Irwandi Dituntut 10 Tahun Penjara
Gubernur Aceh nonaktif, Irwandi Yusuf dituntut pidana sepuluh tahun penjara subsider enam bulan kurungan
* Hendri Yuzal Lima Tahun
* T Saiful Bahri Enam Tahun
JAKARTA - Gubernur Aceh nonaktif, Irwandi Yusuf dituntut pidana sepuluh tahun penjara subsider enam bulan kurungan dan denda Rp 500 juta. Irwandi juga dituntut dicabut hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun setelah menjalani pidana penjara.
Tuntutan itu dibacakan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dikoodinir Ali Fikri dalam sidang lanjutan tindak oidana korupsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (25/3) malam.
Terdakwa lainnya, Hendri Yuzal dituntut lima tahun penjara subsider tiga bulan kurungan dan denda Rp 250 juta. Terdakwa Teuku Saiful Bahri dituntut pidana enam bulan penjara subsider tiga bulan penjara dan denda Rp 250 juta.
Menurut jaksa, Irwandi secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP, serta Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Sedangkan Hendri Yuzal dan T Saiful Bahri dianggap melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Jaksa KPK dalam risalah tuntutannya menyatakan, Irwandi menerima suap Rp 1,050 miliar dari Ahmadi, Bupati Bener Meriah yang sudah divonis tiga tahun penjara dalam berkas terpisah. Uang tersebut diberikan agar Irwandi Yusuf menyetujui program pembangunan dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun 2018 di Kabupaten Bener Meriah.
Uang untuk Irwandi itu diberikan melalui Teuku Saiful Bahri atas peran Hendri Yuzal. Uang diberikan secara bertahap. Pada bagian lain uraiannya, jaksa mengatakan, semua uang yang diterima oleh Teuku Saiful Bahri sudah diketahui Irwandi Yusuf.
„Uang tersebut dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan Fenni Steffy Burase sebaga istri terdakwa Irwandi Yusuf yang mengurusi kegiatan Aceh Marathon, dan kebutuhan lainnya,“ kata jaksa.
Jaksa menyimpulkan, sesuai fakta persidangan, bahwa antara Irwandi Yusuf dan Steffy Burase telah terikat hubungan sebagai suami istri.
Terhadap penggunaan rekening pribadi Irwandi Yusuf oleh Steffy Burase yang dalam persidangan dikatakan tidak diketahui oleh Irwandi, menurut jaksa, pendapat itu harus dikesampingkan.
„Sebab tidak logis penggunaan rekening tanpa sepengetahuan pemiliknya. Keduanya juga sedang menjalankan umrah di Tanah Suci,“ demikian jaksa.
Jaksa juga menyatakan bahwa uang yang berasal dari Ahmadi merupakan pinjaman Teuku Saiful Bahri, juga harus dikesampingkan, sebab tidak ada alat bukti yang memperkuat keterangan bahwa uang dari Ahmadi adalah pinjaman. „Tidak logis, sebab tidak ada perjanjian pinjam-meminjam, batas waktu, dan bagi hasil,“ ujar jaksa.
Terhadap penerimaan gratifikasi dari saksi Mukhlis sejumlah Rp 4,4 miliar dan pihak lainnya, menurut jaksa, terdakwa Irwandi sengaja menyuruh buka rekening baru untuk keperluan dirinya. Saksi Mukhlis kemudian menyerahkan PIN dan kartu ATM kepada Irwandi. „Kapan pun Irwandi minta uang saat itu juga saksi melakukan setor ke rekning tersebut. Saksi tak mengetahui untuk apa uang tersebut. Rekening dibuka setelah Irwandi Yusuf jadi Gubernur Aceh,“ urai jaksa.
Dalam persidangan Irwandi mengatakan rekening itu berisi uang pinjam-meminjam antara dirinya dengan saksi Mukhlis.