Mengenal Hassan Shadily, Sosok di Balik Kamus Inggris-Indonesia yang Fenomenal
Namun, kamus dwibahasa karya John M Echols dan Hassan Shadily ini bisa saja tak tercipta andai Hassan menjadi dokter seperti yang diidamkannya.
SERAMBINEWS.COM - Hampir semua pelajar kenal dengan Kamus Inggris Indonesia ini. Warna birunya yang dominan dengan setrip warna kuning – hijau – merah sudah begitu familiar. Saking terkenalnya, buku bajakan kamus ini dengan mudah diperoleh. Bahkan ada yang menjajakannya di pinggir jalan.
Namun, kamus dwibahasa karya John M Echols dan Hassan Shadily ini bisa saja tak tercipta andai Hassan menjadi dokter seperti yang diidamkannya.
Baca: Final India Open 2018 - Marcus/Kevin Menang Set Pertama 21-14, Peluang Hattrick Makin Terbuka
Kamus Inggris-Indonesia ini tidak saja menjadi senjatan andalan pelajar Indonesia. Di Amerika Serikat dan negara-negara lain, seperti Australia dan Malaysia, kamus Inggris-Indonesia — dan Indonesia-Inggris — dari Echols dan Shadily juga sudah dianggap kamus standar oleh mereka yang mempelajari bahasa Indonesia.
Bahkan, penerbitannya yang pertama kali sebenarnya bukan dilakukan di Indonesia, tapi di Amerika Serikat, oleh Cornell University Press.
Kalau saja ia tak pernah bertemu dengan John Echols, mungkin sekarang kita tak mengenal Hassan Shadily sebagai seorang ahli leksikografi, ahli perkamusan.
Hassan sedang belajar sosiologi ketika ia bertemu dengan guru besar linguistik itu di Universitas Cornell, Amerika Serikat, tahun 1952.
Walau tiga tahun kemudian ia meraih gelar master dalam sosiologi, tapi selanjutnya Hassan lebih banyak sibuk mengurusi kamus dan ensiklopedi.
Baca: Tak Hanya Ayu Dewi, Zumi Zola Juga Pernah Batal Nikah dengan Wanita Ini
Ini semua gara-gara Prof. Echols meminta bantuan Hassan melaksanakan proyek penyusunan kamus Indonesia-Inggris.
Meski Hassan sama sekali belum berpengalaman dalam soal ini, Prof. Echols percaya pada kemampuannya. Selain menguasai bahasa Indonesia, Hassan juga dapat berbahasa Inggris dengan baik.
Pengalaman Hassan sebagai bekas wartawan yang sering menulis dalam Pelita Rakyat dan Trompet Masyarakat juga menjadi pertimbangannya.
Dalam tahun 1952 itu juga mereka mulai bekerja sama. Kamus Indonesia-Inggris selesai dalam waktu dua tahun, dalam masa tinggal Hassan di Cornell; sedang kamus lnggris-lndonesia yang disusun belakangan digarap lebih dari enam tahun, pada waktu Hassan sudah kembali ke Indonesia.
Karena itulah kerja sama lalu lebih banyak dilakukan dengan cara surat-menyurat. Selesai penyusunan kedua kamus itu, yang masing-masing diterbitkan pertama kali tahun 1961 dan 1975, tidak berarti berakhir pula kerja sama di antara kedua penyusunnya.
Hassan di Jakarta dan John Echols di Cornell terus mengumpulkan kata-kata baru untuk makin melengkapi kamus mereka.