13 Sanggar Seni Aceh Peroleh FKBM
Sebanyak 13 sanggar seni dari Aceh memperoleh bantuan Kemendikbud berupa fasilitas
JAKARTA - Sebanyak 13 sanggar seni dari Aceh memperoleh bantuan Kemendikbud berupa fasilitas Komunitas Budaya di Masyarakat (FKBM). Pada tahun 2016 ini, Pemerintah memberikan fasilitasi serupa kepada 334 komunitas budaya dan 139 Desa Adat di seluruh Indonesia.
Para pimpinan sanggar dari Aceh itu selama, 20-24 Juni 2016, mengikuti workshop Fasilitasi Komunitas Budaya dan Revitalisasi, di Jakarta, yang dibuka Mendikbud Anis Baswedan, Senin (20/6) malam.
Ke-13 sanggar seni yang memperoleh fasilitas komunitas budaya tersebut adalah, Sanggar Seulanga, Samalanga, Bireuen, Sanggar Oloh Guel Aceh Tengah, Sanggar Rapai Tuha Aceh Besar, Sanggar Kana Art Sabang,
Sanggar Tuan Di Gugop Aceh Besar, Kulet Mommunity Banda Aceh, Sanggar Seni Senandung Melati Singkil, Sanggar Nurul Alam Banda Aceh
Sanggar Siploh Jaroe Langsa, Sanggar Nek Leuen Langsa Kota, Sanggar Seni Pade Bidjeh Banda Aceh, Sanggar Samara Langsa, Sanggar Ratu Safiatuddin Langsa.
Pimpinan Sanggar Seulanga Samalanga, Bireuen, Yuswar Yusuf mengatakan, ini adalah yabg pertama diberikan Kemendikbud kepada sanggarnya. “Kami akan menggunakan untuk pengadaan peralatan pertunjukan,” kata Yuswar kepada Serambi.
Sanggar Seulanga merupakan sanggar yang melestarikan seni Meugrop Rubbani Wahed, yang hanya berkembang di Samalanga. Saat ini anggota sanggar 28 orang, Yuswar sendiri yang melatih para penari Rubbani Wahed tersebut.
Pimpinan Sanggar Oloh Guel Aceh Tengah, Yusrizal, S.Pd menyebutkan, dirinya mengajukan permohonan fasilitas komunitas budaya tersebut sejak 2013 silam. “Bantuan seperti ini sangat bermanfaat bagi sanggar kami, terutama untuk mendukung proses pembinaan dan kaderisasi,” kata Yusrizal. Dia juga mahir menciptakan alat musik Gayo, teganing dan suling bambu.
Ketua Sanggar Nek Leuen, Kota Langsa Syaifuddin alias Bin mengaku sudah 15 tahun mendirikan sanggar yang bergerak dalam bidang tari tradisi tersebut. Namun baru kali ini ikut workshop, dan memperoleh fasilitas pemerintah. “Selama ini kami memamg tidak pernah minta pun, kecuali bantuan dari perusahaan perkebunan di Langsa,” katanya.
Para pimpinan sanggar itu pada malam pembukaan diminta mengenakan pakaian daerah masing-masing, seperti yang dikenakan Ferry Syahputra, S.Pdi pimpinan Sanggar Samara Langsa, Winda Tea Ariska, S.Pd pimpinan Sanggar Ratu Safiatuddin Langsa dan Maharani dari Sanggar Siploh Jaroe. (fik)