Puisi, Membawa Fira Hingga ke Turki

Itulah penggalan puisi yang dibacakan oleh Shafira Maulizar (17), siswa kelas XII SMA Teuku Nyak Arief Fatih

Editor: bakri

Tanah air mata tanah tumpah darahku/ Mata air, air mata kami/ Air mata tanah air kami/ Di sinilah kami berdiri/ Menyanyikan air mata kami

Itulah penggalan puisi yang dibacakan oleh Shafira Maulizar (17), siswa kelas XII SMA Teuku Nyak Arief Fatih Bilingual School, Banda Aceh. Puisi karya penyair kawakan Indonesia, Sutarji Calzoum Bachri berjudul ‘Tanah Air Mata’ tersebut menghantarkannya masuk babak final Festival Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) di Palembang baru-baru ini.

Di tempatnya bersekolah Fira, demikian ia akrab disapa memang dikenal sebagai ‘bintang’ di panggung seni budaya. Ia memulai debutnya pertama kali dengan mengikuti lomba serupa memperebutkan piala bergilir Rektor Unsyiah, 2013 lalu. Keluar sebagai jawara dan sebagai peserta termuda untuk perlombaan yang terbuka bagi umum membuatnya sulit percaya sekaligus menjadi percaya diri. Pada peringatan 10 tahun tsunami lalu, ia mencoba menjajal kemampuan dengan membawakan sekaligus menciptakan puisi karangannya sendiri. Hasilnya tak mengecewakan, ia keluar sebagai juara ke-3. Selain itu Fira juga mewakili sekolah dalam Olimpiade Seni dan Budaya Indonesia (OSEBI).

Kepada Serambi yang menyambangi Fatih Bilingual School putri, Rabu (18/11) dengan didampingi Kepala Sekolah, Sabar Risdadi SS, Fira menceritakan perkenalannya dengan dunia puisi. Ia mengaku coba-coba dengan belajar otodidak. Tema satir atau sindiran menjadi favorit dara kelahiran Banda Aceh, 13 Desember 1998 tersebut.

Merambah Turki
Dunia puisi yang membesarkan namanya mengenalkan Fira pada seorang berkebangsaan Turki bernama Burhan Sari. Fira adalah satu di antara yatim piatu yang beruntung dijadikan seorang anak angkat. Burhan menunjukkan keseriusannya untuk mengangkat Fira sebagai anak dengan berkunjung ke Aceh pada 2010. Mendaftarkan Fira ke boarding school itu dan menyambangi kediaman keluarganya di Banda Aceh.

“Saat itu Fira terharu dan ingin sekali mengucapkan terima kasih tapi tak bisa Bahasa Turki, sebaliknya bapak juga tak bisa berbahasa Inggris. Fira sedih tak bisa menyampaikannya langsung dan harus diperantarai penerjemah,” tutur Fira mengenang.

Sejak itu Fira mengaku serius mendalami Bahasa Turki praktis dengan guru bahasa terkait. Tak berhenti sampai di situ, Fira juga pernah mewakili Indonesia dalam lomba Seni dan Bahasa Turki. Berkunjung ke Turki pada 2014 selama 2,5 bulan untuk mendalami bahasa sekaligus budaya setempat. Guna mengikuti lomba yang diselenggarakan di Ethiopia dan Jerman.

Fira membuktikan diri mampu dalam bidang seni dengan meraih medali perak se-Asia Tenggara. Ia masuk 20 besar setelah menyisihkan perwakilan 180 negara yang mengikuti perlombaan. Ia berkeinginan melanjutkan kuliah ke Turki dan bercita-cita menjadi seorang psikolog. Motivasinya sederhananya saja, agar bisa bermanfaat bagi orang banyak sekaligus berbakti kepada kedua orangtua angkatnya. Hal yang tak sempat dilakukan semasa orangtua kandungnya masih hidup.(rul)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved