Kupi Beungoh

Ziarah Makam di Belantara Aceh Besar, Diduga Pusara Pendiri Kota Banda Aceh, Begini Kondisinya

Tidak ada jalan yang bisa ditembus dengan kenderaan, kecuali jalan setapak yang juga sangat sulit dilalui.

Editor: Zaenal
IST
Berziarah ke makam Sultan Alaidin Djohan Syah, di pegunungan Lamsuseng, Kecamatan Sukamakmur, Aceh Besar, Minggu (31/12/2017). 

Oleh: Munawar AR

BAGI sebagian orang, terutama yang punya jabatan dan uang berrlebih, libur panjang tahun baru wajib diisi dengan kunjungan rekreasi ke tempat wisata terkenal di Nusantara hingga mancanegara.

Fenomena ini juga kita lihat dari status-status orang Aceh di media sosial dan fasilitas berbagai pesan Whatsapp.

Amatan penulis dari status sejumlah warga Aceh di media sosial, lokasi tujuan atau destinasi liburan sangat tergantung dengan isi kantong.

Bagi yang pegawai rendahan, pilihannya adalah destinasi di dalam daerah. Seperti pantai, waterboom, hingga liburan ke Pulau Sabang.

Bagi yang punya uang lebih sedikit, mereka bikin status berlibur ke Medan, Bandung, Bali, Lombok, hingga ke Raja Ampat di Papua.

Sementara bagi yang level lebih atas, status dan foto-foto yang diposting adalah suasana liburan di luar negeri.

Ada juga beberapa orang, terutama pejabat, yang seakan ‘malu-malu’ memosting fotonya di luar negeri, dengan kalimat “sedang menjalankan tugas”.

Tentu semua tergantung dengan “amal” masing-masing. Alias, lokasi liburan disesuaikan dengan kocek masing-masing.

(Baca: Abusyik, Lihatlah Reubee, Keumala, Gigieng, Di Sana Banyak Jejak Sejarah)

Lalu bagaimana dengan saya?

Tahun ini saya dan beberapa teman memilih mengisi libur panjang pergantian tahun 2017 ke 2018 dengan melakukan ziarah ke makam pahlawan.

Apakah ziarah ke makam pahlawan bisa menjadi alternatif baru untuk berlibur?  

Iya, ziarah makam selama ini  dikenal sebagai amaliah Nahdlatul Ulama (NU), bisa dimanfaatkan untuk menambah wawasan, pengetahuan juga literasi bagi kita tentang pahlawan-pahlawan yang sudah berjasa bagi republik ini.

Di penghujung tahun 2017, tepatnya hari Minggu tanggal 31 Desember 2017, kami menjelajahi hutan yang ada di Aceh Besar.

Tujuannya adalah ziarah ke sebuah makam, yang oleh masyarakat setempat dipercaya sebagai tempat Sultan Alaidin Djohan Syah dimakamkan.

Lokasi ini berada di gunung Lamsuseng, gugusan Bukit Barisan. Lebih kurang sekitar 5 kilometer dari Desa Lambirah, Kecamatan Sukamakmur Aceh Besar.

(Baca: Tak Banyak yang Tahu, Raja Termegah Aceh Sultan Iskandar Muda Mangkat Hari Ini, 381 Tahun Lalu)

Butuh waktu 3 jam untuk sampai di lokasi yang hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki.

Tidak ada jalan yang bisa ditembus dengan kenderaan, kecuali jalan setapak yang juga sangat sulit dilalui.

Bagi yang tidak membawa bekal juga tidak usah repot, di sepanjang jalan tersedia air yang sudah ditampung oleh warga sekitar, menggunakan bambu yang sudah dibolongin menjadi pipa.

Perjalanan ke lokasi makam
Perjalanan ke lokasi makam (Facebook)

Belum lagi suguhan durian yang diangkut oleh warga untuk dibawa turun dari kebunnya.

Medan yang sulit memaksa kami untuk beristirahat sambil menikmati keindahan alam.

Dari puncak pegunungan ini kita bisa melihat Kota Banda Aceh, Aceh Besar bahkan Kota Sabang.

Beberapa kawan yang ikut berujar, “kalau punya uang kita bisa bangun resort/penginanapan di sini, pemandangannya akan mengalahkan The Lodge Maribaya Bandung.”

Setelah 3 jam perjalanan, barulah kami sampai di lokasi yang oleh masyarakat sekitar diyakini sebagai makam Sultan Alaidin Djohan Syah.

Sultan Alaiddin Djohan Syah (meninggal 1760) adalah sultan kedua puluh empat kesultanan Aceh. Banyak pendapat menyebut, Alaidin Djohan Syah adalah pendiri Kota Banda Aceh.

Mujiburahman, tokoh masyarakat Kecamatan Sukamakmur yang ikut mengantar kami ke lokasi makam menceritakan, dulu, Baharuddin Yahya yang menjabat sebagai wali kota Banda Aceh pada 1983-1993, pernah datang untuk menziarahi makam Sultan Alaidin Johansyah.

Tapi karena medan yang sangat sulit dilewati, akhirnya rombongan tidak berhasil mencapai lokasi.

Kami saja yang masih muda, harus menginap di lokasi pada malam itu, yaitu tepat pada malam tahun baru 1 Januari 2018. 

Pemandangan dari atas pegunungan
Pemandangan dari atas pegunungan (Facebook.com)

Kondisi makam

Saat kami tiba di lokasi, bagaikan langit dan bumi, ternyata apa yang terpikirkan oleh kami berbanding 180 derajat dengan kondisi sebenarnya.

Tidak terlihat sama sekali tanda-tanda jika itu adalah pusara mantan penguasa kerajaan Aceh.

Kondisi makam sangat menyedihkan, tidak ada pondasi yang memugari makam.

Hanya beberapa pohon setinggi 150 M yang melingkari makam, itupun di kelola secara sukarela oleh masyarakat.

Padahal, penghuni makam ini memberi kontribusi besar kepada Banda Aceh yang saat ini menjadi ibu kota Provinsi Aceh.

Memang sudah menjadi rahasia umum, selama ini kepedulian pemerintah terhadap makam-makam pahlawan, situs-situs sejarah, masih jauh panggang dari api.

Yang ada hanya murni komitmen masyarakat untuk menjaga makam secara ikhlas, sebagai sebuah bentuk penghargaan bagi pahlawan.

Aakh sudahlah, pun diceritakan panjang lebar pemerintah tak juga peduli, mereka sedang sibuk mencari investor dan membeli pesawat.

* Penulis adalah Sekretaris KNPI Aceh Besar dan aktivis KWPSI, berdomisili di Kuta Baro, Aceh Besar.

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved