Menatap Aceh
Masa Depan Leuser: Warisan Dunia Yang Masih Terancam
Taman Nasional Gunung Leuser telah mengalami kerusakan mencapai 32.661 hektar, atau sekitar 5% dari luas TNGL.
HUTAN Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) yang luasnya di Provinsi Aceh mencapai 2,25 juta hektar merupakan salah satu hutan hutan terluas di Indonesia bahkan di Asia Tenggara. Hutan ini menghidupi lebih empat juta masyarakat yang tinggal disekitarnya dan habitat bagi berbagai satwa langka.
Namun, kondisi hutan yang didalamnya termasuk Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) dan Suaka Margasatwa Rawa Singkil, terus terancam oleh kegiatan legal maupun ilegal. Contohnya, perambahan untuk perkebunan (khususnya kelapa sawit), illegal logging, pembangunan jalan di dalam hutan, dan perburuan satwa yang dilindungi. Hal demikian turut memperparah kondisi hutan Leuser.

Berdasarkan data Geographic Information System (GIS) Yayasan HAKA, kerusakan hutan Kawasan Ekosistem Leuser pada 2014-2015 mencapai 13.700 hektar. Kemudian pada tahun 2015-2016, seluas 10.351 hektar, dan pada tahun 2016-2017, kerusakan hutan Kawasan Ekosistem Leuser tercatat 6.875 hektar. Sehingga, diperoleh data deforestasi hutan KEL sejak tahun 2014-2017 seluas 30.926 hektar. Termasuk Taman Nasional Gunung Leuser yang ditetapkan menurut SK MenLHK No.103/MenLHK-II/2015 seluas 625.115 hektar, pada tahun 2017 tersisa 592.454 hektar. Dengan kata lain, Taman Nasional Gunung Leuser telah mengalami kerusakan mencapai 32.661 hektar, atau sekitar 5% dari luas TNGL.
Kegiatan proyek energi yang direncanakan pemerintah juga masih abai dalam melindungi benteng hutan tropis ini. Seperti rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) di Zona Inti KEL, Kappi, dan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Tampur 1 yang berpotensi merendam lebih dari 4.000 hektar hutan setelah bendungan selesai dibangun.

Pemantauan yang dilakukan oleh Forum Konservasi Leuser (FKL) menunjukkan, volume kayu hasil illegal logging pun meningkat ± 2 kali lipat dari tahun 2016, menjadi 7.421,3 meter kubik kayu. Demikian halnya aktivitas perambahan hutan KEL yang tercatat hingga 1.368 kasus, dengan luas perambahan hutan mencapai 6.648 hektar. Selain itu, terjadi pula aktivitas perburuan satwa sejumlah 729 kasus perburuan, dan 814 jerat untuk satwa landak, rusa, kijang, beruang, harimau, dan gajah yang disita atau dimusnahkan. Masihkah Leuser hidup untuk menghidupi manusia? Bersama-sama, kita yang tentukan bagaimana Leuser menyongsong hari ini, esok, dan masa depan. (Teks: Mega Ayu Lestari)
---
Rubrik Menatap Aceh edisi "Masa Depan Leuser: Warisan Dunia Yang Masih Terancam" disampaikan oleh Yayasan Rekam Jejak Alam Nusantara dan Mongabay Indonesia, serta didukung oleh USAID. Terbit di Harian Serambi Indonesia edisi Minggu 28 Januari 2018. Versi PDF Menatap Aceh bisa diunduh di sini.