Ujian Nasional
11 Siswa SMA Sukma Tetap Dikeluarkan
Pupus sudah harapan sebelas siswa SMA Sukma Bangsa, Caleu, Kabupaten Pidie untuk bisa ikut Ujian Nasional
SIGLI - Pupus sudah harapan sebelas siswa SMA Sukma Bangsa, Caleu, Kabupaten Pidie untuk bisa ikut Ujian Nasional (UN) susulan. Setelah dipecat sekolahnya gara-gara ditengarai melihat contekan (kopekan) saat UN bahasa Inggris, Selasa (17/4) lalu, hingga kemarin mereka tetap tidak diperkenankan kembali ke sekolah itu. Dengan sendirinya, juga tidak bisa ikut UN susulan tahun ini.
Kenyataan pahit itu merupakan antiklimaks dari upaya berbagai pihak yang mendekati pihak Yayasan Sukma Bangsa agar meninjau ulang keputusan pemberhentian sebelas siswa itu dari SMA Sukma Bangsa Caleu. Setelah dinegosiasikan sejak Kamis hingga Jumat (20/4) kemarin, ternyata upaya mencari titik temu untuk menyelamatkan nasib sebelas siswa yang dikeluarkan itu, berakhir dengan kebuntuan.
Pihak Yayasan Sukma Bangsa tetap berbersikukuh pada keputusan yang dikeluarkan Kepala SMA Sukma Bangsa Caleu, Sansrisna MSi pada 17 April lalu. Surat pemecatan kesebelas siswa itu tidak akan dicabut atau dibatalkan.
Demikian, antara lain, isi surat tertulis SMA Sukma Bangsa yang disampaikan kepada Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kabupaten Pidie, Jumat (20/4) siang. Surat itu diteken Victor Yusadhana, Direktur Sekolah Yayasan Sukma di Jakarta.
Pada poin selanjutnya disebutkan, kesebelas siswa itu tetap dinilai salah, karena melanggar peraturan sekolah. “Kemudian siswa diberikan rekom (oleh SMA Sukma Bangsa) supaya dapat ikut Paket C,” demikian tertulis dalam surat itu.
Habis cara
Kadisdik Pidie, Drs Bukhari Thahir kepada Serambi kemarin mengaku kecewa dengan keputusan Yayasan Sukma tersebut. Apalagi sehari sebelumnya berbagai pihak dari Pidie, Provinsi Aceh, hingga Irjen Kemendikbud RI turun dari Jakarta datang ke Sigli untuk mencari solusi atas pemecatan sebelas siswa itu.
“Asumsi kita awalnya, sekolah bisa mempertimbangkan kembali keputusan itu, sehingga siswa bisa diusulkan ikut UN susulan. Tapi ternyata tidak. Habis cara,” ungkap Bukhari sambil mengangkat bahu.
Menurut dia, waktu yang tersedia sudah sangat sempit, sementara UN Susulan berlangsung Senin (23/4). “Kita cuma punya waktu dua hari lagi (Sabtu dan Minggu). Apa mungkin mereka bisa mengubah keputusan dalam waktu singkat?” tukas Bukhari.
Lagi pula, sebutnya, setelah menerima surat tertulis dari SMA Sukma Bangsa ia pun langsung berkoordinasi dengan Kadisdik Aceh. “Iktikad baik sudah kita lakukan, yakni ingin menyelamatkan masa depan siswa, tapi ya bagaimana lagi?” ujarnya bernada pasrah.
Bukhari berpendapat, alternatif lain sebetulnya bisa ditempuh. Caranya, sekolah membatalkan surat pemecatan dengan memberi surat pindah kepada sebelas siswa tersebut. Tujuannya supaya mereka bisa ikut UN susulan di sekolah lain.
“Tapi ya, kita tak mungkin mencampuri ranah mereka, karena Sukma itu sekolah swasta. Kami sudah pasrah. Ini menjadi pelajaran bagi semua pihak. Masyarakat pun bisa menilai sendiri bagaimana sekolah Sukma itu menegakkan disiplin,” kata Kadisdik Pidie.
KPAID Aceh sesalkan
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Aceh, Anwar Yusuf Ajad menyesalkan pemecatan sebelas siswa SMA Sukma Bangsa Calue itu.
“Keadaan ini sangat mengkhawatirkan, karena dapat menimbulkan trauma psikis, seperti tidak percaya diri dan frustrasi pada anak. Malah terjadi perubahan sikap ke arah yang tidak baik serta berbagai dampak lainnya bisa muncul. Bahkan tindakan itu bisa berakibat fatal,” kata Ketua KPAID Aceh dalam siaran pers kemarin.
Ia mengakui tindakan menyontek saat UN atau dalam ujian apa pun memang tidak dibenarkan. Tapi, kan tidak serta merta hal itu mengakibatkan hilangnya hak dasar anak dalam mendapatkan pendidikannya yang dijamin sepenuhnya oleh undang-undang. “Kami mengharapkan kepada dinas agar bisa mengevaluasi kembali dan memberi kesempatan kepada anak untuk dapat mengikuti UN susulan,” papar Ketua KPAID Aceh Anwar Yusuf Ajad.
Ia ingatkan bahwa negara, pemerintah daerah, masyarakat, keluarga, serta orang tua, berkewajiban penuh dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. “Ini sesuai dengan UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,” pungkas Anwar. (aya/mir)