Dana Gampong ‘Ngendap’ di BPRS

Dana bergulir (revolving) untuk pemberdayaan ekonomi gampong sebesar Rp 19,5 miliar hingga saat ini mengendap di Bank

Editor: hasyim
Warga Desa Pungkie Kecamatan Kaway XVI, Aceh Barat mengadakan aksi ke DPRK mengadu terkait dugaan ketimpangan dana desa, Senin (6/11). 

* Total Rp 19,5 Miliar

BANDA ACEH - Dana bergulir (revolving) untuk pemberdayaan ekonomi gampong sebesar Rp 19,5 miliar hingga saat ini mengendap di Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Baiturrahman. Pasalnya, pengelola resmi dana tersebut sudah beralih dari BPRS ke Badan Usaha Milik Gampong (BUMG) yang dibentuk di setiap gampong.

Hal itu diungkapkan anggota Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Banda Aceh, Irwansyah ST, kepada Serambi, Kamis (25/1). Dia mengatakan, mulai dikumpul sejak tahun 2010, dana tersebut kini berjumlah Rp 19,5 miliar. “Rata-rata setiap gampong sudah memiliki dana sekitar Rp 200-300 juta di BPRS Baiturrahman,” ujarnya.

Namun, lanjut Irwansyah, BPRS Baiturrahman sudah tidak berhak lagi mengelola dana tersebut seiring terbitnya Peraturan Wali Kota (Perwal) Nomor 28 Tahun 2016 tentang penyertaan modal. Dalam Perwal itu disebutkan bahwa dana gampong tidak lagi ditempatkan di BPRS, melainkan BUMG yang ada di tiap gampong.

Untuk melanjutkan pengelolaan dana tersebut, kata Irwansyah, BPRS Baiturrahman mengadakan MoU dengan pihak gampong. Namun, legalitas pengelolaan dana oleh BPRS berakhir pada Mei 2017 tanpa ada perpanjangan MoU. “Praktis dengan dua dasar itu (Perwal dan berakhirnya MoU), maka sejak 2017 lalu dana gampong ini sudah tidak boleh lagi berada di BPRS,” tegasnya.

Menurut Irwansyah, ketidakjelasan status dana Rp 19,5 miliar memunculkan sejumlah konsekuensi terhadap 90 gampong di Aceh. Pertama, aparatur gampong akan kesulitan dalam penyusunan APBG 2018, dimana ada dua item yang harus jelas yakni pendapatan dan belanja. “Dana revolving ini merupakan pendapatan bagi gampong. Kalau tidak ada wujudnya, maka APBG tidak bisa disusun, dan berujung pada terhambatnya gaji aparatur gampong,” jelas dia.

Kedua, kata Irwansyah, BUMG sudah banyak dibentuk namun tidak dibolehkan mengelola dana revolving itu. “Kita punya dana Rp 200an juta per gampong tapi tidak bisa dipakai, itu kan aneh. Berikan dana itu kepada BUMG agar dapat memberdayakan ekonomi masyarakat lebih baik lagi,” ujarnya.

Terakhir, lanjut Irwansyah, ada wacana berkembang yang menyebut dana revolving gampong akan dialihkan ke PT Mahira, lembaga keuangan mikro syariah yang baru disahkan. Dia menegaskan, Pemko Banda Aceh tidak boleh membuat keputusan sepihak tanpa melibatkan aparatur gampong.

“Tanyakan dulu ke pemerintah gampong apa mereka mau berinventasi di situ. Saya minta Pemko segera ajak diskusi para keuchik, tuha peuet, dan unsur pemuda terkait dana ini,” jelasnya. Ditambahkan, ketidakjelasan status dana revolving sudah mulai dibicarakan di tingkat gampong karena wujudnya tidak pernah terlihat.

Sementara itu, Direktur BPRS Baiturrahman Banda Aceh, Rachmad Hardiyanto saat dikonfirmasi, Jumat (26/1) mengatakan, persoalan status dana revolving gampong merupakan wewenang Pemko Banda Aceh yang diatur dalam Perwal. “Kami ini cuma bank pengelola saja. Sampai sekarang kami masih menunggu petunjuk dari Pemko Banda Aceh terkait hal ini,” ujarnya.

Menurut Rachmad, dana revolving itu memiliki asal usul yang panjang. Namun dia menolak berkomentar karena menilai Pemko yang lebih berhak menjelaskannya. “Kami ditunjuk oleh Pemko untuk mengelola dana ini sejak 2009. Menurut DPMG, kerja sama (MoU) akan disambung walaupun agak telat,” kata dia.

Saat ditanya apa legalitas BPRS Baiturrahman dalam mengelola dana meskipun MoU sudah berakhir, Rachmad mengaku bahwa Pemko yang meminta pihaknya. “Menurut Pemko soal administrasinya bisa diselesaikan belakangan, yang terpenting masyarakat bisa terbantu secepatnya,” imbuhnya, dan menyebut dana tersebut tersimpan aman.(fit)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved