Fam Trip Garuda
Macau nan Eksotis
WANITA berumur 70-an tahun itu duduk dengan tangan bergelayut di meja empat persegi ukuran 1 x 2 meter. Ia bergabung dengan beberapa pria

Itulah pemandangan pada salah satu meja rolet di Venetian Resort/Hotel Casino. Ya, bangunan mewah 57 lantai dengan 3.000 kamar tidur plus supermal. Venetian adalah pusat judi di “Kota Judi” Macau. Lokasi itu berdenyut 24 jam, seiring berputarnya ratusan meja rolet di lantai dasar yang sangat luas dan klasik. Satu jutaan orang hilir mudik di lokasi itu setiap harinya.
Venetian adalah ikon Macau, sebuah bekas koloni Portugal yang dipulangkan ke Cina sejak 20 Desember 1999. Macau hanya satu kawasan mungil dengan luas total 29,5 km2 yang terdiri atas tiga pulau. Namun, daerah yang berpenduduk 544.600 jiwa itu dipenuhi gedung pencakar langit dan beberapa jembatan antarpulau, termasuk yang menghubungkan langsung dengan daratan Cina.
Macau memang identik dengan kota adu peruntungan, karena itu pula nyaris satu juta orang datang dan pergi setiap hari dari dan ke kota mungil itu. Rata-rata satu tujuan, mengadu nasib di meja kasino. Sedikitnya terdapat 38 buah kasino yang rata-rata terkoneksi dengan hotel berbintang 4 dan 5.
Stanie Ho (90) adalah figur sentral di belantara kasino Macau. Lelaki gaek yang punya istri empat ini memiliki 35 unit kasino di Macau. Bukan itu saja, Stanie Ho juga memiliki jaringan hotel papan atas serta armada feri berlabel Cotai Strip Water Jet atau jet air antara Hong Kong dan Macau. Ya, Stanie Ho adalah figur terkaya Macau. Stanie Ho juga memelihara kunjungan ke arena judinya dengan membangun jembatan antarpulau dan jalan highway secara pribadi. Semua itu untuk memudahkan akses menuju meja peruntungan miliknya. Termasuk angkutan gratis berupa bus antarkasino serta berujung ke pelabuhan feri menuju Hong Kong atau border menuju Cina daratan.
Dengan kata lain, jika Anda sudah “habis” di meja judi, Stanie Ho siap mengantar hingga perbatasan, untuk pulang. Tidak memandang apakah itu kaum muda enerjik atau manula sekalipun!
Macau memang tidak hanya identik dengan kasino serta wisata belanja. Di daerah yang sebagian besar nama jalannya masih menggunakan bahasa Portugal itu, juga memiliki beberapa objek wisata lain. Di antaranya “Pintu Macau”. Destinasi turis ini sebetulnya eks gereja bernama St Paolo Church yang dibangun tahun 1632 dan terbakar tahun 1835. Yang tersisa hanya pintu gerbang setinggi 30 meter.
Setiap orang yang berkunjung ke Macau, belum terasa lengkap jika tidak singgah di St Paolo yang terletak di atas bukit dengan hutan kota nan asri di sisinya. Keaslian situs itu ditunjukkan dengan fundamen, batuan dinding yang tertutup kaca serta arsitektur gaya gothic Romawi di pintu gerbang yang tersisa itu. “Setiap hari hampir 500 bus yang mengujungi lokasi ini,” ujar Kim, pemandu kami di Macau.
Jika setiap bus bermuatan 20 orang, maka setidaknya 10.000 orang menyambangi St Paolo setiap hari, untuk sekadar berpose di ikon wisata Macau tersebut.
Bagi penggemar wisata belanja, Macau merekomendasikan beberapa tempat selain kompleks supermal Venetian. Di antaranya mal perhiasan berupa jam, emas, berlian, dan batu giok. Soal harga tentu spesial untuk yang berkantong tebal.
Eksotisme Macau makin terasa kala malam hari. Dari Dragon Royal Hotel yang berlantai 20, tempat kami menginap di jantung Kota Macau, kita bisa lihat lalu lalang para belia Macau yang modis dengan balutan busana musim dingin yang tak mengurangi keseksian. Saat ini Macau memang telah memasuki musim dingin, meski tak bersalju seperti halnya Beijing. Tiba-tiba kita teringat dengan lenggang lenggok catwalk jalanan para muda Kota Paris di Champs Ellysees yang fenomenal itu. Macau memang eksotis! (nurdinsyam)