Kritik Sosial dalam Cerpen Karya Penulis Aceh
Salah satu jenis karya sastra yang termasuk ke dalam prosa adalah cerita pendek atau cerpen
Oleh: Vera Wardani, S.Pd., M.Pd, Pengajar di Universitas Jabal Ghafur Sigli dan Pesantren Al Furqan Bambi
Salah satu jenis karya sastra yang termasuk ke dalam prosa adalah cerita pendek atau cerpen. Di dalam cerpen, para pengarang cerpen dapat menuangkan berbagai realita kehidupan yang pernah terjadi bahkan dirasakan oleh dirinya sendiri maupun oleh orang di sekitarnya.
Misalnya, pengarang cerpen yang berasal dari Aceh pasti tidak pernah luput mengisahkanjejak rekam kultur masyarakat Aceh dalam kehidupan kesehariannya, baik yang sedang terjadi maupun yang sudah berlalu, serta bagaimana interaksi sosial di dalamnya.
Pengarang cerpen dapat menyampaikan kritiksosial tersebut melalui cerpennya. Misalnya, persoalan sosial atau kritik sosial terhadap realita kehidupan masyarakat Aceh tersebut dapat kita temui dalam beberapa cerpen yang ditulis pengarang Aceh yang terdapat dalam antologi cerpen Tolong Beri Judul editor Reza Indria berikut ini.
(1) Masalah Kemiskinan
Salah satu cerpen yang mengisahkan masalah kemiskinan adalah cerpen Perempuan-Perempuan Perkasa di Dapur Bata karya Vera Yulina. Dalam cerpennya pengarang menceritakan bagaimana pahitnya hidup anak-anak Aceh yang seharusnya masih dalam masa pendidikan harus berjuang melawan hidup karena tuntutan ekonomi. Latar sosial kehidupan yang begitu pahit, telah membuat mereka meninggalkan status perempuan yang disematkan pada mereka.
Harusnya Yuli sedang duduk di bangku perguruantinggi. Tapi, dia harus rela meninggalkan bangku sekolah demi meringankan beban orang tuanya, untuk menyambung hidup. Gadis berambut pirang asal Panton Labu, Aceh Utara intelah putus sekolah sejak duduk di bangku kelas 2 SMP. Sejak saat itu ia memilih membantu orang tua sebagai petani.
(2) Masalah Disorganisasi Keluarga
Masalah ini terdapat dalam cerpen Ka Abeh Cara karya Nanda Mulia Buchari. Diawali kisah hidup seorang adik yang sangat bangga kepada abangnya yang dia anggap selama ini sebagaipelindungnya. Namun, lambat laun pergaulan kakaknya berubah total akibat pengaruh temantemannya maupun pacarnya.
Hari-hari berlalu dengan tingkah abang yangterus memuncak. Pertama rambutnya direbonding, seminggu setelah itu rambutnya mulai dicat kemerahan, pertengahan bulan April aku mendapati lulur di kamar mandinya. Entah keanehan apalagi yang akan kutemui di kemudian hari. Benar dugaanku, beberapa hari setelahperubahan fisiknya, kebiasaannya pun berubah.
Dia mulai pulang larut malam. Aku mantap dan yakin pada alasanku, dia bukan keluar karena panggilan kerja melainkan untuk menemui wanita itu. Teguran mama tak lagi di dengarnya.
(3) Pelanggaran Terhadap Norma-norma Masyarakat
Dalam cerpen Ka Abeh Cara karya Nanda Mulia Buchari, pengarang dengan leluasa menyatakan bahwa damai telah membuat manusia lupa. Damai telah membuat orang-orang asyik dalam kemaksiatan. Makna damai pengaranganggap hanyalah sebagai permainan untuk mengundang bala’. “Artinya apa? Berarti Syariat Islam di Aceh itu berjalan dengan baik sewaktu konflik dan sebelum perdamaian. Sedangkan setelah perdamaian, masyarakat Aceh tidak pernah lagi takut akan Allah.
Bahkan setelah perdamaian, masyarakat Aceh lebih cenderung berbuatmaksiat, kita temukan ada ayah perkosa anak, ada juga paman perkosa keponakan, malah itu terjadi dan dilakukan di alam bebas. Tanpa maludan tanpa sungkan” jelas pria kelahiran 1976 ini, lirih.
(4) Masalah Kependudukan
Dalam cerpen Pengemis Di Kota Kita karyaAsmaul Husna, pengarang mengkritik pertikaian antarsesama pengemis yang terjadi dalam menjalankan aksi mengemisnya. Pengarang di sini mengkritik persaingan hidup yang begitu ketat akhir-akhir ini, sampai-sampai antara pengemis pun harus saling memusuhi demi mencari sesuap nasi. Tempat AW mangkal sekarang bisa dikatakan relatif sepi, tak seperti pengemis lainnya, yang lebh suka memilih mangkal di antara keramaian.
Hal itu dilakukannya karena ia mengaku seringdicaci oleh para pengemis lainnya. AW yang kondisinya yang sudah tua dan cacat mengaku sering dimarahi oleh pengemis lain, yang memiliki kondisi agak memadai.
(5) Masalah Lingkungan Hidup
Cerpen Kebersihan Bukan SebahagianDari Pasar? karya Julia Shanty menceritakan keadaan lingkungan tempat berkumpulnya para penjual dan pembeli di pusat keramaian kotaBanda Aceh yang dinamai Pasar Aceh. Pasar yang direhab kembali setelah bencana dahsyat tsunami meluluh-lantakkan bumi Aceh ini menghabiskan dana milyaran rupiah untuk merekontrusinya ulang.
Namun apa daya, pasar yang konon merupakan pasar termegah dijantung kota Banda Aceh ini sudah mulai terlihat kumuh dari sebelumnya. Gang sempit dan kios-kios kecil pun menghiasi pasar ini. Ada sekitar 2.000 lebih pedagang disana. “Sudah sempit, gelap, jorok lagi!” kata Syaripah. Gadis kecil yang baru berusia 9 tahun ini tampak begitu bosan.