Tokoh Lintas Agama Bantah Aceh Intoleran, Begini Pernyataan Penolakan Hasil Riset Setara Institute
Tokoh-tokoh lintas agama di Aceh membantah dan menolak klaim Aceh sebagai daerah dengan indeks kerukunan rendah di Indonesia.
Penulis: Jalimin | Editor: Yusmadi
Laporan Jalimin | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Tokoh-tokoh lintas agama di Aceh membantah dan menolak klaim Aceh sebagai daerah dengan indeks kerukunan rendah di Indonesia.
Penolakan itu disampaikan dalam Rapat Evaluasi Tahunan Kegiatan Kerukunan Umat Beragama Antar Instansi se-Provinsi Aceh dengan tema “Tebarkan Kedamaian dalam Keragaman” yang digelar Kanwil Kemenag Aceh di Hotel Grand Arabia, Rabu (19/12/2018).
Kakanwil Kemenag Aceh, Drs H M Daud Pakeh, mengatakan, kehidupan umat beragama di Aceh dari masa ke masa berlangsung cukup harmonis, stabil, dan tidak ada gesekan.
“Peunayong di Banda Aceh adalah miniatur kerukunan umat beragama di Aceh. Kalau mau meneliti kehidupan kerukunan beragama di Aceh peneliti harus mengamatinya di Peunayong,” katanya yang dibenarkan Aswar, tokoh Budha dari etnis Tionghoa yang bermukim di Peunayong.
Baca: Banda Aceh Masuk Daftar Kota tak Toleran, Anggota DPRK Pertanyakan Keabsahan Riset Setara Institute
Daud Pakeh menambahkan, untuk meningkatan kerukunan, tokoh-tokoh lintas agama perlu bertemu secara rutin dan di tempat yang berpindah-pindah.
Dikatakan, FKUB perlu mengagendakan pertemuan umat lintas agama secara bergilir sambil ngopi. Bila perlu kita galang ‘kopi kerukunan’ di warkop-warkop dengan mengajak anak-anak muda membahas kerukunan beragama.
"Nanti yang bayar harga ngopi sewarung,” ujar Daud Pakeh menawarkan gagasan yang langsung disambut setuju Mayor Conny IR dari Kodam IM dan tokoh-tokoh lainnya.
Heran klaim intoleran
Tokoh Katholik, Baron F Pandiangan, mengaku heran atas klaim peneliti dari luar yang menyimpulkan Aceh dengan tingkat toleransi rendah.
Baca: Menegaskan Eksistensi Toleransi Islam
“Kami merasa harmonis dan nyaman tinggal di Aceh. Aceh sangat tepat untuk kami untuk memurnikan amalan Katholik,” kata Baron.
Disebutkan, pada pergantian malam tahun baru mereka tidak keluar rumah untuk hura-hura sambil meniup terompet di jalanan.
Umat Katolik, kata Baron, harus mengevaluasi akhir tahun dan melakukan perencanaan untuk tahun baru.
"Ini sudah level wajib. Kepala keluarga harus menuntun anggota keluarganya, anak-anak dan istri, dalam evaluasi pergantian tahun,” sambung Baron.
Baca: Banda Aceh Masuk Daftar Kota tak Toleran, Anggota DPRK Pertanyakan Keabsahan Riset Setara Institute
“Nah, dalam hal ini, himbauan Wali Kota Banda Aceh yang melarang warga untuk merayakan pergantian tahun di jalanan sangat kami apresiasi. Ini (aturan syariah, red) sesuai sekali dengan harapan kami umat Katholik. Saya bersedia membubuhkan tanda tangan kalau diminta,” sambung Baron.
Hal serupa juga diutarakan oleh Samarel, tokoh Kristen Protestan di Aceh.
“Saya terkejut mendengar hasil penelitian yang melaporkan Aceh dengan tingkat toleransi rendah. Kami umat Kristen di Aceh aman-aman saja. Yang membuat panas justru orang luar, kita tak tahu apa kepentingan mereka,” ujar Samarel asal Nias yang sudah 20 tinggal di Banda Aceh.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/aceh/foto/bank/originals/tokoh-lintas-agama.jpg)