepala dan kulit, padahal waktu sudah menjelang sore.
Sinarnya menerobos rongga tenda pengungsi yang terletak di Balai Kota, Tanamodindi, Mantikulore, Palu, Sulawesi Tengah.
Baca: Beredar Video Detik-detik Tsunami Setelah Gempa 7,7 SR di Palu Sulawesi Tengah 28 September 2018
Sepuluh menit saja di dalam tenda, keringat langsung berkucuran membasahi tubuh.
Kondisi tersebut membuat pipi Nurjanah (53), salah seorang pengungsi, memerah.
"Pascagempa ini memang panas banget sih," kata Nurjanah, sambil mengipas-ngipas kertas ke wajahnya, saat ditemui di lokasi pengungsian, Kamis.
Baca: Kisah Warga Aceh Saat Gempa dan Tsunami Palu, Naik ke Lantai 3 Hotel hingga Lari ke Bukit Silae
Tenda dari terpal plastik berwarna biru yang hanya cukup untuk menampung 10 orang itu tidak melindungi para pengungsi dari panas matahari.
Tempat pengungsian ini ditempati para korban yang masih trauma akan gempa dan tsunami, dan belum berani untuk pulang ke rumah.
Di dalam tenda pengungsi, selimut, cemilan, baju, nampak berserakan. Termasuk alat-alat untuk memasak.
Baca: Relawan Asing Mengaku Diusir dari Palu, BNPB Beri Penjelasan Terkait Bantuan
Adapula terpal yang dipasang berbentuk persegi yang berfungsi sebagai lokasi buang air kecil.
Sementara, untuk mandi, para pengungsi masih kesulitan.
Nurjanah sendiri sering mandi di masjid, atau kadang hanya memakai tisu basah jika tidak bisa mandi.
Baca: Tsunami Bervariasi, Tertinggi di Palu Capai 11,3 Meter, Terendah di Donggala Tercatat 2,2 Meter
Merindukan rumah
Nurjanah mengaku, dirinya sangat merindukan rumahnya.
Ia menyebut, rumahnya di dekat Pantai Talise sangat sejuk dan nyaman.