Plt Gubernur Dilaporkan ke Ombudsman Aceh

Kebijakan Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Aceh, Nova Iriansyah yang menilai proses pelaksanaan musyawarah besar

Editor: bakri
SERAMBI/MASRIZAL
KETUA MAA terpilih berdasarkan hasil mubes, Badruzzaman lsmail didampingi Ketua SC Mubes MAA, Mohd Daud Yoesoef dan tim formatur berdialog dengan Kepala Ombudsman RI Pewakilan Aceh, Dr Taqwaddin Husin saat melaporkan Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah kepada lembaga itu, Senin (25/2). 

BANDA ACEH - Kebijakan Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Aceh, Nova Iriansyah yang menilai proses pelaksanaan musyawarah besar (mubes) Majelis Adat Aceh (MAA) cacat hukum sehingga menunda pengukuhan ketua terpilih, Badruzzaman lsmail MHum berbuntut panjang.

Kini, Nova dilaporkan ke Ombudsman RI Pewakilan Aceh oleh Ketua Steering Committee (SC) Mubes MAA, Mohd Daud Yoesoef, Senin (25/2), karena dinilai menghambat proses administrasi bahkan diduga melakukan malaadministrasi.

Mohd Daud datang ke Ombudsman bersama Ketua MAA terpilih berdasarkan hasil mubes, Badruzzaman Ismail, anggota tim formatur, Azhari Basar dan A Malik Musa, tim penghubung (mediasi) Sofyan Saleh, dan Nab Bahani AS.

Hadir juga Dewan Pembina Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI), Tarmizi A Hamid dan Muhammad Alkaf dari unsur MAA. Kedatangan mereka disambut Kepala Ombudsman RI Perwakilan Aceh, Dr Taqwaddin Husin MH dan Asisten Bidang Pelaporan, Rudi Ismawan.

Seusai pertemuan, Mohd Daud yang ditanyai media mengatakan bahwa alasan pihaknya mengadukan Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah karena tidak terima dengan sikap sang gubernur yang tidak mengukuhkan pengurus MAA hasil mubes.

“Karena pelayanan yang tidak memuaskan itu maka kami melaporkan ke Ombudsman sebagai lembaga yang kita yakini bisa menyelesaikan secara baik semua keluhan yang kita terima atas perlakuan tidak baik dari pihak Kantor Gubernur Aceh,” katanya.

Dengan adanya laporan itu, pihaknya berharap Plt Gubernur Aceh bisa mengeluarkan SK pengukuhan pengurus MAA hasil mubes dan membatalkan SK pengangkatan Saidan Nafi MHum sebagai Plt Ketua MAA yang sudah dilantik beberapa hari lalu.

“Tidak lazim ketua lembaga di-plt-kan. Yang lazim itu kepala badan atau kepala SKPA yang merupakan bawahan langsung dari gubernur. Tapi kalau ini majelis (lembaga nonpemerintah) yang ketuanya dipilih secara demokratis, bukan ditunjuk,” ujar mantan dekan Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala ini.

Pengukuhan itu perlu dilakukan Plt Gubernur Aceh karena menyangkut dengan administrasi keuangan lembaga. MAA tidak bisa menggunakan anggaran apabila secara administrasi tidak diakui oleh gubernur selaku kepala administrasi daerah.

Ketua MAA terpilih, Badruzzaman lsmail mengaku heran dengan sikap Plt Gubernur Aceh yang mempersoalkan Mubes MAA. Badruzzaman yang sudah tiga periode menjadi Ketua MAA mengatakan hal itu tidak pernah terjadi pada masa gubernur sebelumnya.

Dia membantah tudingan yang menyebutkan pelaksanaan mubes cacat hukum karena tidak ada unsur tuha nanggroe sebagaimana diatur dalam Qanun Nomor 3 Tahun 2004 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Majelis Adat Aceh.

Badruzzaman menjelaskan bahwa pasal tentang tuha nanggroe tidak lagi digunakan sejak Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh Sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam telah dicabut, karena sandaran pasal tersebut awalnya pada undang-undang ini.

Selama ini, sambungnya, juga tidak ada pelanggaran apa pun dari pemberlakuan qanun tersebut, termasuk dalam penggunaan anggaran. “Tidak pernah dilakukan audit oleh inspektorat atau ditegur oleh biro hukum,” ungkap Badruzzaman.

Sementara itu, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Aceh, Dr Taqwaddin Husin mengatakan, akan mempelajari terlebih dahulu laporan Ketua SC Mubes MAA terkait dugaan malaadaministrasi dalam pengangkatan Saidan Nafi sebagai Plt Ketua MAA.

Untuk menyelesaikan aduan itu, Taqwaddin menyatakan pihaknya akan mencermati semua perundang-undangan terkait MAA, baik itu Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2004, Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2008, Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2012, Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2013 maupun Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved