LIPSUS Proyek Tinja di Makam Ulama

Karena Sejarah Dikira Dongeng (Meratapi Gampong Pande)

Situs sejarah Gampong Pande adalah peninggalan Kerajaan Aceh Darussalam. Tempat itu merupakan titik awal berdirinya Kota Banda Aceh 812 tahun silam.

Penulis: Nasir Nurdin | Editor: Safriadi Syahbuddin
SERAMBI/HARI MAHARDHIKA
Batu nisan peninggalan kerajaan Islam yang saat ini tergusur oleh proyek IPAL di kawasan Gampong Jawa, Banda Aceh, Selasa (29/8/2017). 

"Pada saat proyek itu direncanakan tidak ada situs sejarah atau batu nisan yang masuk dalam master-plan. Namun ketika mulai pengerjaan, ditemukan beberapa batu nisan yang sudah tertanam di dalam tanah,” kata Kepala Bappeda Kota Banda Aceh, Ir Gusmeri MT.

Ketika media semakin ramai memberitakan ihwal situs sejarah itu, para ahli juga semakin aktif merespons.

Arkeolog Husaini Ibrahim meminta Pemko Banda Aceh menyelamatkan situs sejarah Gampong Pande dari kehancuran akibat pembangunan tempat pengolahan limbah.

"Kami meminta situs sejarah Gampong Pande diselamatkan. Imbas pembangunan tempat pengolahan limbah sudah cukup parah," begitu kata Husaini Ibrahim, sebagaimana dikutip dan dilansir sejumlah media.

(Baca: Warga Protes Proyek IPAL)

Menurut Husaini, situs sejarah Gampong Pande merupakan peninggalan Kerajaan Aceh Darussalam. Di tempat itu merupakan titik awal berdirinya Kota Banda Aceh 812 tahun silam.

Husaini Ibrahim bersama sejumlah pemerhati sejarah lainnya juga meninjau langsung kondisi situs sejarah Gampong Pande. Hasil tinjauan langsung tersebut ditemukan kerusakan sejumlah makam.

"Ada beberapa makam di situs sejarah Gampong Pande digali untuk pembangunan pengolahan limbah ini. Dari nisannya, itu makam orang penting di masanya. Apakah makam ulama atau penguasa, belum diteliti," kata Husaini seperti dilansir Antaranews.com.

(Baca: Miris, Makam Ulama di Banda Aceh Jadi Tempat Pembuangan Limbah)

"Pembangunan tempat pengolahan limbah bisa direlokasi tapi situs sejarah tidak bisa dipindahkan. Dengan adanya solusi, citra Banda Aceh sebagai kota sejarah bisa terus dipertahankan," lanjut Husaini Ibrahim.

Dan, tentu saja, seperti diskusi saya dengan Fikar W Eda, yang lebih penting lagi adalah bagaimana kita pandai mencatat, merekam, dan mengawal sejarah agar anak cucu kita tidak menganggap sejarah adalah dongeng.

Sehingga (suatu waktu nanti karena dianggap dongeng) di atas dongeng bisa dibuat apa saja, termasuk bunker tinja di situs tsunami, misalnya Kapal Apung.(Nasir Nurdin)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved