Opini

Signifikansi Global Pembangunan Aceh

Aceh sesungguhnya memiliki modalitas yang lebih dari cukup untuk menjadikannya daerah paling maju, makmur, kaya, dan Sejahtera.

Editor: mufti
IST
Bulman Satar, Praktisi Pembangunan 

Bulman Satar, Praktisi Pembangunan

MENTRANSFORMASI Aceh dari segala ketertinggalan, saatnya kini kita mulai melangkah lebih jauh dengan memperluas visi dan radius kesadaran bahwa Aceh sesungguhnya memiliki modalitas yang lebih dari cukup untuk menjadikannya daerah paling maju, makmur, kaya, dan Sejahtera.

Aceh memiliki modal status daerah otonomi khusus yang memberinya keluasan ruang dan otoritas untuk berkreasi, berinovasi, melakukan terobosan-terobosan dalam rangka menjadikan dirinya lebih baik, maju, dan mandiri, konon lagi didukung oleh potensi sumber daya alam melimpah.Jika kita mampu mengkapitalisasi semua modalitas ini, bukan tidak mungkin Aceh mampu melesat, menjadi yang terdepan di antara daerah-daerah lain di Indonesia. Sejauh ini hasilnya memang masih paradoks dan jauh dari harapan. Merujuk data-data statistik, dalam banyak indikator makro pembangunan Aceh justru masih tertinggal dari daerah-daerah lain di Indonesia. Ini menjadi bukti sumberdaya yang dimiliki Aceh, baik alam, anggaran, dan status otonomi khusus tidak atau belum mampu menjadi pemantik dan stimulan bagi letupan-letupan kemajuan untuk membawa Aceh ke arah yang lebih baik.

Posisi geostrategis

Aceh tidak kekurangan apapun, bahkan berlebih dalam banyak hal. Di luar status otonomi khusus dan sumberdaya alam yang kaya, Aceh sesungguhnya juga memiliki satu keunggulan istimewa lainnya yaitu posisi geostrategis. Dua turunan operasionalnya adalah geopolitik dan geoekonomi. Geopolitik adalah tentang bagaimana faktor-faktor geografis mempengaruhi kebijakan dan strategi politik suatu negara atau wilayah. Sedangkan geoekonomi berbicara bagaimana faktor-faktor geografis mempengaruhi kegiatan dan kebijakan ekonomi suatu negara atau wilayah.

Tidak hanya dua itu, Aceh menariknya juga memiliki geohistoris dan geoekologis, sehingga semuanya ada empat cluster geostrategis. Jika digabung, keempat cluster ini memiliki setidaknya tiga belas turunan poin yang kemudian membentuk satu paket besar posisi geostrategis Aceh.

Untuk cluster geopolitik dan ekonomi ada beberapa skema kerja sama internasional (multilateral dan bilateral) dan jalur perdagangan dunia yang memberi keuntungan strategis bagi Aceh.

Mulai dari Indo-Pasifik, IORA, IMT-GT, BRICS, konektor geografis dalam kerja sama Indonesia-India, konektor historis dalam kerja sama Indonesia-Turki, Selat Malaka, kedekatan geografis dengan Thailand, Malaysia, Singapura, pintu gerbang masuknya wisatawan dunia ke Indonesia, Terusan Kra, hingga diperkuat  posisi Aceh yang bisa akses langsung ke berbagai kawasan di dunia dengan potensi pasar kurang lebih 2,2 miliar populasi manusia. Mulai dari Asia Tenggara, Asia Selatan, India, Timur Tengah, Afrika, Eropa, hingga Australia.

Kedua, untuk cluster geohistoris Aceh memiliki jejak sejarah sebagai titik utama jalur perdagangan rempah nusantara dan dunia. Aceh, ketika berjaya di era Kerajaan Aceh Darussalam, juga adalah pusat peradaban Islam Asia Tenggara. Kerajaan Aceh Darussalam masuk dalam daftar empat besar kesultanan Islam terbesar dengan kekuatan maritim yang juga sangat tangguh di dunia pada waktu itu. Lalu ketiga, cluster geoekologis, Aceh memiliki hutan paru-paru dunia, dan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL). KEL masuk dalam kawasan strategis nasional dalam fungsi ekologisnya yang berperan penting dalam menyerap karbon dan menjaga keseimbangan iklim dunia.

Ada banyak program strategis dan visioner yang dapat dikembangkan Aceh memanfaatkan posisi geostrategis yang berlimpah ini. Sepuluh poin geostrategis yang masuk dalam cluster geopolitik dan ekonomi, bukan hanya memberi peluang besar tapi bahkan juga memperkuat posisi dan daya tawar politik dan ekonomi Aceh di tingkat lokal, nasional, bahkan global.

Ragam peluang dapat dimanfaatkan Aceh mulai dari perluasan pasar ekspor, peningkatan investasi, infrastruktur maritim, pengembangan sektor pariwisata, dan perikanan, peningkatan intensitas tata niaga dan perdagangan, hingga penguatan posisi Aceh untuk pusat dan efisiensi logistik, dalam skema konektivitas ekonomi Aceh dengan berbagai kawasan di dunia.

Untuk cluster geohistoris, Aceh dapat merevitalisasi jejak sejarah kekuatan maritim, jalur rempah, dan pusat peradaban Islam Asia Tenggara dengan pembuatan film Laksamana Malahayati, pengembangan museum rempah dan destinasi agrowisata kebun raya rempah yang kebetulan memang sudah menjadi program pemerintah pusat dimana Aceh bahkan telah ditetapkan sebagai salah satu spot utama pengembangannnya.

Sebagai daerah dengan koleksi manuskrip terkaya di Indonesia, Aceh juga sangat layak mengembangkan pusat studi manuskrip dan museum arkeologi Islam. Sementara itu untuk cluster geoekologis, KEL yang world-valued dan world-branded dengan fungsi ekologisnya, dapat dikembangkan menjadi destinasi ekowisata dan pusat riset lingkungan hidup dan keanekaragaman hayati berkelas dunia.

Jadi Aceh dengan semua keunggulan geostrategis ini, sejatinya adalah centre of gravity, pusat gravitasi dari aktivitas perdagangan dan ekonomi global serta simbol peradaban dunia. Berada di sisi selat Malaka, Aceh adalah titik tengah, pusat dunia, jembatan yang mempertemukan dua blok jalur lalu lintas perdagangan utama dunia, yaitu Samudra Pasifik dan Samudera Hindia.

Dengan posisi sentral ini pembangunan Aceh sesungguhnya memiliki global signifikan. Signifikansi global yang bermakna bahwa pembangunan Aceh bukan hanya strategis bagi dirinya sendiri di tingkat lokal, tapi juga bagi Indonesia di tingkat nasional. Bahkan dunia di tingkat global. Ini posisi kunci yang berada dalam genggaman Aceh, dan nilainya mahal sekali. Jadi dari sisi posisi Aceh sesungguhnya adalah pemain inti, tinggal kita pastikan dari sisi fungsi Aceh juga bisa menjadi pelaku utama, tidak pasif hanya sebagai penonton.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved