Ketua MAA: Tak Boleh Sembarangan Usir Orang

Ketua Majelis Adat Aceh (MAA), Badruzzaman SH berharap masyarakat Aceh jangan sembarangan mengusir orang dari kampung

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Ketua MAA: Tak Boleh Sembarangan Usir Orang
Barang-barang di rumah Nurjannah diamankan ke kantor Camat Kutablang Bireuen.

“Terkadang alasan dan sistem pengusiran belum tentu benar, apalagi sekarang banyak keuchik dari kalangan muda, belum berpengalaman dalam bidang hukum adat,” ujar Badruzzaman menjawab Serambi, Jumat (1/3), sehubungan dengan adanya satu keluarga diusir masyarakat dari desanya, Pulo Reudep, Kecamatan Kuta Blang, Bireuen, Minggu (24/2) dini hari, karena dianggap sebagai “keluarga dukun”.

Badruzzaman tidak menafikan ada adat gampong yang membolehkan orang dipidahkan dari kampung tersebut apabila ditemukan pelanggaran. Tapi, hukum adat tidak boleh ada kekekerasan, apalagi sampai merusak. Pengusiran harus benar disertai pembuktian yang jelas dan tidak bisa sembarangan. “Harus ada dasar aturan yang jelas dalam pengusiran,” ujarnya.

Terkait pengusiran Nurjannah bersama suami dan enam anaknya dari Desa Pulo Reudep, Kecamatan Kutablang, Bireuen, Badruzzaman mengaku belum tahu apakah sudah melalui proses persidangan adat. “Saya belum dapat informasi konkret. Tapi sudah saya telepon MAA Bireuen untuk mengecek ke lokasi,” ujarnya.

Menurut Badruzzaman, pengusiran dapat dilakukan apabila pelaku mengulang perbuatan melanggar adat. Itu pun setelah diingatkan agar tidak lagi mengulangi perbuatannya.

Sedangkan proses sidang adat tersebut dilakukan oleh keuchik, tuha peut, imam meunasah, dan sekretaris desa sebagai panitera.

Sebelumnya, sosiolog pada Fakultas Hukum Unsyiah, Saifuddin Bantasyam mengatakan, tindakan mengusir orang dari kampung, meskipun dibenarkan oleh Qanun Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat, tapi tetap menjadi masalah atau debatable sifatnya, karena alasan untuk mengenakan sanksi itu sendiri tidak cukup kuat. “Kalau cuma berdasarkan rumor atau sangkaan, itu jelas tidak kuat,” katanya sembari mengingatkan masyarakat bahwa sanksi adat tidak bisa dikenakan kepada siapa pun hanya atas dasar rumor, isu, atau kabar burung.

Adli Abdullah MCL yang mengajar mata kuliah Hukum Adat di Fakultas Hukum Unsyiah, mendukung pendapat Saifuddin. “Kalau rumor atau kabar burung bisa dijadikan dasar untuk pengenaan sanksi adat, maka akan timbul chaos dan ketidakpastian hukum. Dan itu akan memperburuk citra hukum adat Aceh yang katanya diserap dari ajaran Islam,” tukas Adli kepada Serambi kemarin.

Ia berharap, peristiwa pengusiran warga, apalagi sampai satu keluarga, jangan mudah dilakukan, apabila petunjuk kuat untuk itu tidak ada.

Adli juga menginginkan agar kasus pengusiran sekeluarga itu harus segera ditangani pihak kepolisian, karena dia menilai, perangkat desa sepertinya gagal mengantisipasi terjadinya peristiwa itu, apalagi menanganinya dengan baik kelak. (swa/dik)

Polres Tangani Kasus Pengusiran
BIREUEN - Polres Bireuen melalui Polsek Gandapura Bireuen, sejak dua hari lalu sampai kemarin telah menangani laporan Nurjannah yang sekeluarga terusir dari desanya, Pulo Rudeup, Kutablang, Bireuen.

Wakapolres Bireuen, Kompol W Eko Sulistyo kepada Serambi, Jumat (1/3), mengatakan, pihak keluarga pada malam kejadian baru sebatas melaporkan dan berkonsultasi tentang masalah yang mereka alami, yakni pengusiran dari desanya. Korban juga ingin polisi proaktif mencari bentuk penyelesaian yang tidak menimbulkan masalah.  

Sedangkan laporan atau pengaduan resmi dari korban baru disampaikan Jumat kemarin ke Polsek Gandapura. Mereka yang hadir ke polsek membuat laporan resmi adalah Nurjannah dan sejumlah anggota keluarga lainnya. Mereka diterima anggota Polsek Gandapura sekitar pukul 16.00 WIB.

Saat kejadian waktu itu, kata Wakapolres, sejumlah anggota Polsek Gandapura dan Pos Polisi Kuta Blang ikut menenangkan warga agar tidak terjadi pengusiran dan mencegah jangan sampai terjadi masalah yang lebih besar seperti di tempat lain.

Tapi, seperti diakui Wakapolres, petugas tidak bisa berbuat banyak karena jumlah massa cukup ramai, sehingga petugas hanya mengawasi agar tidak terjadi penganiayaan dan pembakaran rumah.  “Langkah yang ditempuh malam itu adalah menjaga keluarga itu jangan sampai dianiaya dan rumahnya dibakar,” katanya.

Saat ini, kata Wakapolres, kasus tersebut sedang dibahas dengan unsur Muspika Kutablang dan dicarikan format penyelesaiaannya yang benar-benar tidak menimbulkan masalah baru.  “Kasus perdukunan sangat pelik pengungkapannya, apalagi bukti pendukungnya kurang kuat,” ujar Wakapolres Bireuen.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved