Citizen Reporter

Jalanan Kuwait Paling Berbahaya di Dunia

ALHAMDULILLAH, sekarang sudah memasuki akhir Juni 2015. Tanpa terasa, hampir setahun saya berada di negara kaya minyak

Editor: bakri

OLEH TANZIL ASRI BADRUDDIN, Putra Samuti Makmur, Bireuen, sedang ikut Program Beasiswa Arabic Language Courses Nondegree di Language Center of Kuwait University, melaporkan dari Kuwait

ALHAMDULILLAH, sekarang sudah memasuki akhir Juni 2015. Tanpa terasa, hampir setahun saya berada di negara kaya minyak, Kuwait. Insya Allah, sebulan lagi saya akan pulang ke Aceh. Rasanya sudah tak sabar ingin bertemu ibunda tercinta dan saudara-saudara di kampung halaman, juga bertemu sahabat dekat dan kawan semua.

Syukurnya, selama setahun belajar di Kuwait University, saya sudah berkunjung ke Pasar Jumat Kuwait, Mubarakiyya, Avenues Mall, Kuwait Tower, Lulu Supermarket, Pulau Failaka, Green Island, Masjid Kabir, dan museum-museum bersejarah di Kuwait.

Saya juga sempat mengunjungi Mekkah, Madinah, dan Mesir. Sebenarnya, tak ada yang spesial tentang Kuwait, selain fakta bahwa negara ini adalah negara kaya dan nilai tukar mata uangnya tertinggi di dunia.

Meskipun Kuwait negara kaya, tapi tidak terlihat dari bangunan-bangunannya yang semuanya hampir serupa. Bangunan di negara ini umumnya berwarna cokelat muda, menyerupai warna pasir. Akan sia-sia saja apabila mereka mengecat bangunan dengan warna lain karena Kuwait kerap dilanda badai pasir.

Di sini juga banyak sekali saya jumpai wanita bercadar dan berpakaian hitam yang biasanya hanya dijumpai beberapa saja di Indonesia. Kebanyakan wanita Arab memang menggunakan baju hitam dan bercadar. Sedangkan prianya menggunakan jubah dan sorban penutup kepala.

Selain itu, Kuwait merupakan negara dengan jalanan paling berbahaya di dunia, the most dangerous street in the world. Hal ini bukan karena jalanannya yang ramai atau banyak kendaraan yang berlalu lalang, tapi lebih karena para pengendara roda empat yang terbiasa memacu kendaraannya dengan sangat kencang. Mereka doyan kebut-kebutan di jalan raya.

Teman saya pernah berkata bahwa orang di sini berkendara seperti tak punya aturan, karena mereka biasanya mengendarai unta. Mungkin salah satu penyebabnya adalah jarangnya pejalan kaki di negara ini, karena tiap rumah pasti memiliki mobil pribadi, bahkan 3-4 buah mobil tiap rumah. Maklum, di sini pengangguran pun dibayar oleh negara. Bayi yang baru lahir saja mendapatkan uang tunjangan sekitar 200 KD (sekitar Rp 8.000.000). Jadi, bisa dibayangkan kekayaan negaranya dari hasil minyak bumi, ditambah lagi nilai mata uang Kuwait yang 1 KD (Kuwait Dinar) mencapai Rp 43.000.

Selain itu, bisnis jual mobil di sini sangat menjanjikan. Itu karena kebiasaan penduduknya suka gonta-ganti mobil setiap ada mobil keluaran terbaru. Sementara harga servis dan suku cadang mobil sangatlah mahal. Jadi, dibandingkan dengan cost yang dikeluarkan untuk memperbaiki mobil yang rusak, maka lebih baik ganti mobil baru. Selain harga mobil yang cukup murah karena tidak ada pajak, harga bensinnya pun sangat murah (1 liter = Rp 2.000).

Jadi, tak ada alasan untuk tidak punya mobil di sini, kecuali buruh migran yang masih mengandalkan “bus kaleng” untuk bepergian ke mana-mana.

Di Kuwait jarang sekali saya jumpai sepeda motor. Biasanya yang menggunakan sepmor adalah karyawan delivery (jasa pengantaran) dan petugas kantor pos.

Tapi transportasi umum di Kuwait jelek sekali, bahkan lebih jelek dari Transjakarta. Padahal, dengan uang yang sangat banyak, pemerintah bisa menyediakan transportasi massal yang canggih. Tapi ya, mungkin pertimbangannya karena banyak penduduknya yang sudah punya mobil pribadi, sementara untuk kebanyakan buruh migran telah disediakan angkutan tersendiri oleh kantornya. Ini juga yang membuat Kuwait tidak menjadi salah satu tujuan wisata dan acara besar di dunia karena syarat agar sebuah negara menjadi magnet turis adalah memiliki transportasi massal yang bagus.

Inilah kesan-kesan terakhir saya selama menimba ilmu di Kuwait. Semoga tahun depan saya bisa melanjutkan S2 di negara kaya minyak ini lagi. Amin ya Rabbal ‘alamin.

* Jika Anda punya informasi menarik, kirimkan naskah dan fotonya serta identitas bersama foto Anda ke redaksi@serambinews.com

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved