Bentrok di Aceh Singkil
Konflik Singkil Peristiwa yang Berulang
Sayangnya seiring berjalan waktu, kesepakatan membongkar sendiri, tidak dilaksanakan. Hal itulah yang terus menjadi bibit perselisihan.
Penulis: Dede Rosadi | Editor: Amirullah
Laporan: Dede Rosadi I Aceh Singkil
SERAMBINEWS.COM, SINGKIL – Kerusuhan antara pemeluk agama di Aceh Singkil, Selasa (13/10/2015) merupakan kasus yang berulang setelah 36 tahun yang lalu.
Bagi para pelaku sejarah di kabupaten itu, peristiwa ini mengingatkan kembali peristiwa kelam tahun 1978. Akar permasalahannya pun serupa, yaitu rumah ibadah yang tak memiliki izin.
Ketua MPU Aceh Singkil, Rasyidudin sebagai salah satu pelaku sejarah menceritakan, tahun 1979 telah dilakukan perjanjian perdamaian antaradua kelompok agama.
Masa itu, dirinya sudah remaja sehingga ketika memasuki usia sepuh peristiwa berdarah kembali terjadi membuatnya sangat terpukul.
“Saya sangat sedih, peristiwa masa lalu kembali terjadi,” kata Sasyiddudin, kepada Serambinews.com, Kamis (15/10/2015)
Tahun 2001 ada lagi perjanjian antara kelompok mayoritas dan minoritas. Sebagai bentuk toleransi kaum mayoritas menyetujui adanya satu rumah ibadah di Kuta Kerangan dan empat undung-undung. Masing-masing di Desa Keras, Tuhtuhan, Sukamakmur dan Desa Lae Gecih.
Dalam kesepakatan yang ditandatangani kedua belah pihak, rumah ibadah di luar perjanjian dibongkar sendiri.
Sayangnya seiring berjalan waktu, kesepakatan membongkar sendiri, tidak dilaksanakan. Hal itulah yang terus menjadi bibit perselisihan. Puncaknya terjadi peristiwa yang sangat tidak diinginkan hingga memakan korban nyawa.
“Saya pastikan kesepakatan 2001 tidak ada tekanan, saya sebagai pelaku sejarah menjamin itu,” ujarnya.
Rasyiduddin juga meluruskan yang dipersoalkan umat mayoritas, bukan masalah ibadah dan orangnya.
Melainkan rumah ibadah yang tidak memiliki izin, setuju dibongkar sendiri sebagaimana termuat dalam perjanjian tapi tidak dilaksanakan.
“Saya tegaskan yang dipersoalkan bukan perbedaan agama. Tapi rumah ibadah yang tidak memiliki izin. Saya pun sudah sampaikan di hadapan Pangdam dan Kapolda, yang jadi sasaran masa bukan orangnya tapi rumah ibadah tak ada izin,” tandasnya.
Terkait masalah toleransi antar umat beragama. Ia menegaskan umat mayoritas sangat toleransi, terbukti walau pun bertahun-tahun janji diingkari tetap mampu menahan diri.
Bukti lain dari sikap toleransi adalah tidak pernah menggangu sedikit pun rumah ibadah yang telah disepakati dalam perjanjian. “Jika saja perjanjian yang telah dibuat pendahulu kita dilaksanakan, mungkin peristiwa kerusuhan tidak akan terjadi,” katanya.
Pada bagian lain dia mengatakan, umat mayoritas tidak melarang mendirikan rumah ibadah. Asalkan menempuh aturan hukum yang berlaku, tidak asal bangun saja.
Terakhir dia menyatakan untuk menenangkan umat pihaknya telah mengintruksikan agar semua khatib pada shalat jumat menyampaikan ceramah menyejukan.