Ustaz Abdul Somad
Isi Lengkap Petuah Melayu yang Ditulis dan Dibacakan Ustaz Abdul Somad Saat Pemberian Gelar Adat
Ustadz Abdul Somad membacakan petuah melayu yang sengaja dibuatnya untuk acara di LAM Riau tersebut.
SERAMBINEWS.COM - Ustadz Abdul Somad menyampaikan petuah saat proses pemberian gelar Datuk Seri Ulama Setia Negara di Gedung LAM Riau.
Ustadz Abdul Somad membacakan petuah melayu yang sengaja dibuatnya untuk acara di LAM Riau tersebut.
"Saya rasanya bercampur aduk ini, antara sunat dan nikah duduk di pelaminan ini,"ujar UAS sebelum membacakan petuah Melayunya.
Petuah yang ditulis dalam kertas kecil panjang itu, kata UAS ditulisnya dalam pesawat Garuda saat perjalanannya dari Jakarta ke Pekanbaru sebelum menghadiri acara di LAM tersebut.
"Ini saya tulis dalam pesawat Garuda perjalanan ke Pekanbaru, "ujarnya.
Petuahnya itu berisikan perjalanan hidupnya dan nasehat kepada masyarakat Melayu untuk lebih maju dan peduli dengan pendidikan anak kemenakan terutama pendidikan agama islam.
Petuah itu dibalut dengan kalimat syair dan puisi sehingga para hadirin yang hadir dalam majelis tersebut terkesima mendengar petuah yang disampaikan.
Diantara bait syair Ustadz Abdul Somad perjalanannya menyampaikan ceramah Islam ketika diusir dari Pulau Dewata dan dideportasi dari Negeri China.
Somad juga menyampaikan petuah agar anak melayu bersekolah di pesantren, apalagi pesantren sudah banyak di Riau.
Ustadz Abdul Somad juga menyebut dalam bait syair perjuangannya melakukan syiar Islam belum seberapa bila dibandingkan perjuangan Nabi Muhammad.
Baca: Islandia Bahas RUU soal Larangan Sunat bagi Anak Laki-laki
Baca: Pendaftar Calon PPS Pidie Capai 7 Ribu Orang, Ini Jadwal Ujian Wawancara
Sebagaimana diketahui dalam acara pemberian gelar Datuk Seri Ulama Setia Negara ini, dihadiri ribuan masyarakat dan tokoh penting melayu yang datang dari berbagai wilayah melayu di Riau.
Prosesi pemberian gelar dan penabalan Ustadz Abdul Somad di Gedung Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau berlangsung khidmat.
11 tokoh penting Melayu ikut memberi tepuk tepung tawar kepada ustadz kondang tersebut Selasa (20/2/2018).
Diantara tokoh tersebut perwakilan dari kerajaan di Riau mulai dari Kerajaan Siak, Indragiri, Pelalawan, Kampar, dan beberapa tokoh masyarakat penting lainnya seperti Syarwan Hamid dan Mustafa Umar.
Acara pemberian gelar Datuk Seri Ulama Setia Negara pada Ustadz Abdul Somad sendiri dihadiri ribuan masyarakat di Gedung LAM Riau.
Baca: Kawanan Gajah Liar Mengamuk di Keumala Pidie, Kebun Semangka Jadi Sasaran
Baca: Chandra Tersingkir, Persaingan 8 Kontestan yang Lolos di Indonesian Idol 2018 Makin Panas
Berikut ini kutipan kalimat syair melayu yang dibacakan Ustadz Abdul Somad pada acara pemberian gelarnya di Gedung LAM Riau.
Ini dibacakan Somad dihadapan ribuan hadirin yang disambut antusias masyarakat.
Melihat Sungai Nil dan Piramida, bersua dengan Firaun dan Musa. Dari bumi Malaya akhirnya terdampar di Gurun Sahara, hampir sampai ke Barcelona.
Setelah lama mengembara kembali jua ke bumi tercinta. Tanah Siak Sri Indra Pura. Membawa gelar LC MA, banyak orang bertanya-tanya, apalah agaknya artinya? Lagi Cemas Mencari Anak Dara.
Nasihat orang tua-tua berlayarlah di pokok yang gagah perkasa. Barangnya jadi penyengga, akarnya tempat bersila.
Bersilaturrahim ke rumah doktor Mustafa. Rumah putih di Jalan Gulama. Dia bawa daku sebelum senja. Ke TVRI membawa acara. Bila dia pergi ke Malaysia, dia duduk di singgasana, menjadi guru sekejap mata.
Subuh tiba gelap gulita, mengunjungi mesjid di pagi buta, jamaah pun tak pula ada, banyak tiang dari manusia.
Berbekal sabar dan doa. Nasib baik datang menyapa. Khotbah bergetar dari mesjid raya. Banyak mata terpesona, caci hamun pun ikut terta. Lovers and haters kata anak muda.
Ada pula yang menuduh paksa, dengan fitnah anti Bhineka Tunggal Ika. Diusir dari Pulau Dewata, dideportasi dari Negeri China.
Tapi hati tak rasa geram. Sebab itu belum ada apa-apanya, bila dibanding nabi besar kita, gigi patah dan terluka, namun tetap berbalas doa.
Sungguh tak layak masuk surga, busuk hati terus dipelihara. Orang Melayu cinta negara, 13 juta golden Belanda, diberikan untuk membela bangsa, Sultan Syarif Kasim orang mulia, dari Kerajaan Siak Sri Indra Pura.
Berbaurlah ke Yogyakarta, jangan kau ajar kami tentang cinta negara, kalau bukan karena kami punya bahasa, kau pun tak dapat bertutur kata.
Dendam jangan masuk ke kepala. Masih banyak yang perlu dewasa. Anak Sakai meniti pipa, anak Akit senyum menyapa, Talang Mamak terus menganya, padahal minyak tiada terkira, tapi apa mau dikata, terlampau banyak diangkut ke Jakarta.
Awan berarak mengikuti senja, budak menuju surau mushala, quran di tangan dan alif, ba, ta, tak lupa rotan dibelah dua.
Tapi kini semua dah sirna, semua sudah berganti rupa, budak asyik bermain SEGA, playstation dan warnet beraneka. Batman hingga Mahabarata, sampai Spiderman sarang laba-laba.
Kalaulah tak ada usaha, budak Melayu kan hancur binasa. Melayu hanya tinggal nama, rusak karena AIDS dan narkoba. Menjemput murka dan bencana, wajah menjadi bermuram durja.
Selepas masuk Belanda, banyak orang tak boleh tulis baca, huruf arab berbilang serta, Melayu Riau boleh berbangga, huruf arab merata-rata, dari mesjid hingga kantor walikota. Tapi bila tiba saatnya, huruf arab hanya mantra, dibaca saat duka cita, atau untuk pelet wanita. Sungguh kiamat di pelupuk mata.
Maka, masukkan lah anak ke sekolah agama, ada Gontor 7 di jalan ke Kampa, Darel Hikmah, Babussalam dan As-Shofa, atau IBS arah asrama tentara. Memang agak mahal biaya, minimal pelajaran agama ada 5. Menjadi bekal dari muda ke tua. Andai tersesat boleh kembali semula, mereka akan jadi pemimpin bangsa.
Dari presiden sampai Pak KUA, kita semua akan binasa, harta tiada dibawa serta, doa anak saleh jua lah yang mengalir ke kita.
Tepak sirih merah merona, gambir, kapur dan pinang tua mulut mengunyah bermasam muka. Tanda ludah sedang merasa. Pahit, kelat dan pedar ada. Semua mesti ditelan sama, pertanda hidup berumah tangga.
Makan dan duduk memasang kenanga, jemputan hadir saudara mara. Berzanji dibaca merhaba, tuan mufti membaca doa, air mata bahagia ayah dan bunda, menanti cucu penyejuk mata. Di sanalah bahagia berpunca.
Tapi kini semua tak ada, akad menjadi majlis duka. Karena marah menghujam dada, rusak sudah pemudi pemuda, amuk dan hamun mengisi acara. Mereka tak salah jua. Karena diam kitalah bencana mereka.
Banyak orang bertanya-tanya, siapa lah agaknya menulis kata-kata berbingkai makna? menyentuh rasa hati dan kepala, bila pula dia menulisnya? Jawabnya, siapa lagi kalau bukan Datuk Seri Ulama Setia Negara. Ditulis saat dalam perjalanan dari Jakarta di dalam pesawat garuda.
Tapi bila malaikat maut tiba, pangkat dan kuasa tak lagi bermakna, hanya iman dan amal saleh jua yang akan dibawa serta. Tinggalah rumah besar bertingkap kaca, anak menantu, sahabat dan tetangga, kait songket berbaju sutra, cincin emas dan batu permata, rubi, zambrud dan batu permata.
Kalau ada tangan yang pernah menyapu air mata, orang susah dan miskin papa, kepala anak yatim tiada berbapak, itulah yang akan dibawa serta.
Apa tanda Melayu menyapa, lemah lembut bertutur kata, apa tanda Melayu beragama, takut pada Allah semata, apa tanda Melayu bernegara tetes darah asal jangan hina.
Kalau memang datang menyapa saat tanah pusara sudah merata, anak, menantu, jiran tetangga tak akan mau ikut serta. Tinggal lah diri sebatang kara. Bila sampai masanya tiba, anak berbisik ke pangkal telinga, buah hati belaian jiwa berkata: Lailahailallah azza wajalla.
Baca: Ini Alasan Tiga Pemain PSAP Sigli Diseret ke Pengadilan
Baca: Ditabrak Truk Trailer, Ibu Guru Asal Aceh Utara Tewas di Lokasi Tabrakan
Di bagian akhir kalimat itu nada suara Abdul Somad terdengar berat karena menahan air mata. Suaranya itu terdengar hingga dia menutup salam, mengakhiri syairnya.
Adapun gelar yang diterima Ustadz Abdul Somad adalah Datuk Seri Ulama Setia Negara. Artinya sosok yang istiqomah menyampaikan agama Islam dan setia kepada negara.
Sejauh ini baru enam gelar kehormatan yang dikeluarkan LAM kepada yang memiliki prestasi bagi Melayu Riau.
Di antaranya Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Syarwan Hamid, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Rida K Liamsi. Dan yang terakhir adalah UAS (Ustadz Abdul Somad).