Melihat Asrama Mahasiswa Aceh di Malang, Dari WC Rusak Hingga Kamar Bocor
Penghuni asrama diwajibkan melaksanakan shalat magrib berjamaah. Bagi yang mangkir diberikan sanksi.
Penulis: Zainal Arifin M Nur | Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM - Magrib baru saja usai saat saya tiba di Asrama Mahasiswa Aceh, di Jalan Bendungan Jati Gede, Kelurahan Sumber Sari, Kecamatan Lowok Waru, Kota Malang, Jawa Timur, Sabtu (23/9/2017).
Para penghuni asrama Tgk Chik Ditiro itu, baru saja menyelesaikan shalat berjamaah yang diimami oleh Reza Bawazir, mahasiswa asal Aceh yang sedang menuntut ilmu di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).
"Penghuni asrama diwajibkan melaksanakan shalat magrib berjamaah. Bagi yang mangkir (tidak melaksanakan shalat Magrib berjamaah) diberikan sanksi," kata Muhammad Raziq, Ketua Asrama Tgk Chik Ditiro.
Raziq, pemuda asal Blang Asan Sigli, Pidie yang kuliah di Fakultas Syariah Hukum Bisnis UIN Malang menambahkan, khusus malam Jumat, para mahasiswi yang tinggal di Asrama Cut Meutia juga ikut melaksanakan shalat Magrib berjamaah di asrama putra.

Asrama Cut Meutia berada persis di depan Asrama Tgk Chik Ditiro. Kedua asrama ini hanya dipisahkan oleh jalan dengan lebar sekitar lima meter.
"Setelah shalat Magrib, kita bersama-sama membaca Surat Yasin," kata Raziq.
Tokoh Aceh di Malang, Husni Ali mengatakan, Asrama Tgk Chik Ditiro merupakan aset pertama milik Pemerintah Aceh di Kota Malang, Jawa Timur.
"Asrama ini berdiri di atas tanah seluas 400 meter yang dibeli pada tahun 2002 dengan dana APBD Aceh sebesar Rp 390 juta," kata Husni Ali, Penasihat Keluarga Tanah Rencong (KTR) Malang Raya.
(Baca: Asrama Mahasiswa ‘Dikuasai’ Preman)

Awalnya, asrama Tgk Chik Ditiro hanya berbentuk sebuah rumah dengan tiga kamar tidur.
“Saya termasuk generasi pertama yang tinggal di asrama ini. Saat itu (tahun 2002) saya kuliah di Fakultas Hukum Universitas Wisnu Wardhana,” kata Safaruddin SH, Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) yang menemani saya saat berkunjung ke asrama itu.

Saat ini (September 2017), asrama ini sudah memiliki 12 kamar tidur serta empat kamar mandi, satu di antaranya dalam kondisi rusak.
Asrama ini juga memiliki satu ruang tamu, dapur, dan satu ruangan ukuran 4x15 meter yang biasa digunakan untuk mushalla sekaligus ruang pertemuan para mahasiswa maupun keluarga Aceh di Malang.
“Total ada 27 mahasiswa yang tinggal di asrama ini, satu kamar diisi 2 sampai 3 orang,” kata Raziq, Ketua Asrama Tgk Chik Ditiro.
(Baca: Penghuni Asrama Mahasiswa Aceh di Yogyakarta Digugat)
Untuk memasak, ada satu dapur lengkap degan peralatan masak yang dibeli dengan uang iuran bulanan. Para mahasiswa ini masak masing-masing atau secara berkelompok, secara bergiliran.
Untuk gas dibeli dengan uang iuran yang dikutip Rp 100.000 per orang per bulan.
“Selain untuk gas, iuran tersebut juga untuk kepentingan bayar listrik, air, sampah, dan keamanan kepada pihak RT, serta rehab kerusakan ringan,” kata Raziq.

Fakhrurrazi, Ketua Ikatan Pelajar Pemuda dan Mahasiswa Aceh (IPPMA) Malang Raya, menambahkan, jumlah mahasiswa asal Aceh yang menempuh pendidikan di Malang sekitar 300 orang.
Tapi hanya sekitar 150 orang yang bergabung dalam Ikatan Pelajar Pemuda dan Mahasiswa Aceh (IPPMA) Malang Raya. Dan sebanyak 27 orang memilih tinggal di Asrama Tgk Chik Ditiro.
“Sebagian besar mahasiswa asal Aceh yang tinggal di asrama ini kuliah di UIN Malang, Universitas Brawijaya, Universitas Muhammadiyah Malang, dan Universitas Negeri Malang,” kata Fakhrurazi, pemuda asal Kembang Tanjong, Pidie, yang saat ini tercatat sebagai mahasiswa semester VII UIN Malang.
7 Tahun tak pernah direhab
Dalam pertemuan dengan Serambinews.com, para mahasiswa ini menyampaikan keluhan tentang kondisi asrama yang sudah cukup lama tak pernah direhab.
“Rehab terakhir dilakukan saat saya baru pertama datang ke Malang, yaitu tahun 2010. Saat itu, pemprov membangun 7 kamar tidur dan 3 kamar mandi,” kata Rasyidin, mahasiswa asal Langkahan, Aceh Utara.
Setelah tujuh tahun lalu itu, kata Rasyidin, Pemerintah Aceh nyaris tidak pernah peduli lagi dengan kondisi asrama tersebut.
Padahal beberapa kamar mulai bocor saat hujan. Satu kamar mandi juga tidak bisa dipakai lagi.
“Selama ini, kami merehab sendiri dengan uang iuran. Informasi yang kami peroleh, Pemerintah Aceh tidak mau menganggarkan dana lagi untuk merehab asrama ini, karena tidak tercatat sebagai aset Pemerintah Aceh. Agak aneh memang, karena dulunya asrama ini dibeli dengan uang APBD,” kata dia.(bersambung)