Gaji Tidak Cukup, Banyak Pegawai di Jepang Pilih Tidur di Bilik Warnet
Gaya hidup yang memprihatinkan ini pernah ditampilkan dalam sebuah film dokumenter
SERAMBINEWS.COM - Sebagai negara maju di Asia, perekonomian masyarakat Jepang bisa dibilang cukup baik dengan pendapatan per kapita warganya pun tinggi.
Di balik semua itu ternyata sebagian pegawai di Jepang hanya sanggup tinggal di internet cafe alias warnet.
Dilansir Tribun Travel dari laman Dailymail.co.uk, warnet itu disebut sebagai "internet cafe pengungsi" atau internet cafe refugees karena digunakan untuk mencuci, makan hingga tidur.
Gaya hidup yang memprihatinkan ini pernah ditampilkan dalam sebuah film dokumenter oleh seorang wartawan Jepang bernama Shiho Fukada.

Kehidupan seperti ini harus dijalani oleh mereka yang merantau untuk bekerja.
Cara ini ternyata sudah ada sejak tahun 1990-an saat para pemuda menghabiskan waktunya untuk bermain game.
Ketika lulus dan telah bekerja, mereka pun tetap datang ke warnet setelah pulang kerja.
Akhirnya, mereka menetap di cafe internet 24 jam yang memiliki bilik dan dapat tidur hingga mandi untuk menyegarkan badan sebelum kembali bekerja.
Sekitar 38 persen pegawai di Jepang adalah karyawan tidak tetap dengan kontrak kerja sangat pendek.
Itulah sebabnya, para pegawai yang datang dari luar kota lebih memilih tidur di warnet karena biaya sewanya lebih murah daripada apartemen.
Biasanya bilik internet cafe disewakan dengan harga mulai dari 1200 yen per hari atau sekitar Rp 125 ribu.
Di dalamnya sudah ada selimut dan bantal.
Harga tersebut terbilang murah dibandingkan harus menyew apartemen di Tokyo dengan harga satu juta Yen atau Rp 125 juta.
Upah minimum pegawai di Jepang tahun 2015 lalu mencapai 780 ribu yen atau sekitar 97 juta.
Sedangkan, bagi karyawan tidak tetap, bisa saja upahnya masih di bawah rata-rata.
Inilah yang menyebabkan mereka lebih memilih tidur di bilik internet cafe daripada menyewa apartemen.