Penambangan Batu Giok di Nagan Banyak Ilegal
Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Aceh, Ir Said Ikhsan MSi menyatakan, saat ini kegiatan penambangan batu giok
BANDA ACEH - Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Aceh, Ir Said Ikhsan MSi menyatakan, saat ini kegiatan penambangan batu giok di Singgah Mata, Kabupaten Nagan Raya, banyak yang ilegal.
“Pemkab Nagan Raya perlu menertibkan dan membina penambang batu giok di Singgah Mata itu agar tidak merusak hutan lindung dan ekosistem sekitarnya,” kata Said Ikhsan didampingi Kabid Pertambangan Distamben Aceh, Mahdi Nur, kepada Serambi, Senin (7/4).
Said Ikhsan ditanyai khusus sehubungan dengan maraknya aksi penambangan batu giok yang dilakukan sekelompok orang di kawasan Hutan Lindung Singgah Mata, Nagan Raya. Tema ini bahkan diangkat sebagai laporan eksklusif oleh Serambi, Senin kemarin.
Menurut Said, untuk menertibkan aksi penambangan liar batu giok di kawasan hutan lindung itu Pemkab Nagan Raya bisa meminta Satpol PP bersama polisi menertibkannya.
Penertiban yang dimaksudkan Said Ikhsan bukan berarti menyetop, melainkan untuk mendata kembali wilayah dan areal serta lokasi penambangan giok supaya jangan sampai masuk ke dalam hutan lindung. “Yang belum ada izin, harus mengurus izin lebih dulu. Saran ini kami sampaikan, karena dari hasil kunjungan Tim Pertambangan Distamben Aceh ke lokasi penambangan batu giok itu dua pekan lalu, aktivitas penambangan giok sudah masuk ke dalam kawasan hutan lindung,” ujar Said.
Alasan kedua, lanjut Said, ketika diminta izin tambangnya tidak satu pun yang bisa menunjukkan izin menambang batu gioknya.
Dinas Kehutanan Nagan Raya bersama Badan Linkungan Hidup setempat, kata Said Ikhsan, seharusnya sudah menangkap pelaku penambang batu giok. Apalagi alat yang mereka gunakan untuk mendapatkan bongkahan batu giok itu sudah berupa alat berat.
Ini artinya, ancaman kerusakan lingkungan hidup akibat dari aktivitas penambangan batu giok di Singgah Mata menjadi cukup besar. Selain itu, kegiatannya bukan lagi skala kecil atau tradisional, tapi sudah skala besar dan profesional.
Kesalahan yang dilakukan penambang giok di Singgah Mata, tidak hanya telah masuk ke dalam kawasan hutan lindung, tapi juga sudah merusak kawasan hutan lindung. Itu sebab seharusnya Dinas Kehutanan dan Badan Lingkungan Hidup Nagan Raya sudah melakukan razia dan menangkap pelaku penambangan liar batu giok tersebut.
Undang-Undang Pertambangan, kata Said Ikhsan, tidak melarang orang atau individu atau sekelompok orang melakukan penambangan batu giok. Tapi terlebih dulu harus mendapat izin pertambangan skala kecil. Kalau kawasan arealnya terbatas, maka cukup dari Distamben setempat atau instansi terakit lainnya.
Tapi kalau kawasan arealnya besar dan telah menggunakan alat berat, maka harus mendapat izin tambang skala besar. Berikutnya, perusahaan itu wajib membayar iuran atau retribusi dan pajak tambang kepada pemerintah, sesuai ketentuan yang berlaku.
Pemkab Nagan Raya, kata Said Ikhsan, tidak bisa membiarkan penambang batu giok begitu saja dan itu melanggar aturan, merugikan daerah, dan rakyat. Dalam UU Pertambangan dilarang mengekspor atau menjual row material atau bahan baku. Baru boleh dijual, setelah diolah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Buktinya, ekspor bahan baku biji besi dan pasir besi sudah dilarang pemerintah, sejak Januari 2014.
Pengelolaan batu giok di Singgah Mata, kata Said Ikhsan, hendaknya dilakukan melalui industri kecil dan menengah (IKM). Disperindag Nagan Raya bersama Disperindag Aceh hendaknya mau membina masyarakat sekitar agar bisa menjadi perajin batu giok yang bisa memproduksi berbagai souvenir dari bahan baku batu giok tersebut.
Mahdi Nur mencontohkan, di Kalimantan batu giok yang masih berupa bahan baku itu diambil sekelompok orang, kemudian dijual ke luar daerah dengan harga mahal. Aceh pun bisa mengikuti langkah ini.
Ikhsan menyatakan, pihak yang menikmati keuntungan dalam bisnis giok ini adalah kelompok penggali dan pengguna alat berat. Sedangkan pemerintah daerah dan masyarakat sekitar tidak mendapat manfaat dari batu giok yang terdapat di daerahnya.
Mahdi Nur menegaskan bahwa aktivitas penambangan batu giok itu telah melanggar aturan. Selain belum punya izin, areal penambangannya pun masuk ke dalam hutan lindung dan menggunakan alat berat. “Bekas roda rantai alat berat itu pernah kami temukan dalam hutan lindung di Singgah Mata,” ungkap Mahdi Nur. (her)