Mudik Aceh 2017

Museum Tsunami, Destinasi ‘Wajib’ dari Aceh

Berdiri anggun di jantung kota, tempat ini merupakan destinasi ‘wajib‘ jika anda bertandang ke provinsi di ujung barat Indonesia.

Penulis: Nurul Hayati | Editor: Yusmadi
Istimewa
Museum Tsunami, Aceh. 

Laporan Nurul Hayati | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH -- Museum Tsunami tak selalu tentang kesedihan. Ada banyak sisi lain dari bangunan karya arsitek, Ridwan Kamil itu menarik untuk dikulik.

Berdiri anggun di jantung kota, tempat ini merupakan destinasi ‘wajib‘ jika anda bertandang ke provinsi di ujung barat Indonesia. Perpaduan antara laboratorium pengetahuan kebencanaan dan seni arsitektur.

Semua yang bertengger di dalamnya mempunyai nilai filosofis dan setiap inci bangunan dirancang dengan penuh citarasa. Siapkan kamera anda dan abadikan setiap jengkal keindahannya.

Didedikasikan untuk mengenang mahaduka yang telah merenggut lebih dari 200 ribu nyawa pada akhir 2004 silam, bangunan sewarna tanah karya arsitek yang juga Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil tersebut bagai magnit yang tak penah habis untuk dikulik.

Bangunan itu mengawinkan konsep kearifan lokal berwujud rumah panggung dengan konsep escape building hill berupa bukit untuk evakuasi bencana. Berjumlah tiga lantai degan satu lantai dasar.

Lantai 1 merupakan area terbuka dengan kolam yang dikelilingi batu prasasti bertuliskan nama-nama negara yang menjadi donator. Gemericik air ditingkahi pemandangan ikan hias yang menari-nari di dalam kolam menyegarkan mata yang melihat.

Sementara desau angin membelai lembut siapa saja yang datang. Terletak di ketinggian sekitar satu meter, taman terbuka ala masyarakat urban tersebut ibarat oase yang mengalirkan kesejukan.

Memasuki museum, pemandu siap mengantarkan pengunjung memasuki labirin waktu dan merasakan sensasi saat badai datang menyapa.

Menapaki lorong tsunami sepanjang 30 meter dengan ketinggian 19-23 meter ini, gemuruh air yang mengalir di kedua sisinya membekap pendengaran pengunjung.

Ditingkahi keremangan cahaya dalam ruangan sempit nan lembab yang menggambarkan ketakutan yang melanda masyarakat Aceh kala itu.

Selanjutnya pengunjung diajak memasuki ruang kenangan yang menyuguhi slide foto yang berbicara tentang nestapa yang merundung Aceh melalui perangkat-perangkat monitor.

Puluhan foto saat dan ketika evakuasi bencana dilakukan terbingkai rapi, berjejer membuat terenyuh. Du sudut ruangan, miniatur museum tsunami membuat pengunjung bisa melihat bangunan monumental sarat filosofis itu dari segala sisi.

Selanjutnya silahkan mengayunkan langkah menuju sumur doa. Ruang berbentuk silinder dengan nama-nama korban yang menempeli setiap jengkal dinding dan lafadz Allah bertulisan Arab pada puncaknya.

Pendaran lampu membuat ruangan temaram dan sempitnya ruangan membuat suara bergaung. Dari situ pengunjung beranjak ke lorong cerobong atau lorong kebingungan.

Lantai nan berkelok sengaja dirancang untuk mengajak pengunjung merasakan gelombang kekalutan yang mendera warga yang kehilangan sanak kerabat dan harta benda.

Sinaran yang menyusup di ujung lorong mengantarkan pengujung ke jembatan harapan. Jembatan yang melengkung ini menukilkan 54 bendera yang mengucapkan kata damai dengan bahasa masing-masing dengan simbol bendera kebangsaan.

Tempat yang diresmikan pada 2008 lalu itu tak pernah sepi pengunjung. Akhir pekan dan hari libur nasional menjadi puncak kunjungan.

Wisatawan lokal dan turis mancanegara tumpah ruah ke gedung yang apabila dilihat dari kejauhan menyerupai kapal laut lengkap dengan cerobongnya.

Seluruh detail bangunan yang menempel padanya melemparkan ingatan kita saat badai menyapu pesisir Aceh dan sembilan negara tetangga lainnya yang dijilati Samudera Hindia.

Waktu dan lokasi

“Khusus pada Bulan Ramadhan waktu berkunjung mulai pukul 09.00 – 15.00 WIB, sementara Hari Jumat tutup pukul 12.00 dan buka kembali mulai pukul 14.30 hingga pukul 15.30 WIB," terang Humas Museum Tsunami, Nela Vitriani.

Sementara jika berkunjung di luar Ramadhan, petugas melayani pengunjung mulai pukul 09.00 – 16.45 WIB dan istirahat 12.00-14.00 WIB. Untuk diketahui destinasi wisata sejarah ini buka setiap harinya, kecuali Hari Libur Nasional.

Berbeda dengan kebanyakan museum yang tutup saban Senin. Hal ini mengingat tingginya animo pengunjung.

Museum Tsunami menempati letak strategis tepat di depan lapangan Blang Padang dan hanya terpaut sekitar 200 meter dari Masjid Raya Baiturrahman.

Anda bisa memilih bermalam di kawasan Peunayong yang dikenal sebagai kawasan Pecinan. Terletak di pusat kota dan menawarkan banyak penginapan yang cocok untuk backpacker, pun bagi mudik.

Untuk menuju ke tempat ini ada banyak alternatif angkutan umum yang bisa dipilih. Bisa becak motor, angkot, atau ojek. cukup merogoh kocek ribuan atau belasan ribu saja anda sampai kemari. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved