Ketika Anjing Diperdagangkan dan Menjadi Santapan di Medan (1)
“Tiap hari aku jualan, tapi barang baru ada hari ini. Buka dasar ini, Rp 120.000,” katanya sambil mengambil anak anjing
"Rp 50.000," jawabnya.
***
Masih di kawasan Pajak Pancurbatu, tepatnya di Simpang Delitua, semakin banyak anjing yang dijajakan. Tidak ada lagi anak anjing.
Anjing-anjing dengan tinggi badan mulai dari 30 sentimeter sampai 1 meter berjejal di dalam kandang-kandang yang terbuat dari kawat atau besi. Mereka sibuk menggonggong keras, mencoba keluar dari kandang sempitnya.
Seorang pedagang yang berdiri di samping kandang langsung memukul bagian atas kandang. Seketika senyap suara salakan untuk sementara. Beberapa menit kemudian, gonggongan kembali terdengar.
Baca: Menyedihkan, Kim Jong Un Minta Rakyatnya Rutin Makan Daging Anjing Agar Makin Tangguh
Semakin masuk ke dalam pasar, pemandangan puluhan anjing, besar dan kecil, dengan mulut, leher, dan kaki terikat semakin banyak. Sebagian anjing dimasukkan ke dalam karung bekas pupuk, tinggal kepalanya yang menyembul.
Mereka tergolek dan terikat, tetapi tetap meronta-ronta dan berupaya menggonggong. Namun, suaranya lebih mirip erangan.
Pandangan mata mereka kerap bertabrakan dengan mata para calon pembeli yang melintas. Nanar dan mengharap belas kasihan.
Tiga perempuan dengan rahang tegas duduk di antara anjing-anjing itu. Tak jauh dari mereka, ada timbangan duduk berkapasitas 100 kilogram.
Para pria yang terlihat di situ sibuk menimbang dan mengikat anjing-anjing yang terus menggonggong dan meronta.
Baca: TKI Asal Medan Diduga Disiksa di Pulau Pinang, Sehari Sebelum Meninggal Tidur di Luar Bersama Anjing
Beberapa anjing terkulai lemas, matanya setengah tertutup.
Seekor anjing berwarna coklat terus berupaya menyalak meski mulutnya terikat tali plastik. Saat kepalanya dielus, salakan yang lebih mirip erangan itu pun berhenti sejenak.
Bibi penjual memperhatikan dengan tatapan curiga.