Dokter Ahli: Heparin Masih Terbaik
Penggunaan obat berbahan heparin sebagai pengencer darah bagi pasien jantung dianggap lazim di dunia
Penggunaan obat berbahan heparin sebagai pengencer darah bagi pasien jantung dianggap lazim di dunia medis. Obat yang proses pembuatannya menggunakan zat dari babi itu, dinilai sebagai solusi terbaik bagi pasien yang mengalami penyumbatan pembuluh darah, terutama pasien jantung dan stroke.
Hal itu disampaikan dr Adi Purnawarman SpJP kepada Serambi pekan lalu saat ditanya penggunaan heparin dalam dunia medis. Menurut dr Adi, hingga saat ini belum ada obat pengencer darah yang mampu menyamai efektivitas heparin yang di pasaran dikenal dengan merek Lovenox.
“Lovenox adalah obat yang mengandung Enoxaparin yang tergolong jenis heparin. Bahan dasar pembuatnya berasal dari babi,” kata dr Adi. Namun, menurutnya, zat babi itu tidak dijadikan bahan baku utama pembuatan obat tersebut, melainkan sebagai katalisator, yaitu zat untuk mempercepat suatu reaksi kimia.
Adi menjelaskan, senyawa A sebagai zat utama didampingi dengan senyawa B sebagai katalisator bertujuan untuk memberikan zat aktif yang berperan penting dalam proses trombolisis (pengenceran darah). Setelah didapatkan bahan aktif utama lewat proses kimia itu, lanjutnya, katalisator yang berasal dari babi itu tidak ditemukan lagi pada produk akhir.
“Pada produk akhir tidak ditemukan lagi sel yang berasal dari babi. Makanya Majelis Ulama Arab Saudi membolehkan pemakaian Lovenox dalam tindakan medis,” ujar dr Adi Purnawarman, seraya mengaku bahwa Lovenox digunakan dalam pengobatan pasien jantung dan stroke di Aceh.
Dia tambahkan, rekomendasi pemakaian Lovenox pada kejadian akut trombosis (penyumbatan pembuluh darah) masih sangat tinggi. Hal itu didasari berbagai penelitian dalam dunia medis. “Sampai detik ini, Lovenox masih sangat direkomendasikan. Memang ada obat yang berfungsi sama, tapi tidak lebih baik dibanding Lovenox,” jelasnya.
Reaksi dari Lovenox, menurut spesialis jantung dan pembuluh darah ini, sangatlah cepat. Pemberian obat itu dapat melalui injeksi subkutan— disuntikkan ke lapisan lemak di bawah perut—maupun intravena bagi pasien akut. “Bagi pasien akut stemi disuntik melalui intravena. Obat dapat bereaksi dalam waktu lebih kurang 30 menit,” terang Adi.
Menurutnya, saat ini ada dua jenis obat yang digunakan sebagai pengencer darah bagi pasien jantung dan stroke di Aceh, yaitu yang berbahan enoxaparin dan fondaparinux. Fondaparinux merupakan obat sintetis yang berasal dari tumbuhan yang dikemas dengan merek Arixtra. “Tapi efektivitas kerjanya tidak sebaik Lovenox yang berbahan enoxaparin,” ujar Adi.
Bagi pasien yang tidak dapat menerima enoxaparin yang berbahan babi, maka dokter akan menawarkan fondaparinux sebagai alternatifnya. “Semua tergantung pasien, kami hanya menjelaskan plus-minus obat tersebut. Pasien yang berhak menentukan,” kata Adi.
Senada dengan Adi Purnawarman, Direktur RSUD Meuraxa Dr dr Syahrul SpS juga mengakui efektivitas Lovenok. Meskipun berharga mahal, namun lantaran menjadi salah satu obat yang tercantum dalam katalog BPJS Kesehatan, maka seringkali obat ini direkomendasikan dalam keadaan darurat, sepanjang atas persetujuan pasien atau keluarganya. “Ini sebetulnya untuk menyelamatkan sel-sel otak. Kalau di jantung, untuk menyelamatkan sel-sel jantung. Namun, meskipun sudah dalam keadaan emergensi, pemberiannya harus atas persetujuan pasien,” kata Dr Syahrul.
Syahrul memaparkan bahwa penyakit stroke merupakan penyebab kematian terbesar di Aceh, sejajar dengan jantung dan hipertensi. “Umumnya karena terlambat penanganan. Kalau terlambat, meskipun bisa sembuh, namun banyak yang mengalami kecacatan,” kata Syahrul.
Menurut Syahrul, tidak untuk semua kasus emergensi obat ini direkomendasikan. Harus ada serangkaian tes, mulai dari CT-Scan untuk melihat jaringan yang tersumbat, pemeriksaan daerah tekanan jantung, dan lainnya.
Selain itu, kalau pasien dalam keadaan koma, obat ini tidak akan diberikan, karena berisiko pendarahan di jaringan yang lebih luas. “Tetapi, ada juga satu-dua pasien yang menolak. Mereka bilang, jangan dulu, Pak. Coba yang lain dulu. Ya, akhirnya kita ikuti sesuai pilihan pasien,” kata Syahrul.
Sementara itu, Direktur Rumah Sakit Umum Daerah dr Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh, dr Fachrul Jamal SpAn KIC mengatakan, perlu diadakan forum diskusi yang melibatkan pakar ilmu kedokteran dan ulama untuk mengkaji hukum obat yang mengandung lemak babi. “Kalau perlu segerakan kajiannya, bagaimana hukum pemakaian obat itu bagi masyarakat yang mayoritasnya muslim. Lovenox adalah obat buatan luar negeri yang penelitiannya dilakukan oleh ahli nonmuslim. Obat itu direkomendasikan oleh pakar kedokteran, karena terbukti efektif,” kata ahli anestesi (bius) itu.
Fachrul Jamal mengatakan, Lovenox sering diberikan kepada pasien jantung dan stroke di RSUZA. Pihak rumah sakit sudah menggunakan Lovenox sejak 10 tahun lalu berdasarkan rekomendasi pakar. “Kami harus memberikan obat terbaik kepada pasien. Namun, pasien boleh memilih obat mana yang hendak ia pakai,” katanya. (sak/fit)