Demo HMI Kutacane Ricuh

Aksi demo puluhan mahasiswa Himpunan Islam Indonesia (HMI) Kutacane berakhir ricuh

Editor: bakri

* Sempat Bentrok dengan Polisi

KUTACANE - Aksi demo puluhan mahasiswa Himpunan Islam Indonesia (HMI) Kutacane berakhir ricuh di depan kantor DPRK Agara, Kamis (17/3). Mereka menuntut Polda Aceh untuk membebaskan lima warga Leuser yang telah ditahan di Banda Aceh dan aksi serupa juga dilakukan mahasiswa asal Agara di depan Mapolda Aceh di Banda Aceh. ( VIDEO : Massa HMI Bentrok dengan Polisi )

Kedua aksi demo itu, sama-sama menuntut dibebaskannya lima warga Agara yang ditahan di Mapolda Aceh terkait kasus pengrusakan Kantor TNGL saat demo beberapa bulan lalu di Kutacane, Agara. Bentrokan mahasiswa dan polis, kemarin, dipicu saat petugas melarang membakar ban bekas di jalan raya nasional.

Namun, demonstran tidak mengubris sehingga terjadi aksi baku hantam antara polisi dengan demonstran, namun, tidak berlangsung lama setelah Kabag Ops Polres Galus dan personil lainnya berhasil melerai keributan itu yang sempat membuat kemacetan dan menjadi perhatian para pengguna jalan.

Sebelumnya, demonstran berorasi di Kantor Bupati Agara sebelum melakukan longmach sejauh dua kilometer menuju Kantor DPRK Agara. Kedatangan demonstran itu tidak ada yang menyambut, termasuk menanggapi tuntutan mereka.

“Kami meminta lima warga yang ditahan di Mapolda Aceh dibebaskan dan mana kepedulian bupati dan wakil bupati Agara yang membiarkan rakyatnya dihukum di Polda Aceh,” ujar Hendra dalam orasinya.

Sedangkan puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Ikatan Pelajar Mahasiswa Aceh Tenggara (IPMAT) dan Forum Paguyuban Mahasiswa dan Pemuda Aceh (FPMPA), Kamis (17/3) sekira pukul 10.00 WIB berdemo di depan Gedung Mapolda Aceh. Mereka menuntut agar lima petani agara yang ditahan do Polda Aceh sejak 1 Maret 2016 dibebaskan.

Ketua IPMAT, Mario dalam orasinya mendesak polisi menangguhkan penahanan terhadap lima orang itu, yang menurutnya sudah diselesaikan secara damai. “Masyarakat termasuk lima orang yang ditahan itu sudah didamaikan dengan BBTNGL di Mapolres Aceh Tenggara, namun kenapa kelima orang itu tetap ditahan,” ujarnya dalam orasi.

Menurutnya, kelima petani tersebut merupakan pahlawan masyarakat Aceh Tenggara yang berani melawan ‘penjajahan’ Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL). “Pak Kapolda Aceh, segera percepat proses penangguhan penahanan terhadap lima petani itu. Kami siap menjadi jaminan, bahkan kalau kurang, akan kami kumpulkan KTP masyarakat Agara lainnya,” tambahnya.

Dia menyatakan, awalnya pada 6 November 2015 para petani kawasan kaki Gunung Leuser mendatangi kantor BBTNGL Wilayah II Aceh Tenggara, guna memprotes penebangan dan penggusuran pohon dan kebun milik petani. “Karena BBTNGL tidak menggubris, petani yang tidak bersabar langsung merusak pagar dan kaca kantor tersebut,” kata Mario.

IPMAT dan FPMPA juga meminta Kapolda Aceh agar segera memerintahkan BBTNGL untuk menghentikan penebangan di kebun masyakat, merevisi tapal batas TNGL, melakukan ganti rugi penebangan hutan dan menyelesaikan konflik petani dengan BBTNGL.

Sementara itu, massa yang sudah menunggu selama satu jam di gerbang gedung itu diterima oleh Pamenwas Polda Aceh, AKBP Andy Hermawan. Kepada puluhan massa, AKBP Andy Hermawan berjanji akan menyampaikan tuntutan pemuda Agara itu ke Kapolda Aceh.

Setelah berkomunikasi selama 30 menit, para mahasiswa itu akhirnya membubarkan diri dengan tertib, bahkan sempat bersalaman dengan anggota polisi sekitarpukul 11.25 WIB.

Terkait penangguhan penahanan terhadap lima petani itu, AKBP Andy Hermawan menyebut bahwa proses hukum sedang berjalan. “Untuk diketahui, saat ini proses penyidikan sedang berjalan dan penahahan berdasarkan laporan BBTNGL, yang menyebut mereka melakukan pengrusakan fasilitas kantor BBTNGL,” ujarnya.(as/fit)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved